Harga Batu Bara Terkapar, Sinyal Bangkit Mulai Muncul?
Harga batu bara dunia yang telah anjlok lebih dari 77 persen sejak puncaknya di 2022 dinilai Kiwoom Sekuritas sebagai peluang awal untuk akumulasi investasi.
IDXChannel – Harga batu bara dunia yang telah anjlok lebih dari 77 persen sejak puncaknya di 2022 dinilai Kiwoom Sekuritas sebagai peluang awal untuk akumulasi investasi.
Melalui sinyal teknikal dan dinamika siklus pasar, Kiwoom dalam riset pada 2 Juni 2025 memproyeksikan, 2025 akan menjadi momen kebangkitan harga batu bara dan komoditas strategis lainnya, meski tetap menyarankan waspada terhadap risiko resesi global.
Harga batu bara global terus tertekan dalam dua tahun terakhir. Data riset Kiwoom menunjukkan harga batu bara telah turun 77 persen dari puncaknya di 2022 (USD440 per ton), kini hanya berada di USD100,8 per ton.
Namun, analis Kiwoom Sekuritas melihat, pelemahan ini justru menjadi sinyal akhir fase "bottoming", mirip dengan pola historis yang terlihat di 2015 sebelum rebound tajam pada 2016.
“Bukannya tak mungkin 2025 bisa jadi akhir fase bottoming, dengan peluang memasuki awal fase akumulasi untuk siklus komoditas berikutnya, asalkan faktor makro mendukung,” demikian mengutip riset Kiwom Sekuritas.
Kiwoom menyoroti siklus pasar batu bara yang cenderung bergantian antara fase bearish dan bullish, masing-masing 2–3 tahun. Contohnya, setelah koreksi dalam di 2019, harga batu bara melonjak tiga tahun berturut-turut hingga 2022. Kini, setelah kejatuhan 64 persen di 2023 dan penurunan lanjutan pada 2024–2025, peluang untuk rebound mulai muncul.
Secara teknikal, kata Kiwoom, harga batu bara disebut sudah beberapa pekan bertahan di atas MA10 – level yang belum pernah tercapai sejak November 2024. Jika terjadi golden cross antara MA10 dan MA20, ini bisa menjadi sinyal kuat bagi terbentuknya uptrend jangka pendek. Kiwoom menyarankan strategi beli atau average up jika harga menembus 102 (MA20), dengan target harga 115, 120–123, dan 140. Support terdekat berada di 100, 97,5, dan 94.
Dari sisi makro, beberapa faktor mendukung potensi kenaikan harga komoditas secara umum, termasuk pelemahan dolar Amerika Serikat (AS) yang secara historis berbanding terbalik dengan harga komoditas.
Selain itu, transisi energi hijau diperkirakan akan meningkatkan permintaan logam strategis seperti nikel dan tembaga. Defisit investasi tambang dan inflasi struktural juga menjadi katalis yang dapat mendorong investor untuk beralih ke aset riil seperti batu bara.
Namun, Kiwoom Sekuritas tetap mengingatkan risiko yang perlu diwaspadai: potensi resesi global, kebijakan suku bunga tinggi yang masih bertahan lama, serta kelebihan pasokan (oversupply) nikel yang masih membayangi.
Untuk investor jangka panjang, Kiwoom menyarankan mulai mempersiapkan portofolio di sektor komoditas, dengan fokus pada saham batu bara (PTBA, ITMG, HRUM), logam strategis (MDKA, ANTM, TINS, AMMN), dan energi lainnya (AADI, MEDC, HGII, KEEN).
Menurut Kiwoom, 2025 bisa menjadi momen awal akumulasi sebelum siklus kenaikan komoditas berikutnya, yang didukung oleh rotasi aset dari sektor teknologi ke sektor riil.
“Bagi investor yang ingin berpikir panjang, 2025 bisa jadi awal dari dekade komoditas berikutnya,” kata Kiwoom. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.