Harga CPO Kembali Menguat, Bursa Sawit Kapan Meluncur?
Bursa komoditas sawit digadang akan segera diluncurkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
IDXChannel - Bursa komoditas sawit digadang akan segera diluncurkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Rencana ini juga mundur dari target peluncuran awal Juni 2023. Hingga kini, belum ada kepastian bursa CPO diluncurkan.
Bursa komoditas CPO yang digagas pemerintah ini dinilai dapat menghidupkan transaksi perdagangnan komoditas CPO di Indonesia. Apalagi saat ini, Indonesia merupakan produsen nomor wahid dunia.
“Tapi itu dilakukannya seharusnya dengan sukarela atau volunteer, bukan secara mandatory," kata Vice President for Industry and Regional Research Bank Mandiri, Dendi Ramdani, Senin (10/7/2023).
Sebelumnya, Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan optimistis kebijakan ekspor minyak sawit atau crude palm oil (CPO) melalui bursa berjangka dapat hadir Juni 2023 seperti yang sudah ditargetkan.
Dalam pertemuan Konsultasi Publik Rancangan "Kebijakan Ekspor CPO Melalui Bursa Berjangka di Indonesia" di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Senin (5/6/2023), Zulkifli mengatakan bahwa keberadaan ekspor CPO melalui bursa berjangka akan mempermudah pengusaha, meningkatkan efisiensi dan transparansi, serta pada akhirnya meningkatkan perdagangan Indonesia.
"Ekspor CPO melalui bursa berjangka yang ditargetkan diluncurkan pada Juni 2023 ini diharapkan dapat menjadi pembentuk harga patokan CPO," ujar Zulkifli melalui keterangan tertulis.
Posisi Sawit Indonesia
Berdasarkan Kemendag, saat ini ekspor CPO masih surplus meskipun tidak terlalu besar karena kondisi perekonomian global yang sedang melemah.
Karena itu diperlukan inovasi seperti pengalihan perdagangan dari pasar tradisional ke nontradisional seperti Timur Tengah, Asia Selatan, dan Afrika.
Menurut Zulkifli, hal ini diperlukan karena banyaknya aturan-aturan yang mempersulit ekspor seperti adanya kebijakan sertifikasi di Eropa dan Amerika.
"Selain pengalihan pasar dari tradisional ke nontradisional perlu juga memperkuat kebijakan ekspor Indonesia. Salah satunya melalui kebijakan ekspor CPO karena CPO merupakan salah satu penyumbang surplus neraca perdagangan," kata Zulkifli.
Menurut Zulkifli, sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia, sudah selayaknya Indonesia memiliki harga acuan sendiri. Namun kondisi yang ada sekarang menunjukkan bahwa Indonesia belum berperan dalam memberikan harga acuan yang diakui di pasar dunia.
Harga acuan untuk komoditas CPO saat ini masih mengacu ke Pasar Fisik Rotterdam dan Pasar Berjangka di Kuala Lumpur (MDEX) sebagai basis penetapan harga CPO dunia.
Saat ini, harga CPO berjangka Malaysia naik menjadi sekitar MYR 3.900 per ton. Angka ini mendekati level tertinggi hampir 4 bulan di 4.000 yang dicapai pada 3 Juli lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)
Harga kontrak berjangka (futures) sawit di Bursa Derivatif Malaysia juga naik 1,03 persen ke MYR3.929 per ton pada Selasa siang pukul 13.40 WIB.
Secara teknikal, resistance terdekat untuk futures CPO berada di 4.000 dan 4.170 dan support terdekat berada di 3.820 dan 3.670.
Ini karena menipisnya stok CPO yang lebih rendah dan ekspor yang lebih tinggi di bulan Juli.
Berdasarkan data Trading Economics, persediaan domestik CPO Juni naik hanya 1,9 persen dari bulan sebelumnya ke level tertinggi 4 bulan sebesar 1,72 juta metrik ton.
Angka ini juga jauh lebih kecil dari perkiraan lonjakan 10,5 persen karena produksi menurun dan ekspor melonjak.
Produksi minyak sawit juga turun 4,6 persen menjadi 1,45 juta ton, sedangkan ekspor melebihi perkiraan dengan kenaikan 8,6 persen menjadi 1,17 juta ton.
Selain itu, sepanjang 1 hingga 10 Juli, ekspor CPO tercatat naik antara 18,7 persen dan 26,1 persen, menurut surveyor kargo Amspec Agri dan Intertek Testing Services.
Adapun berdasarkan catatan Gapki, produksi CPO per Maret 2023 mengalami kenaikan musiman sekitar 12 persen dibanding Februari. Jumlah produksi tercatat dari 3.883 ribu ton naik 4.349 ribu ton.
Meski demikian ekspor CPO justru turun dari 2.912 ribu ton per Februari menjadi 2.641 pada bulan Maret.
“Penurunan terbesar terjadi pada produk olahan minyak sawit yang turun dari 2.254 ribu ton pada bulan Februari menjadi 1.880 ribu ton pada bulan Maret,” kata Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono pada pertengahan Mei lalu.
Berkaitan dengan kebijakan bursa sawit, diperlukan berbagai masukan agar ekspor CPO melalui bursa tidak merugikan pelaku usaha CPO.
Proses bisnis yang ada sekarang tidak banyak berubah kecuali mewajibkan ekspor CPO melalui bursa berjangka.
"Kebijakan kewajiban pemenuhan DMO (Domestic Market Obligation) masih berlaku, sehingga eksportir tetap wajib memiliki HE (harga eceran) terlebih dahulu. Diharapkan pelaku usaha dapat mendukung keberadaan pengaturan ekspor CPO melalui bursa berjangka ini," ujar Mendag. (ADF)