Harga CPO Rebound, Volatilitas Masih Tinggi karena Isu Tarif
Harga minyak sawit mentah (CPO) menguat tipis pada perdagangan Selasa (22/7/2025), di tengah ketidakpastian seputar kesepakatan dagang.
IDXChannel - Harga minyak sawit mentah (CPO) menguat tipis pada perdagangan Selasa (22/7/2025), di tengah ketidakpastian seputar kesepakatan dagang antara negara-negara besar Asia dan Amerika Serikat (AS) yang masih membayangi pasar.
Kontrak berjangka (futures) acuan CPO untuk pengiriman Oktober di Bursa Malaysia Derivatives naik 0,14 persen, menjadi MYR4.232 per ton pada perdagangan pukul 15.33 WIB. Sebelumnya, minyak sawit mencatat penurunan sekitar 2,1 persen pada Senin (21/7).
Kepala Riset di pialang minyak nabati Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani, menjelaskan bahwa penguatan harga CPO mengikuti tren positif pada perdagangan minyak kedelai di Chicago dan Amerika Selatan pada malam sebelumnya.
“Harga CPO menguat setelah penguatan harga minyak kedelai di Chicago dan Amerika Selatan pada perdagangan semalam,” kata Bagani, dikutip Reuters, Selasa (22/7).
Namun demikian, ia menggarisbawahi bahwa ketidakpastian terkait kesepakatan dagang antara AS dan negara-negara besar Asia, di luar Indonesia, masih menjadi sumber volatilitas di pasar.
“Tidak adanya kepastian mengenai kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan negara-negara besar Asia, selain Indonesia, terus memicu volatilitas di pasar,” ujarnya.
Bagani juga menambahkan, faktor eksternal turut membatasi penguatan harga minyak sawit lebih lanjut, terutama pelemahan harga minyak nabati saingan serta menguatnya nilai tukar ringgit Malaysia.
“Pelemahan harga minyak kedelai di Chicago dan minyak lobak, ditambah dengan penguatan ringgit Malaysia, membatasi kenaikan harga,” imbuh Bagani.
Sementara, kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian tercatat turun 0,59 persen, sementara kontrak minyak sawit di bursa yang sama melemah 0,31 persen. Di Chicago Board of Trade, harga minyak kedelai juga terpantau turun 0,91 persen.
Sebagaimana diketahui, harga minyak sawit global sangat dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak nabati lain, karena bersaing dalam pangsa pasar minyak nabati dunia.
Di sisi lain, harga minyak mentah dunia sedikit tertekan akibat kekhawatiran bahwa memanasnya konflik dagang antara AS dan Uni Eropa akan menurunkan permintaan bahan bakar seiring melemahnya aktivitas ekonomi.
Harga minyak mentah yang melemah turut membuat minyak sawit menjadi kurang menarik sebagai bahan baku biodiesel.
Di sisi lain, ringgit Malaysia—mata uang utama dalam perdagangan minyak sawit—terpantau menguat 0,07 persen terhadap dolar AS, sehingga membuat harga sawit sedikit lebih mahal bagi pembeli internasional. (Aldo Fernando)