Harga Emas Masih Konsolidasi, Pasar Terbelah Menanti Data Inflasi AS
Harga emas mengalami fluktuasi tajam sepanjang pekan lalu akibat pengumuman kebijakan perdagangan dan spekulasi terkait arah suku bunga The Fed.
IDXChannel - Harga emas mengalami fluktuasi tajam sepanjang pekan lalu akibat pengumuman kebijakan perdagangan dan spekulasi terkait arah suku bunga Federal Reserve (The Fed) Amerika Serikat (AS).
Meski mencatatkan kinerja positif, emas tetap belum mampu keluar dari kisaran harga konsolidasinya.
Secara keseluruhan, harga emas naik 0,9 persen pekan lalu, menjadi pekan keempat dari enam pekan terakhir yang mencatatkan penguatan.
Survei Mingguan Kitco News menunjukkan para analis industri terbelah antara pandangan bullish dan netral terhadap prospek emas dalam jangka pendek. Sementara itu, pelaku pasar ritel justru mulai meninggalkan bias optimistis mereka.
“Emas sempat melemah pada Senin dan Selasa, namun menutup pekan dengan reli tiga hari berturut-turut,” kata Managing Director Bannockburn Global Forex Marc Chandler.
“Kebijakan tarif dari AS tampaknya membantu pemulihan harga emas. Namun, belum jelas apakah fase konsolidasi sejak rekor tertinggi mendekati USD3.500 telah berakhir,” imbuhnya
Menurut Chandler, batas atas pola konsolidasi berada di sekitar USD3.422, sementara batas bawahnya mendekati USD3.275. “Rilis data CPI AS pada Selasa serta pengumuman tarif terhadap Uni Eropa bisa membantu memperjelas arah pasar,” ujarnya.
“Hanya sedikit yang benar-benar bearish terhadap emas. Isunya lebih pada waktu, bukan arah,” tuturnya.
“Naik,” ujar Analis Pasar Senior di Barchart.com Darin Newsom. “Saya bahkan tidak lagi melihat grafik atau berita. Selama situasi di AS tetap seperti sekarang, emas akan dipandang sebagai aset lindung nilai, terutama menjelang akhir pekan.”
Senada, Senior Market Strategist di Forex.com, James Stanley, mengatakan, “Perdagangan anti-fiat saat ini sedang menguat, dan emas agak tertinggal dibanding Bitcoin dan perak dalam jangka pendek.”
Kepala Strategi Valas Forexlive.com Adam Button melihat pasar kini terbagi dua pasca disahkannya ‘Big Beautiful Bill’ pekan lalu. “Para optimis membeli saham, sementara para pesimis memilih logam mulia,” ujarnya.
“Kelompok optimis berharap defisit anggaran bisa mendorong pertumbuhan ekonomi, sedangkan kelompok pesimis khawatir defisit itu suatu saat harus dibayar,” katanya.
Dalam survei Kitco News pekan ini, dari 15 analis Wall Street yang berpartisipasi, hampir semuanya meninggalkan posisi bearish. Tujuh analis atau 47 persen memperkirakan harga emas naik pekan ini, sementara hanya satu analis (7 persen) yang memperkirakan penurunan harga. Sisanya, sebanyak tujuh orang (47 persen), memproyeksikan harga emas bergerak mendatar.
Sementara itu, dari 231 suara yang masuk dalam jajak pendapat daring Kitco, mayoritas tipis dari pelaku ritel yang semula bullish kini mulai ragu. Sebanyak 104 responden (45 persen) memperkirakan harga emas naik, 63 orang (27 persen) memprediksi penurunan, dan 64 orang lainnya (28 persen) memproyeksikan harga tetap dalam fase konsolidasi.
Setelah pekan yang relatif sepi usai libur Independence Day di AS, pasar akan kembali diwarnai rilis data ekonomi penting pekan ini.
Pada Selasa, data inflasi CPI AS per Juni dan survei manufaktur Empire State akan dirilis, disusul data PPI pada Rabu. Kemudian Kamis akan menghadirkan laporan Penjualan Ritel bulan Juni, Survei Manufaktur Fed Philadelphia, dan data klaim pengangguran mingguan.
Pekan akan ditutup dengan data Housing Starts bulan Juni dan survei awal Sentimen Konsumen Universitas Michigan pada Jumat pagi. (Aldo Fernando)