Harga Menguat, Eropa Tak Bisa Lepas dari Pasokan Gas Alam Rusia
Gas alam (LNG) berjangka menguat satu persen dan berada di dekat level USD2,6/MMBtu pada perdagangan jelang akhir pekan, Jumat (8/9/2023).
IDXChannel - Gas alam (LNG) berjangka menguat satu persen dan berada di dekat level USD2,6/MMBtu pada perdagangan jelang akhir pekan, Jumat (8/9/2023).
Gas alam rebound dari level terendah dalam satu bulan, yakni di level USD2,5/MMBtu.
Kenaikan ini ditopang sentimen data terbaru dari EIA yang menunjukkan bahwa stok gas alam di Amerika Serikat (AS) meningkat sebesar 33Bcf.
Angka ini meleset dari ekspektasi peningkatan sebesar 43Bcf dan tetap jauh di bawah rata-rata pada akhir kuartal kedua tahun ini.
Namun, ekspektasi permintaan yang lebih rendah membatasi kenaikan tersebut. (Lihat grafik di bawah ini.)
Di AS, cuaca yang lebih dingin mengurangi perkiraan penggunaan AC dan konsumsi gas dalam jangka pendek. Meskipun ahli meteorologi masih memperkirakan suhu akan tetap lebih panas dari biasanya hingga pertengahan September.
Di benua Eropa, Austria menyatakan mulai mengurangi ketergantungannya pada impor energi Rusia pada tahun 2022 dan berupaya meningkatkan pengiriman melalui Jerman dan Italia untuk mendiversifikasi pemasoknya.
Kanselir Austria, Karl Nehammer pada Senin lalu (4/9) menyatakan ketidaknyamanan moralnya dengan membeli gas dari Rusia. Namun, pasokan LNG Rusia masih diperlukan untuk menjamin keamanan energi Austria.
“Prioritas nomor satu adalah keamanan pasokan. Jika hal ini terganggu, sistem akan terganggu dan produksi serta pasokan energi kepada masyarakat akan terganggu. Oleh karena itu, hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan keamanan pasokan energi. Ini tidak menyenangkan dari sudut pandang moral, tapi ini nyata. Dan ini adalah kewajiban saya sebagai kanselir untuk melakukan hal ini," kata Nehammer kepada stasiun penyiaran Austria ORF, Senin (4/9).
Kanselir Austria tersebut sempat mengatakan negaranya mulai mengurangi ketergantungannya pada impor energi Rusia pada 2022. Austria juga berupaya meningkatkan pengiriman melalui Jerman dan Italia untuk mendiversifikasi pemasoknya.
Dia juga mengatakan bahwa perusahaan minyak dan gas (migas) Austria, OMV memiliki kontrak pasokan dengan raksasa energi Rusia Gazprom hingga 2040. Sementara mengakhiri kontrak tersebut akan terlalu merugikan bagi Austria.
Pada 9 Juli lalu, OMV mengumumkan niatnya untuk terus membeli LNG dari Gazprom. Bahkan setelah mendapatkan kontrak alternatif dari sumber lain untuk memenuhi kebutuhan impor Austria.
CEO OMV, Alfred Stern juga menegaskan perusahaannya akan terus memasok sebagian besar gasnya dari Rusia. Meskipun mereka telah mendapatkan kontrak alternatif dari sumber lain untuk memenuhi kebutuhan impor energi Austria.
“Selama Gazprom akan memasok, kami akan terus mengambil jumlah tersebut dari Gazprom. Ada kewajiban yang kami miliki sebagai perusahaan industri untuk memastikan bahwa kami menggunakan sumber-sumber tersebut selama sumber tersebut dapat diterima secara hukum,” kata Stern kepada Financial Times.
Meski permintaan kini lebih rendah, Eropa adalah konsumen LNG terbesar. Saking besarnya, Eropa tidak bisa hidup tanpa gas Rusia dalam bentuk cair (LNG).
Tahun ini, banyak pelacak kargo menemukan impor LNG Rusia pada paruh pertama tahun ini telah melonjak sebesar 40 persen. Lebih dari separuh produksi LNG Rusia dikirim ke Eropa pada periode tersebut.
“Eropa kini terlalu bergantung pada LNG untuk kebutuhan energinya. Harga harus tetap tinggi sepanjang tahun atau berisiko mengalami perubahan cepat dalam jalur persediaan,” tulis analisis Bank of America dikutip Oilprice, (7/9).
Raksasa energi Rusia Gazprom, yang ekspor gasnya anjlok akibat konflik dengan Ukraina, melaporkan laba bersih turun 41 persen tahun lalu.
Perusahaan melaporkan laba sebesar 1,2 triliun rubel (setara USD15 miliar) pada 2022, turun dari 2,1 triliun rubel dibanding tahun sebelumnya.
Di Asia, berdasarkan data Wood Mackenzie, Australia dan Qatar akan menjadi pemasok LNG terbesar ke Asia sepanjang 2023 hingga 2030 dengan volume masing-masing lebih dari 886 ton dan 827 ton.
Jumlah ini mencakup hampir 60 persen dari total volume LNG yang dikirim ke Asia selama periode ini.
Perkiraan Wood Mackenzie menunjukkan pertumbuhan pasokan LNG dari tahun ke tahun rata-rata 40 juta tpy per tahun sepanjang 2026-2028. Besarnya pasokan ini diperkirakan akan menurunkan harga.
Dilip Patankar, Vice President, APAC Gas and LNG Consulting di Wood Mackenzie meyakini yakin hal ini akan meningkatkan keterjangkauan gas. Patankar juga melihat melimpahnya pasokan ini memfasilitasi ketersediaan LNG untuk Eropa dan memungkinkan kembalinya permintaan di Asia.
“Prospek pasar LNG setelah 2028 bergantung pada tingkat keputusan investasi akhir (FID) proyek pencairan dalam 1-2 tahun ke depan serta kecepatan transisi energi, selain beberapa faktor dinamis terkait pasokan-permintaan,” ujarnya dikutip LNG industry, Rabu (6/9).
Namun, dalam skenario yang lebih mungkin terjadi, negara-negara importir energi dengan ekonomi lemah akan kembali ke batu bara, yang jauh lebih murah dibandingkan LNG.
Hal ini merupakan sebuah ironi bagi Eropa, sebagai pelopor transisi energi. Mengingat banyak negara Eropa telah bekerja keras meyakinkan negara-negara lain untuk menghentikan penggunaan hidrokarbon dan memilih gas alam yang lebih bersih dan rendah emisi.
Kini, ketika negara-negara lain mematok harga yang lebih tinggi di pasar LNG, Eropa akan kehilangan posisi otoritasnya dalam hal transisi energi.
Pasar LNG bisa menjadi pasar yang sangat ketat di mana konsumen energi di Eropa harus terbiasa dengan harga yang mungkin semakin tinggi. (ADF)