Harga Minyak Berpotensi Lanjut Melemah Pekan Ini
Analis FXEmpire, James Hyerczyk, menilai, pekan ini pasar akan banyak dipengaruhi respons terhadap hasil pertemuan Trump-Putin.
IDXChannel - Harga minyak mentah berjangka ditutup melemah pada pekan lalu, seiring pelaku pasar mencermati hasil pertemuan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Kontrak berjangka (futures) minyak jenis WTI turun 1,8 persen menjadi USD62,80 per barel pada Jumat (15/8/2025), mencatat pelemahan mingguan 1,7 persen. Sementara itu, Brent terkoreksi 1,5 persen ke USD65,85 per barel, turun 1,1 persen dalam sepekan.
Tekanan harga semakin terasa setelah data persediaan AS menunjukkan kenaikan mengejutkan, sementara pasar menanti dampak dari pertemuan Trump dan Putin pada Jumat malam.
Analis FXEmpire, James Hyerczyk, menilai, pekan ini pasar akan banyak dipengaruhi respons terhadap hasil pertemuan Trump-Putin. Trump memberi sinyal siap melonggarkan sanksi bila pembicaraan damai di Ukraina menunjukkan kemajuan, tetapi juga mengancam tarif lanjutan bila negosiasi gagal.
Menurut Hyerczyk, implikasi dari pertemuan itu besar bagi aliran minyak Rusia, terutama ke China dan India yang menjadi pembeli utama.
Selain faktor geopolitik, tekanan juga datang dari laporan Energy Information Administration (EIA) yang mencatat penambahan stok minyak mentah sebesar 3 juta barel. Lonjakan impor bersih hampir 700.000 barel per hari dan lemahnya ekspor membuat pasar khawatir tekanan pasokan belum mereda.
Di sisi permintaan, prospek melemah seiring data ekonomi China yang lesu. Pertumbuhan output pabrik melambat ke titik terendah delapan bulan, sementara penjualan ritel mencatat laju terlemah sejak Desember.
International Energy Agency (IEA) juga menurunkan proyeksi permintaan global dan memperingatkan potensi surplus hampir 900.000 barel per hari hingga pertengahan 2026.
Dari sisi pasokan, OPEC+ tetap menahan produksi tanpa perubahan besar, sementara Guyana menambah aliran baru melalui proyek lepas pantai Exxon. Tanpa pemangkasan lebih dalam atau gangguan pasokan berarti, pasar masih kelebihan suplai.
Secara teknikal, kata Hyerczyk, harga minyak tetap dalam tren berat alias bearish. WTI bertahan di bawah moving average 52 pekan (MA 52-week) di kisaran USD64,23, dengan resistance pada USD64,13 dan USD65,37.
Selama harga tidak mampu menembus level tersebut, peluang kenaikan terbatas. Sebaliknya, penurunan di bawah USD61,08 bisa membuka jalan menuju level psikologis USD60,00. Jika gagal bertahan, pasar berpotensi menguji support lebih dalam di rentang USD52,00 hingga USD51,18.
“Dengan penutupan pekan lalu di USD62,80 dan momentum yang belum berubah, pasar cenderung bertahan defensif. Kecuali, tentu saja, ada kejutan besar dari respons pasar terhadap pertemuan Trump-Putin,” ujar Hyerczyk. (Aldo Fernando)