Harga Minyak Dunia Naik Usai AS-China Lanjutkan Pembicaraan Dagang
Harga minyak mentah Brent ditutup pada level USD65,34 per barel, naik 48 sen atau 0,7 persen.
IDXChannel - Harga minyak global mengalami pemulihan pada Kamis (5/6/2025) waktu setempat setelah muncul kabar bahwa Amerika Serikat (AS) dan China kembali menjalin komunikasi terkait hubungan dagang.
Perkembangan diplomatik positif antara dua ekonomi terbesar dunia ini membantu menstabilkan pasar energi, yang sebelumnya sempat mengalami penurunan akibat data persediaan minyak AS yang mengecewakan.
Melansir Policies, Harga minyak mentah Brent ditutup pada level USD65,34 per barel, naik 48 sen atau 0,7 persen.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS menguat 52 sen atau 0,8 persen, menjadi USD63,37 per barel.
Pemulihan ini terjadi setelah penurunan harga sebesar 1 persen pada hari sebelumnya, yang dipicu peningkatan persediaan bensin dan distilat AS yang lebih tinggi dari perkiraan, menandakan melemahnya permintaan bahan bakar.
Analis menilai pemulihan harga ini sebagai respons langsung terhadap meredanya ketegangan dagang.
Analis pasar senior di Price Futures Group, Phil Flynn, menilai jika AS dan China dapat menghindari eskalasi lebih lanjut dalam sengketa dagang mereka, maka proyeksi permintaan dari kedua negara bisa meningkat.
AS dan China menyumbang porsi besar dari konsumsi minyak global, sehingga setiap tanda perbaikan hubungan dagang dapat dengan cepat memengaruhi ekspektasi pasar.
Perubahan sentimen ini terjadi setelah percakapan telepon antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping. Menurut media pemerintah China, pembicaraan itu berlangsung atas permintaan dari pihak AS.
Presiden Trump kemudian menggambarkan percakapan tersebut "sangat positif". Dia pun mengatakan kepada wartawan bahwa kondisi perdagangan dengan China dalam posisi yang sangat baik.
Percakapan tersebut tidak hanya berdampak pada pasar energi, tetapi juga meredakan ketakutan investor secara umum akan potensi eskalasi ketegangan perdagangan.
Pejabat Kanada, termasuk Perdana Menteri Mark Carney, juga terus menjalin komunikasi langsung dengan pemerintahan AS untuk menyelesaikan persoalan dagang lainnya, termasuk tarif baja dan aluminium. Upaya diplomatik ini secara keseluruhan meredakan ketegangan di pasar global.
Namun, terlepas dari dorongan positif dari kabar dagang, pasar minyak masih menghadapi sinyal yang beragam.
Kebakaran hutan di Kanada, salah satu negara penghasil minyak utama, menimbulkan risiko terhadap produksi dan berkontribusi jangka pendek terhadap harga.
Arab Saudi, eksportir minyak mentah terbesar dunia, mengumumkan pemangkasan harga untuk pengiriman Juli ke pasar Asia, hampir menyentuh titik harga terendah dalam dua bulan terakhir. Langkah ini menyusul keputusan OPEC+ untuk meningkatkan produksi sebesar 411 ribu barel per hari mulai Juli.
Menurut sejumlah sumber, Arab Saudi tengah mendorong strategi yang dapat mengakhiri pengurangan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari secara bertahap antara Juni hingga Oktober. Tujuannya, tampaknya adalah merebut kembali pangsa pasar dengan mencegah produsen lain melampaui kuota produksi.
Di sisi ekonomi, data terbaru AS menunjukkan tanda-tanda pelemahan. Sektor jasa, yang menyumbang lebih dari dua pertiga aktivitas ekonomi AS, mengalami kontraksi pada Mei untuk pertama kalinya dalam hampir setahun.
Selain itu, klaim tunjangan pengangguran meningkat untuk minggu kedua berturut-turut, dengan Departemen Tenaga Kerja melaporkan peningkatan pengangguran baru untuk pekan yang berakhir pada 31 Mei. Perkembangan ini menunjukkan adanya tantangan terhadap permintaan minyak dalam negeri.
Investor kini menantikan laporan ketenagakerjaan nonpertanian AS untuk Mei, yang diperkirakan memengaruhi keputusan suku bunga The Federal Reserve di masa depan.
Sementara itu, risiko geopolitik di Timur Tengah dan pergeseran kebijakan energi global, seperti ekspansi energi terbarukan di wilayah Selat Taiwan, terus memengaruhi dinamika pasar jangka panjang.
Seiring berjalannya keseimbangan antara risiko geopolitik, diplomasi dagang, dan perubahan pasokan, pasar minyak kemungkinan akan tetap sensitif terhadap berita-berita global.
(NIA DEVIYANA)