Harga Minyak Menguat Lebih dari 1 Persen di Tengah Gejolak Global
Harga minyak dunia ditutup menguat lebih dari satu persen pada Rabu (10/9/2025).
IDXChannel – Harga minyak dunia ditutup menguat lebih dari satu persen pada Rabu (10/9/2025).
Kenaikan ini dipicu kekhawatiran gangguan pasokan setelah Polandia menembak jatuh drone di wilayah udaranya dan Amerika Serikat mendorong sanksi baru terhadap pembeli minyak Rusia, sehari setelah serangan Israel di Qatar.
Namun, laporan lonjakan pasokan minyak AS membatasi penguatan harga.
Kontrak berjangka (futures) Brent ditutup naik 1,7 persen menjadi USD67,49 per barel. Minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) meningkat 1,7 persen ke USD63,67 per barel.
Ketegangan geopolitik meningkat setelah Polandia menembak jatuh drone dalam serangan Rusia ke Ukraina barat, menjadi aksi pertama negara anggota NATO di perang Rusia-Ukraina.
Sehari sebelumnya, harga minyak sempat naik 0,6 persen setelah Israel menyebut telah menyerang pimpinan kelompok Hamas di Doha.
Kedua acuan harga minyak tersebut sempat melonjak hampir 2 persen usai serangan itu, sebelum kembali turun. Meski begitu, tidak ada ancaman langsung terhadap pasokan minyak.
“Bayangan surplus di depan mata masih membebani pasar, dengan Brent diperdagangkan dua dolar lebih rendah dibanding pekan lalu. Risiko geopolitik di minyak jarang bertahan lama kecuali benar-benar terjadi gangguan pasokan,” kata analis SEB, dikutip Reuters.
Presiden AS Donald Trump mendesak Uni Eropa mengenakan tarif 100 persen terhadap China dan India—dua pembeli utama minyak Rusia—sebagai strategi menekan Moskow agar mau berunding damai dengan Ukraina, menurut sumber Reuters.
Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan blok Eropa sedang mempertimbangkan percepatan penghentian impor energi fosil Rusia sebagai bagian dari sanksi baru. Namun, sumber Uni Eropa menilai kecil kemungkinan blok tersebut memberlakukan tarif besar terhadap India atau China.
Dari sisi kebijakan moneter, pelaku pasar memperkirakan Federal Reserve (The Fed) memangkas suku bunga pada pertemuan 16–17 September, yang berpotensi mendorong aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Menteri Energi AS Chris Wright memperkirakan pertumbuhan ekonomi global yang kuat dalam beberapa tahun ke depan akan meningkatkan permintaan minyak, meski produksi AS mungkin tertahan sementara.
Namun, laporan Badan Informasi Energi (EIA) menunjukkan persediaan minyak mentah, bensin, dan distilat AS meningkat pekan lalu—sinyal bearish untuk prospek pasokan jangka pendek.
Stok minyak mentah naik 3,9 juta barel dalam sepekan hingga 5 September, berlawanan dengan perkiraan penurunan 1 juta barel. Stok bensin naik 1,5 juta barel, jauh di atas ekspektasi penurunan 200.000 barel.
Sementara persediaan distilat—termasuk solar dan minyak pemanas—melonjak 4,7 juta barel, dibanding perkiraan kenaikan tipis 35.000 barel.
“Laporan ini sangat bearish. Tajuk utama adalah kenaikan stok minyak mentah, ditambah lagi lonjakan stok bensin. Sekarang kita menunggu seberapa besar permintaan bensin akan jatuh setelah musim liburan berkendara musim panas di AS, dan tampaknya akan cukup signifikan,” ujar Partner di Again Capital, John Kilduff.
Kilduff menambahkan, “Melihat data ekonomi belakangan ini yang menunjukkan perlambatan, khususnya di pasar tenaga kerja, lemahnya permintaan bensin dan tren rendahnya ekspor bisa menjadi indikator tambahan perlambatan ekonomi di AS dan kemungkinan global.”
Sehari sebelumnya, EIA juga mengingatkan harga minyak global akan berada di bawah tekanan besar dalam beberapa bulan ke depan seiring peningkatan produksi dari OPEC+ yang mencakup Rusia. (Aldo Fernando)