Harga Minyak Naik di Tengah Ketatnya Pasar Bahan Bakar
Harga minyak ditutup menguat pada Senin (10/11/2025), seiring analis menyoroti potensi gangguan pasokan bahan bakar.
IDXChannel - Harga minyak ditutup menguat pada Senin (10/11/2025), seiring analis menyoroti potensi gangguan pasokan bahan bakar akibat sanksi baru dari Amerika Serikat (AS) dan serangan drone Ukraina terhadap kilang-kilang di Rusia.
Namun, proyeksi surplus pasokan minyak mentah membuat kenaikan harga tertahan.
Kontrak Brent menguat 0,7 persen menjadi USD64,06 per barel. West Texas Intermediate (WTI) terkerek 0,6 persen ke USD60,13 per barel.
Kenaikan lebih menonjol terjadi pada kontrak bahan bakar. Gasoline futures AS ditutup menguat lebih dari 1 persen, sementara diesel futures naik mendekati 1 persen. Para analis mencatat serangkaian masalah kilang di AS dan serangan drone ke kilang Rusia telah menopang harga bahan bakar.
“Masalah kilang di wilayah Great Lakes dan West Coast membuat harga tetap tinggi,” tulis analis GasBuddy, Patrick De Haan dalam sebuah unggahan.
Ia menambahkan, ribuan pembatalan penerbangan akibat penutupan pemerintahan federal juga dapat meningkatkan permintaan bensin menjelang libur Thanksgiving.
Pada Minggu, dikutip dari Reuters, maskapai di AS membatalkan lebih dari 2.800 penerbangan dan menunda lebih dari 10.200 penerbangan, menjadikannya hari dengan gangguan perjalanan terparah sejak awal penutupan pemerintahan.
Di Rusia, kilang Volgograd milik Lukoil menghentikan operasi pada Kamis lalu setelah diserang drone Ukraina. Pada Senin, pasukan Rusia mengatakan mereka menghancurkan empat drone boat dekat pelabuhan Tuapse di Laut Hitam.
Selain itu, Lukoil juga menyatakan force majeure di ladang minyak raksasa West Qurna-2 di Irak, setelah sanksi Barat mempersulit operasional perusahaan tersebut.
Operasional Lukoil semakin tertekan menjelang batas waktu 21 November bagi perusahaan global untuk menghentikan hubungan bisnis dengan perusahaan itu, terlebih setelah rencana penjualan asetnya ke Gunvor gagal.
Menurut analis PVM, Tamas Varga, pasar minyak saat ini berada di persimpangan antara meningkatnya volume minyak mentah yang disimpan di laut—yang menekan harga—dan terbatasnya pasokan produk minyak olahan Rusia—yang menjaga harga bahan bakar tetap tinggi.
Volume minyak mentah yang disimpan di kapal di wilayah Asia telah dua kali lipat dalam beberapa pekan terakhir setelah sanksi Barat memperketat impor ke China dan India, sementara persediaan darat di AS juga meningkat.
Kedua acuan minyak mentah tersebut turun sekitar 2 persen pekan lalu, penurunan mingguan kedua beruntun, didorong oleh ekspektasi bahwa pasokan minyak akan melampaui permintaan dalam beberapa bulan mendatang akibat peningkatan produksi OPEC+ dan rekor produksi AS.
OPEC+ bulan ini sepakat menaikkan produksi sedikit pada Desember, dan kemudian menahan kenaikan lebih lanjut pada kuartal pertama tahun depan. Namun, penahanan tersebut mungkin tidak cukup untuk mendukung harga.
“Bahkan dengan kemungkinan penurunan pasokan Rusia dan pembekuan kuota produksi OPEC+ pada kuartal pertama 2026, pasar minyak mentah global masih berpotensi berada dalam kondisi surplus kecil, bukan defisit yang mendukung harga,” kata analis Evans.
Harga minyak juga tertopang oleh meningkatnya minat investor terhadap aset berisiko setelah muncul tanda-tanda kemajuan menuju berakhirnya penutupan pemerintahan AS.
Senat AS pada Minggu mulai melangkah untuk membuka kembali pemerintahan yang telah menunda layanan publik, bantuan pangan, dan mengacaukan jadwal penerbangan.
Menurut Varga, langkah awal tersebut meningkatkan selera risiko investor dan memberi dukungan tambahan pada pasar minyak. (Aldo Fernando)