Harga Minyak Tertekan, Prospek Sepekan Masih Bearish
Harga minyak dunia turun sekitar 1 persen pada Jumat (21/11/2025) pekan lalu dan ditutup di level terendah dalam satu bulan.
IDXChannel - Harga minyak dunia turun sekitar 1 persen pada Jumat (21/11/2025) pekan lalu dan ditutup di level terendah dalam satu bulan.
Pelemahan ini terjadi ketika Amerika Serikat (AS) mendorong tercapainya kesepakatan damai Rusia-Ukraina yang berpotensi menambah pasokan minyak global, sementara ketidakpastian arah suku bunga AS menekan selera risiko investor.
Kontrak berjangka (futures) minyak Brent melemah 1,3 persen menjadi USD62,56 per barel. Minyak acuan AS, West Texas Intermediate (WTI), merosot 1,6 persen ke USD58,06 per barel.
Kedua acuan harga minyak tersebut merosot sekitar 3 persen sepanjang pekan lalu dan membukukan penutupan terendah sejak 21 Oktober.
Sentimen pasar berbalik bearish menyusul dorongan Washington untuk memajukan rencana perdamaian antara Ukraina dan Rusia demi mengakhiri perang yang telah berlangsung tiga tahun. Pada saat yang sama, sanksi terhadap produsen minyak Rusia, Rosneft dan Lukoil, mulai berlaku pada Jumat.
Prospek Sepekan
Menurut analis FXEmpire, James Hyerczyk, Harga minyak global melemah tajam setelah perkembangan geopolitik terbaru memicu kekhawatiran pasar.
Washington disebut tengah mendorong kerangka perdamaian antara Rusia dan Ukraina, yang menurut para pelaku pasar berpotensi membuka ruang suplai tambahan di masa mendatang.
Dorongan diplomasi AS muncul seiring mulai berlakunya sanksi baru terhadap dua produsen minyak besar Rusia, Rosneft dan Lukoil. Pasar sebelumnya mengantisipasi potensi pengetatan suplai akibat sanksi tersebut.
Namun, peluang negosiasi antara Kyiv dan Moskow membuat kekhawatiran itu agak mereda. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, bahkan menegaskan kesiapannya bekerja sama dengan Washington dalam membahas rencana perdamaian, yang memberi tekanan tambahan pada sentimen bullish minyak.
Hyerczyk menilai, prospek pasar minyak dalam jangka pendek kini dibayangi ketidakpastian. Para analis menilai peluang tercapainya kesepakatan damai masih jauh dari pasti. Analis ANZ mencatat bahwa Kyiv berulang kali menolak sejumlah tuntutan Moskow, sehingga waktu terjadinya kesepakatan sangat sulit diprediksi.
Di sisi lain, pelaku pasar juga meragukan efektivitas sanksi terbaru AS, terutama karena Lukoil masih diberikan waktu hingga 13 Desember untuk melepas portofolio internasionalnya.
Sentimen melemah turut diperburuk oleh menguatnya dolar AS. Mata uang tersebut menguat dan kini menuju kinerja mingguan terbaik dalam lebih dari sebulan, seiring pelaku pasar mulai mengurangi ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed pada Desember.
OANDA mencatat probabilitas penurunan suku bunga kini hanya 35 persen, anjlok dari sekitar 90 persen sebulan sebelumnya.
Dolar yang lebih kuat biasanya menekan minat beli minyak dari pemegang mata uang non-AS karena membuat harga menjadi relatif lebih mahal.
Hyerczyk menilai bias jangka pendek untuk harga minyak tetap cenderung bearish. WTI kini diperdagangkan di bawah level support retracement 61,8 persen dan posisi terendah pekan lalu, menunjukkan tekanan jual masih dominan.
Ia menambahkan, pembeli (buyer) perlu mendorong harga kembali ke atas USD58,44 dan USD59,23, lalu mengarah ke rata-rata pergerakan 50 hari (MA-50) di USD60,52 agar tren mulai menunjukkan perbaikan.
Jika level-level itu gagal ditembus, kata Hyerczyk, pasar berisiko turun lagi menuju area support kuat di USD55,91 dan USD55,22. (Aldo Fernando)