Harga Saham Duo Adaro Anjlok Berjamaah, Intip Analisisnya
Kedua saham emiten tambang Grup Adaro, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) cenderung dilego sepekan terakhir.
IDXChannel - Kedua saham emiten tambang batu bara Grup Adaro, PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) dan PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR) cenderung dilego investor setidaknya dalam sepekan terakhir. Penurunan kedua saham tersebut bersamaan dengan amblesnya saham batu bara akhir-akhir ini.
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 10.53 WIB, harga saham ADRO anjlok 4,58% ke Rp2.920/saham, sedangkan saham ADMR ambles hingga batas auto rejection bawah (ARB) 6,72%.
Dalam sepekan, saham ADRO sudah turun 14,87% dan dalam sebulan minus 8,46%. Sementara, saham ADMR merosot tajam 20,61% dalam seminggu dan ambles 25,51% dalam sebulan terakhir.
Memang, kinerja year to date (ytd) keduanya masih moncer. Saham ADRO masih melesat 29,78% ytd dan ADMR yang melantai di bursa pada 3 Januari 2022 sudah masih meroket 1.710%, tertinggi di bursa.
Saham-saham batu bara seolah tidak kuat lagi mendaki akhir-akhir ini setelah reli beberapa waktu lalu.
Saham PT Harum Energy Tbk (HRUM) anjlok hingga ARB 6,99% ke Rp1.730/saham, PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT) juga terkena ARB 6,56%, dan PT ABM Investama Tbk (ABMM) turun 4,47%.
Dalam sepekan, saham-saham tersebut juga terkena tekanan jual, dengan HRUM, misalnya, ambles 17,38%.
Harga batu bara sendiri memang sedang tertekan akhir-akhir ini, kendati sepanjang tahun masih terbilang tinggi.
Selama 6-14 Juni lalu harga kontrak batu bara Newcastle Juli 2022, contohnya, merosot hingga 15,77%. Adapun, kemarin, untuk kontrak bulan Juli 2022, harga batu bara ini naik 0,41 persen menjadi USD 346,40 per ton.
Adapun, sejak awal 2022, harga batu bara masih terbang 183,70%.
Harga batu bara yang membaik didorong dengan ekonomi China, sebagai konsumen batu bara terbesar, yang ikut membaik. Mengutip Reuters, industri China tumbuh 0,7 persen secara year on year. Investasi aset tetap juga naik 6,2 persen.
Selain itu, permintaan komoditas dari India juga diperkirakan masih naik meskipun negara tersebut telah mengamankan pasokan. (ADF)