Harga Timah-Nikel Terus Turun, Tembaga Naik usai Rilis Data PMI Manufaktur AS
Kontrak berjangka (futures) timah di London Metal Exchange (LME) anjlok 2,09 persen ke level USD32.350 per ton pada perdagangan Senin (3/6).
IDXChannel - Kontrak berjangka (futures) timah di London Metal Exchange (LME) anjlok 2,09 persen ke level USD32.350 per ton pada perdagangan Senin (3/6).
Harga nikel berjangka juga tertekan 1,46 persen ke posisi USD20.063 per ton. Sebelumnya, harga nikel menguat 1,07 persen di level USD19.422 per ton pada sesi perdagangan yang sama.
Berbeda, harga tembaga berjangka di bursa LME menguat 1,03 persen di level USD10.143 per ton.
Harga timah kini meningkat USD7.627 per ton atau 30,01 persen sejak awal tahun 2024, menurut perdagangan contract for Difference (CFD) yang melacak pasar acuan komoditas ini.
Permintaan impor di China, selaku konsumen tembaga terbesar di dunia, dilaporkan tetap pada tingkat yang rendah meskipun pasokan bijih tembaga kini terbatas dan volume pengolahan yang rendah di industri besar negara tersebut.
Hal ini meningkatkan persediaan tembaga dan mendorong harga pengiriman dari gudang berikat menjadi lebih rendah dibandingkan dengan harga acuan LME. Kondisi ini menunjukkan rendahnya permintaan fisik.
Ini juga diperparah dengan data terbaru PMI Manufaktur NBS resmi China yang secara tak terduga turun menjadi 49,5 pada Mei 2024 dari 50,4 pada bulan sebelumnya.
Angka ini meleset dari perkiraan pasar yang memperkirakan ekspansi sebesar 50,5. Hal ini menandai kontraksi pertama dalam aktivitas pabrik sejak bulan Februari, karena pesanan baru kembali mengalami kontraksi (49,6 vs 51,1 pada April) sementara output tumbuh melemah (50,8 vs 52,9).
Namun, pertaruhan spekulatif terhadap tembaga membuat harga tetap naik 25 persen sepanjang tahun ini, berdasarkan peran pentingnya dalam elektrifikasi dalam penyimpanan energi skala jaringan dan infrastruktur pusat data.
Data terbaru juga meunjukkan pada Senin (3/6), PMI Manufaktur ISM AS secara tak terduga turun tipis menjadi 48,7 pada Mei 2024 dari 49,2 pada April, di bawah perkiraan sebesar 49,6.
Angka tersebut menunjukkan kontraksi lanjutan pada aktivitas manufaktur AS karena permintaan kembali melemah, output stabil, dan input tetap akomodatif.
Penurunan terlihat pada pesanan baru (45,4 vs 49,1), persediaan (47,9 vs 48,2) dan pesanan simpanan. Selain itu, produksi melambat (50,2 vs 51,3).
Di sisi lain, kebutuhan untuk peralihan energi terbarukan, mobil listrik, dan kecerdasan buatan (AI) memperkuat prospek permintaan tembaga, sehingga menyebabkan lonjakan harga logam industri menuju rekor tertinggi baru.
Melansir Euronews, (15/5), harga tembaga telah melonjak sejak awal tahun ini, naik sebesar 29 persen year-to-date (ytd). Tawaran pengambilalihan oleh BHP kepada Anglo American juga telah menarik perhatian pada sektor pertambangan tembaga.
Namun, rendahnya investasi pada pertambangan logam dasar dapat memperburuk masalah kekurangan pasokan di tahun-tahun mendatang.
Sementara China masih memainkan peran penting dalam rantai pasokan tembaga.
Katalis langsung bagi lonjakan harga ini dapat dikaitkan dengan langkah-langkah China baru-baru ini untuk menstimulasi perekonomian.
Untuk nikel, kerusuhan yang meletus di Kaledonia Baru, wilayah luar negeri yang dikuasai Prancis sebelumnya sempat mengerek harga nikel. Sebagai informasi, wilayah ini menyimpan sekitar 20-30 persen cadangan nikel dunia. Prancis sempat mengumumkan keadaan darurat minimal 12 hari pada tanggal 15 Mei lalu.
Kerusuhan politik terhadap pemasok nikel utama ersebut ditambah dengan sanksi yang dikenakan terhadap nikel dari Rusia telah mendorong harga di atas USD20.000 per ton untuk pertama kalinya sejak September 2023.
Sementara itu, pertumbuhan kendaraan listrik pada kuartal pertama yang lebih lambat dari perkiraan tetap membatasi harga nikel. Sebagai informasi, sektor kendaraan listrik menggunakan logam tersebut sebagai komponen baterai litium-ion. (ADF)