Industri Semen Tertekan, Analis Soroti Pelemahan Daya Beli hingga Realokasi Anggaran
Total penjualan semen domestik tercatat 44,61 juta ton hingga September atau turun 3,1 persen secara tahunan (year-on-year/YoY).
IDXChannel - Industri semen nasional disebut menghadapi tekanan permintaan hingga kuartal III-2025. Total penjualan semen domestik tercatat 44,61 juta ton hingga September atau turun 3,1 persen secara tahunan (year-on-year/YoY).
Research Analyst Phintraco Sekuritas, Aditya Prayoga menilai, penurunan tersebut membuat realisasi penjualan baru mencapai 69,7 persen dari estimasi permintaan tahun penuh 2025, lebih rendah dibanding rerata lima tahun terakhir.
Adiya menilai kondisi ini menjadi indikasi bahwa daya beli masyarakat dan aktivitas konstruksi belum pulih sepenuhnya. Ini ditambah adanya pergeseran anggaran pemerintah yang disebut ikut berpengaruh terhadap demand industri.
"Kinerja yang relatif lemah akibat daya beli masyarakat yang masih tertekan dan melambatnya aktivitas konstruksi," ujarnya dalam Sector Update, Rabu (22/10/2025).
Secara segmen, penjualan semen curah turun paling dalam, yakni 9,84 persen YoY menjadi 12,74 juta ton pada sembilan bulan pertama 2025. Sementara penjualan semen kantong relatif stabil di 31,86 juta ton atau hanya turun 0,11 persen YoY.
Sedangkan dari sisi geografis, pelemahan paling tajam terjadi di Jakarta dan Kalimantan yang masing-masing mencatat kontraksi 17,6 persen dan 16,8 persen (YoY).
Data Phintraco menunjukkan penurunan tersebut berkaitan dengan berkurangnya proyek besar setelah adanya penyesuaian alokasi anggaran pemerintah.
Aditya menjelaskan, perlambatan ini tidak hanya terjadi di wilayah perkotaan besar tetapi juga di sejumlah provinsi industri, seiring realisasi proyek pemerintah yang masih terbatas.
Provinsi Jawa Timur, Banten, dan Sumatra disebut masih bergerak moderat, dengan volume penjualan belum kembali ke level pra-pandemi. "Terjadi seiring lambatnya realisasi proyek pemerintah," katanya.
Menurut Phintraco, pelemahan ini sejalan dengan realignment kebijakan fiskal pemerintah yang mulai menggeser fokus dari pembangunan fisik menuju penguatan sumber daya manusia.
Aditya menilai pergeseran arah belanja negara tercermin dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029 yang menempatkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai prioritas utama.
"Perubahan orientasi belanja pemerintah ini kami nilai akan berdampak pada aktivitas konstruksi nasional, yang pada akhirnya menahan laju permintaan semen," ujar dia.
(DESI ANGRIANI)