Inflasi AS Jadi Biang Kerok Melemahnya Harga Minyak Dunia
The Fed diperkirakan semakin menemukan alasan untuk terus menggeber kebijakan bunga tingginya, sampai posisi inflasi dapat ditekan ke level normal.
IDXChannel - Harga minyak mentah dunia pada perdagangan Selasa (13/9/2022) terpantau turun lantaran tertekan oleh dua sentimen utama, yaitu posisi inflasi Amerika Serikat (AS) dan juga perkembangan kondisi pandemi COVID-19 di China.
Sebagaimana diketahui, Pemerintah China sejauh ini masih disibukkan dengan upaya mengatasi penyebaran virus melalui kebijakan zero COVID-19. Caranya adalah lewat pembatasan ketat atas seluruh kegiatan masyarakat, yang membuat aktivitas perekonomian di China bisa dianggap lumpuh total.
Kondisi ini pada akhirnya memicu merosotnya permintaan pasokan minyak sebagai bahan bakar industri. Padahal selama ini, China tercatat sebagai importir minyak terbesar dunia, sehingga sinyalemen ini membuat pelaku pasar khawatir bahwa tren menurunnya permintaan minyak dunia bakal terus berlanjut hingga beberapa waktu mendatang.
Sebagaimana dilansir Reuters, Selasa (13/9/2022) beberapa indeks harga minyak mengalami penurunan. Minyak mentah Brent turun 34 sen (0,4 persen) menjadi USD93,66 per barel. Sedangkan minyak mentah WTI turun 0,2 persen dengan harga USD87,58 per barel.
Para investor khawatir terhadap tren penurunan permintaan di China seiring kasus COVID-19 yang masih berkecamuk di Negeri Tirai Bambu.
"Penguncian COVID yang ekstensif dan pengujian massal di China membebani pasar minyak karena kekhawatiran (menurunnya) permintaan," ujar Analis di CMC Markets, Tina Teng, dalam laporan yang sama.
Selain kebijakan zero COVID-19 di China, kekhawatiran juga datang dari peluang Bank Sentral AS, Federal reserves (The Fed) yang diyakini masih akan mempertahankan kebijakan suku bunga agresif, yang diperkuat dengan indeks harga konsumen (consumer price index/CPI), di mana inflasi AS per Agustus 2022 mencapai 8,3 persen, melonjak 0,1 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Dengan lonjakan itu, The Fed diperkirakan semakin menemukan alasan untuk terus menggeber kebijakan bunga tingginya, sampai posisi inflasi dapat ditekan ke level normal.
Di Amerika Serikat sendiri, cadangan minyak strategis (SPR) turun 8,4 juta barel menjadi 434,1 juta barel dalam pekan terkahir. Ini merupakan penurunan terendah sejak Oktober 1984. Sementara stok minyak komersial AS diperkirakan turun dalam lima minggu berturut-turut, sekitar 200.000 barela dalam seminggu.
Presiden Joe Biden bulan Maret lalu merencanakan untuk melepaskan 1 juta barel per hari demi mengatasi harga bahan bakar AS yang tinggi dan menjadi pendorong inflasi. (TSA)
Penulis: Ribka Christiana