Jalan Terjal Investor Pekan Depan, Ini Analisa Pergerakan Wall Street
Investor pasar modal bursa Amerika Serikat (AS) atau Wall Street diprediksi bakal melewati jalan terjal pada pekan depan.
IDXChannel - Investor pasar modal bursa Amerika Serikat (AS) atau Wall Street diprediksi bakal melewati jalan terjal pada pekan depan. Itu sejalan dengan hadirnya tiga isu utama, kekhawatiran atas pertumbuhan yang lambat, percepatan agenda tapering Federal Reserve (the Fed), dan kebangkitan gelombang baru Covid-19 varian delta.
Kehati-hatian investor untuk masuk ke pasar modal mulai terlihat, bahkan ketika sejumlah saham unggulan AS menyentuh rekor tertingginya.
Ekonom Goldman Sachs belakangan ini menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal ketiga menjadi 5,5% dari 9%, diukur dari dampak varian delta di Negeri Paman Sam.
Kekhawatiran atas perlambatan ekonomi China dan negara maju lainnya memukul harga minyak, tembaga, dan bahan baku. Sementara Dolar AS, yang seringkali jadi tujuan investor, masih bertengger di level tertingginya terhadap sejumlah mata uang lainnya.
Bagaimana nasib investor ritel?
Investor ritel yang berjasa dalam menaikkan harga saham-saham potensial, terutama emiten teknologi hingga kripto, selama setahun terakhir tampak masih 'wait and see'.
Perusahaan pialang Robinhood, rumah bagi investor ritel untuk saham-saham receh, mengatakan pada Rabu (18/8) bahwa perdagangan penggunanya bakal melambat dalam beberapa bulan ke depan.
Analyst Strategy Verdence Capital Advicors Megan Horneman mengungkapkan saat ini bursa telah menembus fase tertingginya dan meminta untuk investor agar lebih berhati-hati.
"Kita telah melewati masa-masa reli di mana semua aset dan saham terus meningkat. Sekarang Anda harus sedikit lebih selektif," ujarnya, dilansir Reuters, Minggu (22/8/2021).
Selain perlambatan ekonomi dan penyebaran Covid, risiko the Fed yang akan mempercepat pengurangan pembelian aset (tapering) dengan kemungkinan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat menjadi 'alarm' bagi investor.
Analis BofA Global Research pada awal pekan ini mempercepat perkiraan mereka tentang jadwal tapering the Fed pada November 2021, dari perkiraan sebelumnya di Januari 2022.
Terlepas dari semua kecemasan ini, banyak investor menggunakan strategi yang memungkinkan mereka bertahan dengan saham-saham tertentu, yang juga diuntungkan oleh imbal hasil surat berharga negara.
Megan Horneman dari Verdence Capital menyebut bahwa instrumen investasi alternatif seperti reksadana dan surat berharga negara dinilai perlu agar tidak terpaku terhadap saham.
Kepala Investasi UBS Global Wealth Management Mark Haefele mengatakan pada Jumat (20/8/2021) bahwa investor harus bersiap menghadapi volatilitas harga dengan melakukan diversifikasi aset di sejumlah instrumen investasi.
Haefele memprediksi indeks S&P 500 akan menembus 5000 pada akhir pekan dengan volatilitas yang tinggi. Saat ini indeks tersebut berada di posisi 4.437,8.
Namun, Verdence Capital menyebut investor yang masih bertahan di instrumen pasar modal menjadi pendorong ketahanan pasar selama beberapa dekade.
"(Investor) kita masih punya mental untuk membeli saat harga sedang jatuh, bukan menjual saat harganya sedang kuat," ujar Horneman. (NDA)