Jejak Emiten Pertama hingga Fakta Unik BEI
PT Semen Cibinong yang kini dikenal sebagai PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) menjadi emiten pertama setelah pasar modal diaktifkan kembali pada 1977.
IDXChannel - Pasar modal Indonesia resmi diaktifkan kembali pada 10 Agustus 1977 oleh Presiden Soeharto.
Momentum bersejarah ini sekaligus menandai pencatatan perdana PT Semen Cibinong di Bursa Efek Jakarta, menjadikannya emiten pertama setelah pasar modal vakum selama dua dekade.
Kini perusahaan tersebut dikenal sebagai PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB). Berdasarkan catatan perseroan, SMCB merupakan perusahaan terbuka yang 83,52 sahamnya dimiliki PT Semen Indonesia Industri Bangunan (SIIB), anak usaha PT Semen Indonesia (Persero) Tbk atau SIG.
Perusahaan ini menjalankan bisnis terintegrasi meliputi produksi semen, beton siap pakai, agregat, serta layanan pengelolaan limbah.
Operasinya mencakup empat pabrik besar di Narogong (Jawa Barat), Cilacap (Jawa Tengah), Tuban (Jawa Timur), dan Lhoknga (Aceh) dengan kapasitas produksi total 14,8 juta ton semen per tahun, serta mempekerjakan lebih dari 2.400 karyawan.
Pada debutnya di 1977, Semen Cibinong melepas 178.750 saham ke publik. Perjalanan korporasi ini kemudian diwarnai berbagai aksi korporasi dan perubahan kepemilikan.
Pada 1998, perusahaan diakuisisi penuh oleh Grup Tirta Mas. Tiga tahun kemudian, Semen Cibinong melakukan rights issue non-HMETD dengan menerbitkan 6,51 juta saham baru.
Pada 2001, Holcim Participation (Mauritius) Ltd mencaplok 77,33 persen saham perseroan. Selanjutnya, kepemilikan tersebut dialihkan ke Holdervin BV pada 2005.
Kemudian di awal 2006, nama perusahaan berganti menjadi Holcim Indonesia. Perubahan besar kembali terjadi pada 2019, ketika PT Semen Indonesia (Persero) Tbk melalui SIIB mengakuisisi 80,65 persen saham Holcim Indonesia, yang kemudian berganti nama menjadi PT Solusi Bangun Indonesia Tbk.
Aksi korporasi berlanjut pada 2022, di mana SIG memperkuat pengendaliannya dengan memiliki 83,52 persen saham SMCB setara 7,53 miliar saham senilai Rp10,99 triliun. Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari restrukturisasi untuk memperkuat tata kelola grup, khususnya di lini bisnis semen.
Meski peringatan resmi hari ulang tahun pasar modal jatuh setiap 10 Agustus mengacu pada pengaktifan kembali tahun 1977, sejatinya bursa efek telah hadir di Indonesia sejak era kolonial Belanda.
Bursa efek pertama berdiri di Batavia pada 1912 dengan nama Vereniging voor de Effectenhandel, cabang dari Bursa Efek Amsterdam (Amsterdamse Effectenbeurs) dengan efek yang diperdagangkan berupa saham dan obligasi perusahaan-perusahaan Belanda yang beroperasi di tanah Hindia.
Berdasarkan buku Effectengids terbitan 1939, pasar modal di Batavia menjadi yang tertua keempat di Asia setelah Bombay, Hong Kong, dan Tokyo. Perkembangannya yang pesat mendorong pembukaan bursa efek di Surabaya dan Semarang pada 1925. Namun, aktivitas tersebut terhenti akibat gejolak ekonomi dan politik dari Perang Dunia I dan II.
Bursa di Jakarta, Semarang, dan Surabaya sempat dibuka kembali hingga 1942, tetapi kembali terhenti pada 1956 karena program nasionalisasi. Baru pada 10 Agustus 1977, Presiden Soeharto meresmikan kembali pasar modal melalui pembukaan Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Milestone penting pasar modal 1977–sekarang
- 1977 - Bursa Efek Jakarta diresmikan kembali, hanya dengan satu emiten perdana: PT Semen Cibinong Tbk
- 1989 - Pengenalan sistem perdagangan lelang berjangka untuk meningkatkan efisiensi transaksi
- 1992 - Swastanisasi BEJ di bawah pengelolaan PT Bursa Efek Jakarta, memisahkan pengelolaan dari pemerintah.
- 1995 - BEJ mulai menerapkan Jakarta Automated Trading System (JATS), mengakhiri sistem teriak (open outcry) di lantai bursa
- 2000 - BEJ memperkenalkan perdagangan tanpa warkat (scripless trading) demi mempercepat proses penyelesaian transaksi
- 2007 - Merger Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI), menyatukan pasar modal Indonesia di satu atap
- 2012 - Kapitalisasi pasar BEI untuk pertama kalinya menembus Rp4.000 triliun
- 2017 - BEI mencatat rekor jumlah investor ritel baru, melonjak signifikan berkat online trading dan kampanye literasi keuangan
- 2020 - Saat pandemi Covid-19, terjadi lonjakan investor ritel, terutama milenial, yang memanfaatkan volatilitas pasar
- 2022 - Kapitalisasi pasar BEI menembus Rp9.500 triliun, mencetak rekor tertinggi saat itu
- 2024 - IHSG mencatat rekor all-time high di atas 7.400, menandai optimisme baru pasar modal
- Hanya satu emiten yang tercatat pada pembukaan kembali 1977, sementara kini jumlahnya sudah lebih dari 900 perusahaan tercatat.
- Lantai bursa di BEI yang dahulu riuh oleh teriakan broker kini sepenuhnya digital, bahkan investor bisa bertransaksi hanya lewat ponsel.
- Indonesia termasuk negara dengan pertumbuhan jumlah investor ritel tercepat di Asia Tenggara dalam lima tahun terakhir.
(DESI ANGRIANI)