MARKET NEWS

Jelang Penghujung 2022, Intip Deretan Saham Mid Cap Paling Moncer

Melati Kristina - Riset 12/12/2022 06:30 WIB

Saham mid cap punya kinerja hingga potensi menarik yang bisa jadi pilihan investor menjelang penghujung 2022.

Jelang Penghujung 2022, Intip Deretan Saham Mid Cap Paling Moncer. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Saham dengan kapitalisasi pasar menengah atau mid caps punya kinerja hingga prospek menarik yang dapat menjadi saham pilihan para investor menjelang akhir tahun.

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), saham mid caps tergabung dalam sejumlah indeks seperti IDXSMC-LIQUID dan IDXSMC-COMPOSITE dengan kapitalisasi pasar (market cap) berkisar di Rp20 triliun hingga Rp60 triliun.

Dalam indeks tersebut, setidaknya terdapat sekitar 13 emiten yang punya market cap menengah. Adapun emiten-emiten tersebut terdiri dari berbagai sektor.

Salah satunya yaitu sektor batu bara, yang meliputi PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BMRS), dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA).

Selain itu, di sektor semen terdapat PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) dan PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk (INTP).

Selain sektor yang disebutkan di atas, contoh lainnya yaitu emiten sektor kesehatan seperti PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) hingga emiten industri kertas yaitu PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP).

Dalam indeks tersebut, emiten dengan market cap terbesar yaitu perusahaan batu bara milik Grup Bakrie, BUMI yang mencapai Rp62,38 triliun.

Emiten lainnya yang punya market cap terbesar selanjutnya yaitu INKP, yaitu mencapai Rp49,79 triliun.

Di lain pihak, emiten mid caps yang market capnya berada di kisaran Rp20 triliun yaitu emiten telco PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan emiten batu bara BRMS.

Menurut data BEI, market cap EXCL sebesar Rp23,68 triliun sedangkan market cap BRMS mencapai Rp23,68 triliun.

Selain itu, emiten tekno seperti PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) juga masuk dalam kategori mid caps dengan market cap sebesar Rp27,21 triliun. (Lihat tabel di bawah ini).

Kinerja Saham hingga Keuangan Moncer

Meskipun kapitalisasi pasarnya masih tergolong menengah, sejumlah emiten-emiten mid caps di atas punya kinerja saham hingga keuangan yang moncer.

BUMI misalnya, yang mencatatkan kinerja keuangan hingga saham yang paling unggul di antara emiten mid caps lainnya.

Melansir data BEI per Kamis (8/12), kinerja saham BUMI secara year to date (YTD) melesat hingga 158,21 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Selain itu, keuangan BUMI juga meroket di periode 9 bulan 2022. Adapun menurut laporan keuangan emiten, BUMI mencatatkan pendapatan bersih yang melesat 109,37 persen secara tahunan (year on year/yoy) sebesar USD1,39 miliar atau setara dengan Rp21,27 triliun dengan asumsi kurs Rp15.247/USD hingga kuartal III tahun ini.

Di samping itu, laba bersih BUMI juga meroket hingga 473,77 persen secara yoy di periode ini. Adapun laba bersih yang dibukukan hingga kuartal III-2022 mencapai USD365,49 juta atau senilai Rp5,57 triliun.

Meroketnya laba bersih BUMI ditopang oleh melesatnya berbagai segmen pendapatan bersih perusahaan. Penjualan batu bara pihak ketiga dari segmen ekspor dan lokal masing-masing melesat hingga 120,26 persen dan 101,20 persen secara yoy.

Adapun penjualan batu bara pihak ketiga dari segmen ekspor menyumbang USD724,45 juta (Rp11,05 triliun). Sedangkan penjualan batu bara pihak ketiga dari segmen lokal berkontribusi sebesar USD662,03 juta (Rp10,09 triliun).

Selain dari penjualan batu bara, BUMI juga memperoleh pendapatan dari penjualan emas. Adapun penjualan emas pihak ketiga dari segmen lokal menyumbang USD7,22 juta (Rp110,08 miliar) terhadap pendapatan BUMI. Pendapatan dari segmen ini juga melesat 28,12 persen secara yoy.

Menyusul BUMI, saham mid caps dari sektor batu bara juga mencatatkan pertumbuhan paling baik di antara emiten dari sektor lainnya. Ini karena harga komoditas yang meroket sepanjang tahun 2022, dampaknya kinerja emiten di industri tersebut menuai berkah ‘boom’ batu bara di periode ini.

Informasi saja, harga batu bara melonjak hingga 145,65 persen secara YTD. Melansir data Barchart, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Desember 2022 per Kamis (9/12) mencapai USD395,50/ton.

Adapun saham mid caps emiten batu bara yang terkerek berkat naiknya harga komoditas, yaitu ITMG dan PTBA yang sahamnya masing-masing melesat 99,26 persen dan 36,53 persen secara YTD.

Selain mencatatkan saham yang terkerek, kinerja keuangan emiten mid caps sektor batu bara juga melesat sepanjang 9 bulan 2022. (Lihat tabel di bawah ini.)

Menurut laporan keuangan emiten, pendapatan bersih ITMG melesat hingga 97,71 persen menjadi USD2,62 miliar atau Rp39,89 triliun di periode ini. Sedangkan laba bersih yang dibukukan mencapai USD893,81 juta (Rp13,63 triliun) atau melesat hingga 229,21 persen.

Emiten batu bara lainnya, yakni PTBA juga memperoleh laba bersih yang melesat hingga 109,76 persen menjadi Rp10 triliun. Sementara pendapatan bersih yang dibukukan mencapai Rp31,07 triliun atau melambung hingga 60,31 persen secara yoy.

Selain dari emiten mid caps sektor batu bara, emiten sektor lainnya di segmen ini juga mencatatkan kinerja saham positif sepanjang 2022.

Melansir data BEI pada Kamis (8/12), saham emiten energi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) melesat hingga 34,55 persen secara YTD. Sedangkan saham INKP juga naik hingga 18,21 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Senada dengan sahamnya yang naik, kinerja keuangan dari emiten-emiten di atas juga turut bertumbuh selama 9 bulan 2022.

Adapun pendapatan bersih INKP bertumbuh hingga 19,60 persen menjadi USD2,99 miliar atau setara Rp45,71 triliun. Sementara laba bersih INKP juga melambung hingga 65,58 persen menjadi USD647,19 juta atau setara Rp9,87 triliun.

Sedangkan pendapatan bersih dan laba bersih PGAS juga masing-masing naik sebesar 17,18 persen dan 8,49 persen secara yoy.

Sebagaimana disebutkan dalam laporan keuangan emiten, pendapatan bersih PGAS di 9 bulan 2022 mencapai USD2,64 miliar (Rp40,27 triliun). Sedangkan laba bersih emiten juga tumbuh menjadi USD310,52 juta (Rp4,73 triliun).

Potensi Emiten Mid Caps di Tahun 2023

Emiten mid caps terutama sektor batu bara masih potensial di tahun 2023. Menurut riset yang dipublikasikan BRI Danareksa Sekuritas pada Kamis (1/12) bertajuk “Coal Mining Still Attractive”, harga batu bara kembali terdongkrak berkat musim dingin dan persediaan yang rendah di China.

“Kami percaya bahwa harga batu bara juga akan didorong oleh peralihan bahan baku ke batu bara dari LNG karena cuaca dingin menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan LNG sehingga beralih ke batu bara,” tulis riset tersebut.

Riset tersebut juga menyebutkan, pelonggaran lock down di China yang semakin meluas dapat berdampak bagi harga dan permintaan batu bara kedepannya.

“Dengan latar belakang ini, kami perkirakan harga batu bara akan solid di tahun 2023, menjadi USD200/ton dari perkiraan kami sebelumnya, yaitu USD170/ton,” tulis riset BRI Danareksa Sekuritas.

Sejalan dengan potensi tersebut, BRI Danareksa Sekuritas masih memberikan rating overweight bagi industri batu bara.

Berbeda dengan BRI Danareksa Sekuritas, riset Mirae Asset Sekuritas bertajuk Coal 2023F Outlook: Turning cold”, yang dirilis pada Senin (5/12), menurukan ratingnya dari overweight menjadi netral.

Menurut Mirae Asset Sekuritas, harga batu bara pada 2023 diproyeksikan akan turun didorong oleh produksi batu bara domestik yang lebih tinggi di China dan India hingga tren energi terbarukan yang berpotensi menyebabkan turunnya permintaan batu bara.

“Oleh karena itu, kami perkirakan harga batu bara global akan berada pada USD280 per ton atau terkotraksi hingga 12,5% yoy di tahun 2023 mendatang,” tulis Mirae Asset Sekuritas.

Riset tersebut menyebutkan, turunnya harga komoditas di tahun depan juga dapat berpotensi melemahkan kinerja saham emiten di sektor ini.

Di sisi lain, normalisasi harga batu bara global di tahun 2023 justru menguntungkan industri semen, termasuk emiten mid caps di sektor ini seperti SMGR hingga INTP.

Melansir riset Mirae Asset Sekuritas yang dirilis pada Kamis (1/12) bertajuk “Cement: Maintaining Bullish Sector Stance: Encouraging 23F Outlook Ahead”, penurunan harga batu bara ICE Newcastle sebesar 29 persen dari puncaknya di tahun ini akan menurunkan biaya bahan bakar dan energi dalam produksi semen.

Dengan demikian, Mirae Asset Sekuritas memberikan rating overweight pada industri ini dengan pertimbangan katalis positif dari penurunan harga batu bara dan pemulihan struktural industri semen dalam jangka panjang.

Sedangkan Mirae Asset juga memilih SMGR sebagai pilihan utama karena portofolio perusahaan yang beragam dengan kapasitas produksi dan pangsa pasar terbesar di Indonesia.

“Kemampuan SMGR dalam mengamankan konsumsi batu bara 100 persen di tahun ini di harga Domestik Market Obligation (DMO) di tengah naiknya kenaikan harga komoditas juga menjadi pertimbangan kami,” tulis riset tersebut.

Di samping itu, rencana SMGR dalam mengakuisisi PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dapat memperkuat posisi perusahaan di pasar Sumatera.

Senada dengan riset Mirae Asset Sekuritas, riset UOB KayHian bertajuk “Regional Morning Notes” yang dirilis pada Senin (5/12) menyebutkan, integrasi SMGR dan SMBR bisa memperkuat posisi SMGR.

Sedangkan kompetitornya, INTP juga memiliki prospek menarik di tahun mendatang.

Menurut riset UOB KayHian berjudul “Sector Update: Cement-Indonesia” yang dirilis pada Rabu (5/10),  INTP akan semakin berkembang seiring ekspansi emiten untuk menembus pasar Indonesia Timur melalui  pabrik semen di Maros, Sulawesi Selatan dari Semen Bosowa Maros (SBM).

Selain itu, pengoperasian pabrik penggilingan di Banyuwangi dapat memperkuat posisi perusahaan dalam menembus pasar Jawa Timur dan Bali.

Melihat berbagai potensi di atas, saham emiten mid caps bisa menjadi pilihan bagi investor karena selain mencatatkan kinerja saham hingga keuangan yang melesat sepanjang 2022, saham dari segmen ini juga punya prospek menarik di tahun mendatang.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

SHARE