MARKET NEWS

Jelang Pertemuan The Fed, Rupiah Ditutup Melemah Tipis ke Rp16.294 per USD

Anggie Ariesta 12/06/2024 15:41 WIB

Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah tipis tiga poin atau 0,02 persen ke level Rp16.294 setelah sebelumnya di Rp16.291 per USD.

Jelang Pertemuan The Fed, Rupiah Ditutup Melemah Tipis ke Rp16.294 per USD. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah tipis tiga poin atau 0,02 persen ke level Rp16.294 setelah sebelumnya di Rp16.291 per USD. Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah sempat dibuka pada level Rp16.296 per USD.

Pengamat Pasar Uang Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS stabil di dekat level tertinggi satu bulan terakhir pada hari ini, setelah rebound dalam beberapa sesi terakhir untuk mengantisipasi isyarat pertemuan bank sentral Amerika.

"The Fed akan mengadakan pertemuan dua hari pada hari Rabu dan diperkirakan tidak akan mengubah suku bunganya. Namun setiap sinyal mengenai keputusan suku bunga di masa depan akan diawasi dengan ketat, terutama di tengah maraknya spekulasi mengenai potensi penurunan suku bunga pada bulan September," kata Ibrahim dalam risetnya, Jakarta, Rabu (12/6/2024).

Para pelaku pasar juga mewaspadai kemungkinan sikap hawkish dari The Fed, di tengah tingginya inflasi dan kuatnya pasar tenaga kerja. Sebelum pertemuan Fed, data indeks harga konsumen juga akan dirilis pada hari Rabu, dan diperkirakan menunjukkan inflasi tetap stabil di Mei.

Menurut Ibrahim, tren seperti ini memberi The Fed lebih banyak dorongan untuk mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama.

Data inflasi China yang beragam juga menimbulkan beberapa kekhawatiran terhadap pemulihan ekonomi di negara tersebut. Meskipun inflasi indeks harga produsen menyusut pada laju paling lambat dalam 15 bulan pada Mei, inflasi indeks harga konsumen tumbuh kurang dari perkiraan, hampir tidak berada di luar wilayah kontraksi.

"Angka tersebut menunjukkan bahwa belanja konsumen yang merupakan pendorong utama perekonomian China masih lemah, bahkan ketika aktivitas pabrik meningkat," ujarnya.

Dari sentimen domestik, kata Ibrahim, ekonom menyambut baik pernyataan Bank Dunia yang kembali menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun ini karena ekspansi AS yang kuat, sembari memperingatkan bahwa perubahan iklim, perang, dan utang yang tinggi akan merugikan negara-negara miskin yang menjadi tempat tinggal sebagian besar penduduk dunia.

Bank Dunia menaikkan proyeksinya menjadi 2,6 persen dari perkiraan 2,4 persen di Januari akan menjadi akhir dari setengah dekade terburuk dalam pertumbuhan perdagangan sejak tahun 1990-an. Proyeksi naiknya pertumbuhan ekonomi global akan berdampak positif terhadap perekonomian asia tenggara, terutama Indonesia yang digadang-gadang baik oleh pemerintah ataupun Bank Indonesia berada di kisaran 5,11 persen secara tahunan.

Dia menerangkan, sebagian besar peningkatan ini berasal dari Bank Dunia yang menaikkan proyeksi pertumbuhan AS menjadi 2,5 persen dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,6 persen. Sedangkan tingkat inflasi global diperkirakan akan turun menjadi 3,5 persen tahun ini dan 2,9 persen pada tahun 2025, tetapi turun lebih lambat dari yang diproyeksikan pada Januari.

"Meskipun pertumbuhan perdagangan akan meningkat sedikit tahun ini dari kemandekan tahun lalu, Bank Dunia memperkirakan bahwa tahun 2024 akan menjadi akhir dari setengah dekade terburuk dalam pertumbuhan perdagangan sejak tahun 1990-an," kata dia.

Berdasarkan data di atas, mata uang Rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup menguat di rentang Rp16.250-Rp16.320.

(YNA)

SHARE