MARKET NEWS

Jelang Pertemuan Trump-Xi Jinping, Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.608 per USD

Anggie Ariesta 28/10/2025 15:52 WIB

Salah satu sentimen penguatan rupiah karena pasar didukung oleh prospek kesepakatan perdagangan antara AS dan China.

Jelang Pertemuan Trump-Xi Jinping, Rupiah Ditutup Menguat ke Rp16.608 per USD. Foto: iNews Media Group.

IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (USD) ditutup menguat pada akhir perdagangan Selasa (28/10/2025). Rupiah naik 13 poin atau sekitar 0,08 persen ke level Rp16.608 per USD.

Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, mengatakan salah satu sentimen penguatan rupiah karena pasar didukung oleh prospek kesepakatan perdagangan antara AS dan China, dengan Presiden Donald Trump dan Presiden Xi Jinping dijadwalkan bertemu pada Kamis di Korea Selatan.

"Beijing berharap Washington dapat mencapai kesepakatan di tengah jalan untuk mempersiapkan interaksi tingkat tinggi antara kedua negara, Menteri Luar Negeri Wang Yi menyampaikan hal ini kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio melalui panggilan telepon pada hari Senin," tulis Ibrahim dalam risetnya.

Di sisi lain, Trump memberlakukan sanksi terkait Ukraina terhadap Rusia untuk pertama kalinya dalam masa jabatan keduanya, yang menargetkan perusahaan minyak Lukoil dan Rosneft.

Menyusul sanksi tersebut, produsen minyak terbesar kedua Rusia, Lukoil, mengatakan pada Senin bahwa mereka akan menjual aset internasionalnya. Ini adalah tindakan paling berpengaruh sejauh ini yang dilakukan oleh perusahaan Rusia setelah sanksi Barat atas perang Rusia di Ukraina, yang dimulai pada Februari 2022.

Sentimen lain, meningkatnya keyakinan Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga setidaknya 25 basis poin pada akhir pertemuan pada Rabu. Spekulasi penurunan suku bunga diperkuat data inflasi konsumen yang lemah dari minggu lalu, yang menunjukkan inflasi sedikit menurun pada bulan September.

Ketidakpastian yang lebih luas atas ekonomi AS, terutama pasar tenaga kerja yang mendingin dan penutupan pemerintah yang sedang berlangsung juga diperkirakan mendorong pelonggaran lebih lanjut oleh The Fed.

Dari sentimen domestik, Kementerian Keuangan memaparkan strategi utama pemerintah untuk mengelola rasio utang yang mencapai sekitar Rp9.000 triliun. 

Strategi tersebut berfokus pada efisiensi belanja anggaran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk menekan defisit dan menaikkan rasio penerimaan pajak terhadap Produk Domestik Bruto (tax-to-GDP ratio).

Total utang pemerintah pusat per akhir Juni 2025 adalah Rp9.138,05 triliun, yang terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp7.980,87 triliun dan pinjaman senilai Rp1.157,18 triliun. Angka ini merupakan rasio sebesar 39,86 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Oleh karena itu, pentingnya pengeluaran pemerintah yang optimal agar berdampak maksimal pada perekonomian. Strategi yang pertama adalah anggarannya dibelanjakan, tepat sasaran, tepat waktu, gak ada kebocoran, optimalkan dampak anggaran ke perekonomian.

Dengan efektivitas belanja ini, pertumbuhan ekonomi akan lebih cepat, didukung oleh perbaikan di sektor penerimaan (pajak dan bea cukai) dan pertumbuhan sektor riil yang kuat. Dan pada gilirannya akan meningkatkan penerimaan pajak.

Berdasarkan analisis tersebut, Ibrahim memprediksi mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif pada perdagangan selanjutnya dan berpotensi ditutup melemah dalam rentang Rp16.600-Rp16.630 per USD.

(NIA DEVIYANA)

SHARE