Jelang Rilis iPhone 15, Saham Apple Naik tapi Ada Risiko Kehilangan Rp1.135 T
Saham Apple Inc (AAPL) menguat pada penutupan perdagangan Senin (11/9/2023) jelang rilis iPhone 15 yang dijadwalkan pada hari ini, Selasa (12/9).
IDXChannel - Saham Apple Inc (AAPL) menguat pada penutupan perdagangan Senin (11/9/2023) jelang rilis iPhone 15 yang dijadwalkan pada hari ini, Selasa (12/9).
Saham AAPL menguat tipis 0,66 persen di bursa Wall Street. Secara year to date (YTD), saham AAPL telah menguat 43,41 persen sepanjang tahun ini. (Lihat grafik di bawah ini.)
Diketahui, Apple akan meluncurkan smartphone terbaru iPhone 15 dalam acara bertajuk "Wonderlust" yang digelar nanti malam, Rabu (13/9/2022) pukul 00.00 WIB.
Apple akan menghadirkan tiga model iPhone 15 yang terdiri dari model reguler, Pro, dan Pro Max. Ketiganya akan membawa desain yang lebih tipis dari pendahulunya.
Desas-desus mengungkap, jajaran iPhone 15 kemungkinan datang dengan port USB-C, bukan lagi lightning. Ini tak lepas dari peraturan Uni Eropa yang mendorong penggunaan USB-C untuk semua perangkat smartphone.
Tak hanya itu, APPL telah menandatangani kontrak baru dengan Qualcomm (QCOM) pada Senin (11/9) bahwa perusahaan ini akan mengamankan pasokan chip baru untuk Apple.
Kemitraan ini menetapkan Qualcomm akan menyediakan sistem chip Modem‑RF Snapdragon 5G untuk ponsel pintar Apple yang diluncurkan dari tahun 2024 hingga 2026.
Saham Qualcomm melonjak 3,9 persen pada penutupan perdagangan Senin.
Setelah beberapa tahun mencoba untuk mengembangkan chip milik mereka sendiri, Apple nyatanya tidak siap untuk melakukannya sendiri. Terlihat dari kesepakatan yang telah dibuat dengan QCOM.
Meski tengah melakukan kesepakatan baru, AAPL tengah menghadapi tantangan dari China seiring dengan meningkatnya tensi antara Beijing dan Washington.
The Wall Street Journal melaporkan pekan lalu bahwa pemerintah China telah memerintahkan pejabat di lembaga pemerintah pusat untuk berhenti menggunakan iPhone untuk bekerja dan berhenti membawa perangkat tersebut ke kantor.
Meskipun dampak langsung terhadap penjualan Apple kemungkinan kecil, dampak larangan ini dapat berdampak besar dan membahayakan sebagian besar pendapatan Apple yang berasal dari negeri Tirai Bambu.
Risiko Berkurangnya Pendapatan dari China
Pembatasan penggunaan produk Apple di China tidak terlepas dari adanya ketegangan antara Amerika Serikat dan negeri Tirai Bambu.
Diketahui AS sebelumnya memberlakukan serangkaian sanksi terhadap China dan membatasi akses terhadap teknologi semikonduktor. Tak hanya semikonduktor, kini teknologi kecerdasan buatan (AI) menjadi objek pembatasan selanjutnya.
Hal ini juga berdampak pada ekspor chip NVIDIA yang tahun ini tampil sebagai pemimpin pasar akselerator AI juga menghadapi pembatasan chip apa yang dapat dijual di China.
China juga telah mengambil beberapa langkah pembalasan. Seperti pada bulan Mei, China melarang operator infrastruktur informasi penting menggunakan chip memori buatan Micron karena masalah keamanan siber.
Langkah untuk membatasi penggunaan iPhone di fasilitas pemerintah pusat China tampaknya merupakan bentuk balasan yang sama.
Selain itu, China juga terlihat melakukan upaya serius untuk mengurangi ketergantungannya pada teknologi asing.
Meskipun kecil kemungkinannya untuk sepenuhnya melarang penjualan iPhone, mereka dapat menggunakan larangan ini untuk mendorong konsumen dan dunia usaha mencari alternatif dalam negeri.
Apple menghasilkan pendapatan USD74 miliar atau setara Rp1.135 triliun (Kurs Rp 15.338 per USD) dari China pada tahun fiskal 2022, sekitar 19 persen dari total pendapatan perusahaan.
Micron awalnya memperkirakan dampak yang kecil terhadap total pendapatannya dari sikap larangan China. Namun, China menyumbang sekitar seperempat dari total pendapatan Micron.
Micron mengungkapkan bahwa pelanggan Micron di China, termasuk OEM seluler, mengancam sekitar setengah dari pendapatannya di China dan menghasilkan persentase dua digit yang rendah dari keseluruhan pendapatan.
Inilah masalah yang kini dihadapi Apple. Risikonya adalah orang-orang yang tidak terpengaruh oleh larangan tersebut akhirnya juga meninggalkan produk Apple, baik karena tekanan atau sekadar membaca keadaan. Meski larangan menggunakan iPhone yang hanya terbatas pada karyawan pemerintah China dampaknya terhadap pendapatan Apple akan minimal. (ADF)