Jelang Rilis Kinerja Semester I-2024, Saham BBNI Masuk dalam Rekomendasi Beli
saham BBNI masih berpotensi menembus level Rp5.700 per saham, bahkan memiliki cukup ruang untuk mencapai level psikologis Rp6.000 per saham.
IDXChannel – Dalam sebulan terakhir, harga saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) terpantau telah melonjak hingga 7,7 persen, dengan porsi kenaikan 5,5 persen di sepanjang Juli, mencapai level Rp5.025 per saham.
Di sepanjang periode tersebut, saham-saham Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) IV lain juga terpantau mengalami tren peningkatan serupa, meski dengan porsi yang lebih landai.
Secara rata-rata, kenaikan saham bank KBMI IV di sepanjang Periode Juli 2024 hanya sekitar 3,7 persen. Dengan demikian, porsi kenaikan saham BBNI memimpin dalam daftar saham bullish dalam kurun waktu tersebut.
Dengan catatan kinerja mengesankan dan prospek pertumbuhan yang cukup potensial tersebut, sejumlah analis menilai bahwa saham BBNI masih menarik untuk dikoleksi, dan masuk dalam rekomendasi beli.
Para analis memproyeksikan bahwa saham BBNI masih berpotensi menembus level Rp5.700 per saham, bahkan memiliki cukup ruang untuk mencapai level psikologis Rp6.000 per saham.
Misalnya saja Analis RHB Sekuritas, David Chong, yang dalam risetnya merekomendasikan BUY terhadap BBNI dengan TP Rp5.730 per saham.
Potensi kenaikan harga diperkirakan mencapai 26 persen dengan dividen yield sebesar enam persen. Profit After Tax & Minority Interest (PATMI) BBNI diproyeksikan tumbuh antara 4-7 persen pada periode 2024-2025.
David menyebutkan, rekomendasi BUY ini didasarkan pada valuasi saham BBNI. Meski ada risiko penurunan jika Net Interest Margin (NIM) tetap lemah, rasio Price to Book Value (P/BV) saat ini mendekati rata-rata, yang dapat memberikan dukungan terhadap harga saham.
Senada dengan David, Analis Binaartha Sekuritas, Achmadi Hangradhika, juga memasukkan saham BBNI dalam daftar rekomendasi BUY. Dalam risetnya, Achmadi memproyeksikan laba bersih BBNI akan melonjak 11,51 persen secara tahunan (year on year/YoY) menjadi Rp23,32 triliun.
Kekuatan BBNI juga terlihat dari penyaluran kredit yang kuat, yang didorong oleh segmen korporasi. Pertumbuhan kredit pada kuartal I-2024 hampir mencapai dua digit, yaitu 9,59 persen.
Ekspansi kredit ini didukung oleh segmen korporasi yang tumbuh 18,08 persen, menutupi kekurangan di segmen lainnya. Secara konsolidasi, kredit BBNI diperkirakan akan tumbuh 6,15 persen (YoY).
Binaartha Sekuritas merekomendasikan BUY dengan target harga Rp5.925 per saham, yang menyiratkan PBV kelipatan 1,3x dan potensi kenaikan 27 persen.
Sementara, Analis Samuel Sekuritas, Prasetya Gunadi dan Brandon Boedhiman, dalam risetnya merekomendasikan BUY dengan target harga Rp6.045 per saham.
Mereka menilai saham BBNI masih memiliki potensi positif seiring dengan ekspansi kredit yang solid, dengan pertumbuhan 12,6 persen pada Mei 2024. BBNI juga mampu mencatatkan loan yield sebesar 6,7 persen, dibandingkan dengan 6,5 persen pada April 2024.
Hal ini membuka peluang untuk peningkatan Net Interest Margin (NIM) menjadi sekitar 3,9 persen pada Mei 2024, dengan cost of credit sebesar 0,7 persen.
Manajemen BBNI berencana untuk meningkatkan kredit pada segmen korporasi dan UMKM, yang diharapkan dapat mengimbangi potensi penurunan NIM di masa depan.
Di lain pihak, Riset Bloomberg Intelligence juga menyebutkan bahwa pertumbuhan laba BBNI akan didorong oleh kuatnya penyaluran kredit perusahaan yang tumbuh 13 persen (YoY) pada Mei 2024.
Penyaluran kredit BBNI didominasi oleh segmen korporasi, sejalan dengan agenda strategis perusahaan.
Meski ada kewaspadaan terhadap potensi kredit macet setelah berakhirnya restrukturisasi kredit dari regulator pada Juni 2024, BBNI diperkirakan akan mencatatkan pertumbuhan laba yang sehat tahun ini.
Tantangan dari cost of credits yang tinggi mungkin membatasi perolehan NIM dan pendapatan bunga bersih, namun penyesuaian harga pinjaman dan perubahan bauran aset yang menguntungkan dapat memulihkan kinerja pada kuartal-kuartal mendatang.
Momentum pertumbuhan pinjaman diharapkan dapat terus berlanjut, didukung oleh kuatnya permintaan pinjaman dari nasabah korporasi swasta.
(Taufan Sukma)