MARKET NEWS

Ketika Investor Panik saat Pandemi dan Berbaliknya IHSG

Yulistyo Pratomo 07/08/2023 10:04 WIB

Massifnya penyebaran virus Corona yang kemudian dikenal sebagai Covid-19 menjadi pukulan bagi ekonomi global. Tak terkecuali di Indonesia.

Ketika Investor Panik saat Pandemi dan Berbaliknya IHSG. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Massifnya penyebaran virus Corona yang kemudian dikenal sebagai Covid-19 menjadi pukulan bagi ekonomi global. Tak terkecuali di Indonesia, pada akhirnya Presiden Joko Widodo memutuskan untuk menaikkan status menjadi pandemi dan menginstruksikan warga untuk bekerja dari rumah.

Berdasarkan penelusuran IDX Channel, tanda-tanda penurunan sudah terjadi sejak awal tahun, tepatnya 17 Januari 2020. Saat itu, IHSG masih berteger di level 6.291,66. Sejak itu, IHSG terus mengalami pelemahan yang cukup signifikan.

Dalam rentang satu bulan sejak itu, IHSG sudah mengalami pelemahan hingga 13,33 persen, yang berarti sudah memangkas sebanyak 838,96 poin, dan berakhir di level 5.452,70 pada 28 Februari 2020 lalu.

Pekan selanjutnya, IHSG sempat memberikan secercah harapan untuk dengan bergerak menuju level 5.498,54, sayangnya hal itu tidak bertahan lama. Terungkapnya kasus pertama Covid-19 di Indonesia hingga akhirnya pemerintah mengunmumkan status pandemi membuah IHSG tak kuasa menahan sentimen yang begitu berat.

Keluarnya investor asing yang menjadi penopang IHSG membuat indeks tidak bertenaga dalam menghadapi banyak tekanan. Ditambah lagi, penjualan besar-besaran yang diakibatkan kepanikan dari banyak investor, termasuk ritel.

Tekanan-tekanan tersebut akhirnya membuat IHSG terus terjatuh, hingga berakhir di level 4.194,94 pada 20 Maret 2020 lalu. Posisi ini merupakan yang terendah sejak tujuh tahun terakhir, tepatnya 6 November 2013, saat itu indeks ditutup pada level 4.072,35.

Otoritas pengaturan dan pengawasan sektor keuangan, seperti yang diunggah pada laman Bank Indonesia pada Jumat (14/10/2022) lalu, menyebut pandemi COVID-19 memberikan pukulan berat, termasuk terhadap  Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Pada awal 2020 hingga 20 Maret 2020 alias tiga bulan, IHSG mengalami koreksi sangat dalam dari level 6.300 menjadi 3.900.

Volume transaksi juga mengalami dampak yang sangat berat. Jika pada 2019, volume transaksi mencapai 36.534.971.048, namun pada 2020 turun menjadi 27.495.947.445.

Ini mencerminkan sebagian besar perilaku investor wait and see. Investor khawatir atas kondisi pasar di masa mendatang.

Kepanikan investor kembali terjadi dengan munculnya berbagai mutasi dari COVID-19, seperti Delta yang ditemukan pada pertengahan 2021, lalu Omicron pada akhir tahun 2021 hingga awal 2022.

Pulihnya IHSG

Meski begitu, pemerintah tidak tinggal diam. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyiapkan sejumlah stimulus ekonomi guna menekan koreksi terhadap IHSG yang kian dalam, termasuk untuk rupiah.

Mulai dari relaksasi perpajakan, mulai dari pajak penghasilan hingga restitusi pajak pertambahan nilai. Beberapa kemudahan berbisnis juga disiapkan untuk mempermudah masyarakat yang mulai bekerja dari rumah sejak masa pandemi dimulai.

Sebaliknya, di dibalik melemahnya kinerja pasar ada emiten farmasi dan rumah
sakit yang mulai dilirik investor

Perubahan itu mulai terasa di pasar modal, perlahan tapi pasti, IHSG muali beranjak dari posisi paling dasarnya hingga mendapatkan tabungan poin sebanyak 1.784,13 atau 42,53 persen di level 5.979,07 pada akhir 2020, meski pergerakannya sangat volatil.

Memasuki 2021, secercah harapan kembali muncul bagi para investor. Bahkan, asing juga turut mewarnai aksi jual beli saham di Indonesia.

Berbeda dengan tahun sebelumnya, IHSG terbilang cukup kuat menahan terpaan badai pandemi di 2021. Padahal, pemerintah dua kali menerapkan kebijakan yang sama, meminta masyarakat bekerja dari rumah.

Meski terjadi beberapa sentimen dan tekanan, IHSG mampu bertahan di atas level psikologis 5.500. Bahkan, pelemahan yang diperkirakan bakal terjadi setelah diumumkannya PPKM Jilid Dua, indeks tetap beranjak naik.

Puncaknya terjadi pada 19 November 2021, di mana IHSG mencetak all time high (ATH) pertama dengan ditutup di level 6.720,26. Ini merupakan pencapaian terbaik sejak IHSG berada di area paling dasar pada 20 Maret 2020 dengan kenaikan sebanyak 2.525,32 atau 60,20 persen.

Rekor tersebut tidak berhenti di sana. Mengawali 2022, IHSG terus mencetak rekor, hingga puncaknya terjadi pada 14 April 2022 di mana indeks berhasil berteger di level 7.235,53 dan bertahan di kisaran angka tersebut selama dua pekan selanjutnya.

Setelah itu, pergerakan IHSG sangat volatil hingga meski tak pernah keluar dari level psikologis 6.500. Berbagai tekanan dari luar terus menerpa indeks, mulai dari aksi profit taking besar-besaran oleh investor asing, perang Ukraina-Rusia, hingga tingginya inflasi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.

Sejumlah analis menyebut IHSG bisa bergerak menuju 7.000-an pada akhir 2023 mendatang. Kondisi ini bukan tidak mungkin, sebab beberapa waktu lalu, Market Cap alias Kapitalisasi Pasar sudah mencapai Rp10 ribu triliun.

BEI mencatat market caps sebesar Rp10.059,98 triliun. Ini merupakan rekor terbaru bursa, seiring masuknya emiten berkapitalisasi jumbo sepanjang tahun ini.

Kapitalisasi pasar merupakan nilai keseluruhan pasar bursa yang mencakup marketcaps perusahaan yang tercatat di BEI.

"Ini merupakan sinyal positif atas optimisme bursa dan tentu optimisme pasar modal Indonesia," kata Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna kepada wartawan pasar modal, Jumat (28/7/2023).

(TYO)

SHARE