Kinerja Jaya Ancol (PJAA) Jadi Sorotan, Ombudsman RI Ikut Angkat Bicara
kondisi buruk PJAA ini juga memantik kekhawatiran atas adanya potensi kerugian negara, yang dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
IDXChannel - Ombudsman Republik Indonesia turut angkat bicara terkait kinerja PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk (PJAA) yang jadi sorotan dalam beberapa waktu terakhir.
Hal ini terkait mangkraknya sejumlah proyek pembangunan di Kawasan Ancol, Jakarta Utara, yang membuat sebagian pihak menilai bahwa ada yang perlu diperbaiki terkait kinerja perusahaan pengelola wilayah rekreasi tersebut.
Dengan statusnya sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), kondisi buruk PJAA ini juga memantik kekhawatiran atas adanya potensi kerugian negara, yang dalam hal ini adalah Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.
Atas dasar itu pula, Ombudsman RI merasa perlu menjalankan tugasnya sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan mengawasi penyelenggaraan pelayanan publik, baik itu yang dilakukan oleh lembaga penyelenggara negara maupun badan-badan usaha di bawahnya, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan juga Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Komisaris Utama PJAA Sofyan Djalil, Hendra Lie dan Fredie Tan harus dipanggil, dan itu ranah kewenangannya di DPRD DKI Jakarta. Sudah kami minta untuk dipanggil," ujar Kepala Keasistenan Utama Resolusi dan Monitoring Ombudsman RI, Dominikus Dalu, Senin (12/6/2023).
Pemanggilan tersebut, menurut Dominikus, terkait dengan konflik pengelolaan Ancol Musif Stadium di Ancol Beach City, yang semula merupakan hasil kerja sama antara PJAA dengan PT Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP).
Dalam sengketa tersebut, Direktur Utama PT WAIP, Fredie Tan, sempat berstatus tersangka, namun kemudian kasus tersebut dihentikan (SP3) oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung).
Dalam kasus ini, Dominikus menjelaskan bahwa pihaknya telah menyampaikan laporan akhir dari hasil pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI kepada pihak PJAA.
Dalam LAHP tersebut, pihak Ombudsman RI dikatakan Dominikus menyimpulkan bahwa terdapat maladministrasi yang dilakukan Direktur Utama PJAA.
"Tapi kan pihak PJAA tidak mengindahkan laporan akhir kami itu dengan alasan yang kurang tepat. Padahal temuan dugaan maladministrasi Ombudsmannya sudah jelas," tutur Dominikus.
Dominikus pun mengungkap sejumlah pokok LAHP, yang diantaranya adalah terkait penyimpangan prosedur yang dilakukan oleh PJAA karena dianggap melakukan perjanjian kerjasama pada tanggal 28 Agustus 2009 antara PT. Pembangunan Jaya Ancol (PJA), PT. Wahana Agung Indonesia (WAI) dan PT. Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) yang tidak menggunakan legal standing akta notaris.
Sementara yang kedua, Dominikus menjelaskan bahwa dalam melakukan pengawasan terhadap PT. Wahaya Agung Indonesia, PJAA telah dianggap tidak berkompeten.
"Sehingga terjadi Akta Perjanjian Sewa Menyewa Nomor 78, tanggal 21 Maret 2012 yang dibuat dihadapan Notaris Edison Jingga antara PT Wahana Agung Indonesia Propertindo dengan PT. Mata Elang Internasional Stadium," ungkap Dominikus.
Berikutnya, yang ketiga, yaitu PJAA juga dinilai tidak berkompeten dalam menindaklanjuti perjanjian yang terjadi dilingkungan pengelolaan musik stadium antara PT. Wahana Agung Indonesia Propertindo (WAIP) dengan PT. Mata Elang Internasional Stadium (MEIS).
"Dalam administrasi sesunguhnya, bahwa tidak dibenarkan adanya kerjasama lainnya tanpa diketahui para pihak, sehingga dianggap telah menyalahi ketentuan yang berlaku," tegas Dominikus. (TSA)