Kisah TINS, Produsen Timah Kelima Terbesar Dunia yang Terjerat Kasus Korupsi
Di tengah kasus korupsi, TINS juga membukukan rugi tahun berjalan sebesar Rp449,7 miliar di 2023.
IDXChannel - Kasus korupsi di PT Timah Tbk (TINS) terus memunculkan fakta baru. Kasus ini menyeret dua tersangka, yakni crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK) Helena Lim dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.
Teranyar, Kejaksaan Agung (Kejagung) telah melakukan penggeledahan di rumah Sandra Dewi dan Harvey Moeis dan menyita dua kendaraan mewah.
Kasus korupsi ini melibatkan tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Kasus dugaan korupsi ini ternyata menimbulkan kerugian hingga mencapai Rp271 triliun.
Di tengah kasus korupsi, TINS juga membukukan rugi tahun berjalan sebesar Rp449,7 miliar di 2023.
Sementara itu, TINS mencatat produksi bijih timah sebesar 14.855 ton atau turun 74 persen pada akhir 2023. Kemudian produksi logam timah sebesar 15.340 metrik ton atau turun 77 persen.
Pada tahun 2023, produksi timah global mencapai 370.100 ton, turun 2,1 persen dibandingkan tahun 2022. Sekitar 59 persen dari timah ini berasal dari sepuluh pabrik peleburan terkemuka, yang produksi kolektifnya meningkat sebesar 856 ton.
Berdasarkan data International Tin Association, TINS masuk sebagai salah satu perusahaan produser logam timah terkemuka dunia. TINS memproduksi logam timah sebesar 15,3 ribu ton, terbesar kelima di bawah Malaysia Smelting Corp yang memproduksi logam timah mencapai 20,7 ribu ton. (Lihat grafik di bawah ini.)
Volume penjualan logam timah TINS juga susut 69 persen menjadi sebesar 14.385 metrik ton dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 20.805 metrik ton.
Begitu pula harga jual rerata logam timah sebesar USD26.583 per metrik ton atau lebih rendah 84 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar USD31.474 per metrik ton.
Hingga akhir 2023, TINS mencatatkan ekspor timah sebesar 92 persen. Pangsa ekspor utama TINS di antaranya Jepang 17 persen, Korea Selatan 13 persen, Belanda 11 persen, India 9 persen, Taiwan 9 persen dan Amerika Serikat 8 persen.
TINS juga mengakui bahwa penambangan timah tanpa izin yang terjadi di Bangka Belitung akibat tata kelola pertimahan yang belum membaik, berdampak negatif pada bisnis pertimahan di Indonesia khususnya perseroan.
Tantangan Komoditas Timah di 2024
Melansir International Tin Association, tahun ini menjadi tahun yang penuh tantangan bagi PT Timah yang mengakibatkan penurunan produksi sebesar 23 persen, sedangkan Malaysia Smelting Corporation justru mencatatkan peningkatan.
Pada 2023 terjadi pertumbuhan produksi yang moderat dari produsen China, yakni Yunnan Chengfeng dan Guangxi China Tin, yang masing-masing menempati posisi ketiga dan keenam.
Total produksi timah di China juga turun 1,3 persen menjadi 177 ribu ton pada 2023.
Pasokan sekunder global juga meningkat sebesar 7,5 persen pada tahun 2023, pulih dari penurunan 6,6 persen pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan produksi timah olahan sekunder terbagi rata antara Eropa dan China
“Di samping sulitnya iklim ekonomi makro yang berdampak pada permintaan, penurunan produksi timah global menghasilkan surplus pasar sebesar 9.700 ton,” tulis International Tin Association.
Pemulihan permintaan yang diharapkan dan gangguan pasokan yang sedang berlangsung terutama di Negara Bagian Wa dan Indonesia dapat menyebabkan terbatasnya pasokan pada 2024.
“Kami mengantisipasi pembalikan stok yang signifikan seperti yang terjadi pada 2023,” lanjut laporan International Tin Association.
Informasi saja, harga komoditas timah berjangka (futures) kini turun 0,27 persen di level USD27.451 per ton, terkoreksi dari level tertinggi dalam delapan bulan sebesar USD28.700 per ton yang dicapai pada tanggal 18 Maret di tengah berkurangnya kekhawatiran akan ketatnya pasokan.
Indonesia selaku eksportir utama timah memulai kembali operasi penambangan logamnya setelah pemerintah mengeluarkan kuota produksi baru untuk lebih dari 40 ribu ton timah untuk 2024.
Penerbitan kuota ini meredakan kekhawatiran sebelumnya mengenai penundaan operasional produksi yang bisa menyebabkan penangguhan rantai pasokan hingga hampir memicu penghentian ekspor selama bulan Januari 2024.
Namun, kekhawatiran mengenai penundaan kuota berikutnya membuat penjual tetap khawatir, sehingga membatasi penurunan harga. Hal ini diperburuk dengan terhentinya aktivitas penambangan normal secara berkepanjangan di Negara Bagian Wa, Myanmar, yang merupakan salah satu pemasok utama timah bagi China. (ADF)