Kompak Optimistis Pantau IHSG di Tahun Politis
arah kebijakan Bank Sentral AS, Federal Reserves (The Fed), masih akan cukup memberikan pengaruh signifikan terhadap laju indeks domestik.
IDXChannel - Periode triwulan III-2023 yang hanya menyisakan satu bulan saja membuat sejumlah pihak mulai memproyeksikan potensi kinerja di triwulan IV-2023, termasuk juga catatan full year di sepanjang tahun ini.
Tak terkecuali juga dalam hal pergerakan harga saham di industri pasar modal Indonesia, yang secara umum terangkum dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Membuka tahun ini, IHSG tercatat mengalami penguatan tipis sebesar 0,37 persen (0,01 persen) menuju level 6.850,98 pada penutupan perdagangan Senin (2/1/2023).
Alih-alih beranjak membaik, performa indeks justru semakin suram di sepanjang Januari 2023, dengan justru terkoreksi tipis sebesar 0,16 persen (year to date/ytd) di tengah penguatan yang terjadi di sejumlah bursa global.
Menutup perdagangan di triwulan I-2023, IHSG juga hanya mampu parkir di level 6.805,28, atau melemah 45,7 poin (0,66 persen) dibanding posisi awal tahun.
Melengkapi tren negatif yang terjadi, IHSG mengakhir langkahnya di Juni 2023, sekaligus enggenapi performa di sepanjang semester I-2023, dengan berjarak 189,1 poin (2,76 persen) dari capaian indeks awal tahun.
Domestik Aman
Meski demikian, di tengah hancur-leburnya kinerja indeks di sepanjang enam bulan pertama tahun ini, secara umum kondisi perekonomian dalam negeri tidak menunjukkan performa yang buruk.
Kepastian dari Bank Indonesia (BI) yang tidak akan lagi mengerek suku bunga hingga akhir tahun, kondisi inflasi yang relatif terjaga, serta tren pertumbuhan ekonomi yang cukup menggembirakan, harusnya menjadi penopang laju indeks untuk dapat bertahan di zona hijau.
"Jika melihat secara keseluruhan, risiko investasi di Indonesia seharusnya menurun. Artinya, sentimen dari domestik harusnya positif. Ini tercermin dari data makro yang relatif stabil dibandingkan negara-negara lain yang sebanding," ujar Chartered Financial Analyst Head of Research & Fund Manager Syailendra Capital, Rizki Jauhari.
Dengan kondisi domestik yang relatif 'baik-baik saja', maka dapat dipastikan bahwa sentimen negatif justru datang dari ranah global. Hal ini terkonfirmasi dari data pelemahan yang ternyata tidak hanya terjadi di Indonesia saja.
Pada saat yang sama, sejumlah indeks saham di Asia juga mengalami situasi serupa, yang terimbas oleh aliran likuiditas yang semakin seret untuk masuk ke pasar negara-negara berkembang.
Hal ini, diantaranya, dipicu oleh proyeksi sebagian pihak bahwa tren kenaikan suku bunga oleh The Fed belum akan berakhir dalam waktu dekat. Kondisi ini pun diyakini semakin mendekatkan perekonomian global ke dalam ancaman resesi.
"Ketika (potensi resesi) ini benar-benar terjadi, tentu dampaknya akan menekan permintaan bahan baku mentah dan komoditas tambang. Jadi nilai ekspor-impor pasti akan terganggu," ujar Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia, Liza Camelia Suryanata, dalam kesempatan terpisah.
Optimistis
Beruntungnya, menurut Liza, perekonomian Indonesia masih bisa bergantung pada besarnya konsumsi masyarakat dan pemerintah. Hal ini terutama sedikit-banyak bakal terdorong oleh gelombang peningkatan konsumsi di tahun politik.
Sehingga, Liza meyakini, kinerja pasar modal, dalam hal ini IHSG, dapat diharapkan untuk membaik di semester II-2023 ini. Bahkan, Liza secara optimistis memperkirakan bahwa level psikologis 7.000 masih akan cukup realistis dicapai pada awal tahun nanti.
Nada optimistis senada juga disampaikan oleh Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana. Kepada media, Herditya memperkirakan bahwa tren bullish bakal terjadi sepanjang triwulan III-2023, dengan target IHSG bakal mampu melonjak ke level 7.000 hingga 7.100.
"Tapi kita perlu lihat juga data-data perekonomian domestik dan global, terutama terkait suku bunga, tingkat dan data ketenagakerjaan. (laju IHSG) Akan masih bergantung ke sana," ujar Herditya.
Menurut Herditya, arah kebijakan Bank Sentral AS, Federal Reserves (The Fed), masih akan cukup memberikan pengaruh signifikan terhadap laju indeks domestik.
Selain itu, kondisi perlambatan ekonomi China diyakini Herditya juga bakal turut mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri Indonesia.
Sedangkan, pandangan lebih optimistis lagi disampaikan oleh Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Roger MM, yang meyakini bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 di Indonesia bakal banyak memberi 'berkah' pada perekonomian domestik.
Meski, Roger juga mengingatkan agar pelaku pasar tetap merujuk pada kondisi fundamental perusahaan dalam memutuskan kebijakan investasi yang bakal diambil.
"Target kami, IHSG masih bisa di level 7.600-an, atau setara dengan PER (price earning ratio) sekitar 15,5 kali," ujar Roger.
Target serupa Roger juga disampaikan oleh Head of Research Phintraco Sekuritas, Valdy Kurniawan, yang memproyeksikan posisi IHSG pada akhir tahun bakal mampu bertengger di kisaran level 7.500 hingga 7.700.
Optimisme tersebut dibangun Valdy di atas kondisi makroekonomi Indonesia yang relatif solid di tengah penurunan permintaan dari pasar eksternal.
"Konsumsi domestik masih mampu menjaga laju pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I dan II tahun ini, meski pada periode itu kinerja ekspor Indonesia cenderung menurun dibanding tahun lalu," ujar Valdy.
Dengan kondisi demikian, Valdy memperkirakan bahwa kinerja konsumsi domestik masih cukup layak untuk diandalkan dalam menopang perekonomian nasional hingga akhir tahun.
Keyakinan tersebut didasarkan pada tren penurunan inflasi, potensi pelonggaran kebijakan moneter, serta peluang pemulihan permintaan dari China yang bakal mulai terasa di Semester II-2023 ini.
Terakhir, pihak yang tak mau ketinggalan dalam menyampaikan optimismenya dalam melihat peluang gerak IHSG hingga akhir tahun nanti adalah PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI), yang secara percaya diri memproyeksikan bahwa indeks bakal masuk pada nilai wajarnya di level 7.700 pada akhir 2023 mendatang.
"Kami mempertimbangkannya dengan posisi PE (Price Earning Ratio) 14,2 kali," ujar Senior Portofolio Manager Equity MAMI, Samuel Kesuma, dalam kesempatan terpisah.
Proyeksi PE di level 14,2 sendiri pada dasarnya masih mencerminkan pandangan yang cukup konservatif. Hal tersebut lantaran PE 14,2 kali mewakili posisi earnings yield yang masih lebih tinggi dibanding dengan yield obligasi 10 tahun.
Di lain pihak, menurut Samuel, proyeksi pertumbuhan IHSG juga didasarkannya pada raihan laba mayoritas emiten yang pada Semester I-2023 menunjukkan tren yang cukup menggembirakan.
"Perusahaan dari emiten seperti otomotif, telekomunikasi, dan juga energi sebenarnya membukukan laba di atas ekspektasi. Kalau kita lihat, di sektor perbankan itu pertumbuhan labanya sangat baik. Dan yang lebih penting, sebenarnya kondisi NPM-nya sangat terkendali," tutur Samuel.
Samuel meyakini, performa moncer sektor perbankan tersebut bakal menjadi salah satu penopang kinerja emiten, dan bahkan indeks secara keseluruhan. Dengan likuiditas tinggi, perbankan bisa mendongkrak kinerja kredit, di mana para pelaku usaha bisa terus meminjam tanpa adanya tekanan kenaikan biaya yang lumayan besar.
Sementara, Samuel juga mengakui bahwa beberapa sektor saham berpeluang menjadi pemberat laju IHSG ke depan, seperti konsumsi segmen masyarakat kelas menengah bawah.
Tapi, Samuel juga melihat bahwa tren kinerja dan situasi sektor ini di semester II-2023 cenderung mengalami perbaikan.
"Kita bisa lihat sektor industri, dan semen, di semester II ini diproyeksikan memiliki outlook yang jauh lebih optimistis. Salah satu faktornya adalah intensitas curah hujan yang menipis serta jumlah hari libur yang berkurang," tegas Samuel.
Dengan demikian, menurut Samuel, pihaknya tak ragu untuk meyakini bahwa performa IHSG di sepanjang paruh kedua tahun ini bakal cukup menjanjikan, sehingga target level 7.700 di akhir tahun relatif cukup realistis untuk diwujudkan. (TSA)