MARKET NEWS

Kondisi Makro Sulit, IPO di Asia-Pasifik Turun 73 Persen di Semester I-2024

Maulina Ulfa 28/06/2024 13:48 WIB

Aktivitas pencatatan perdana saham atau initial public offering (IPO) di bursa Asia-Pasifik menghadapi tantangan ekonomi dan geopolitik pada paruh pertama 2024.

Kondisi Makro Sulit, IPO di Asia-Pasifik Turun 73 Persen di Semester I-2024. (Foto:

IDXChannel - Aktivitas pencatatan perdana saham alias initial public offering (IPO) di bursa Asia-Pasifik menghadapi tantangan ekonomi dan geopolitik pada paruh pertama 2024.

Dalam laporan EY Global IPO Trends Q2 2024 dikutip Jumat (28/6/2024), kawasan Asia-Pasifik mengalami tekanan imbas ketidakpastian ekonomi global selama setahun terakhir.

“Memasuki pertengahan 2024, tanda-tanda optimisme mulai terlihat. Tren ekonomi yang positif, perubahan peraturan, dan dinamika geopolitik yang berkembang menciptakan jalur baru bagi aliran modal dan meningkatkan kepercayaan pasar, serta kejelasan hasil pemilu,” kata Ringo Choi, EY Asia-Pacific IPO Leader.

Penurunan dramatis hasil IPO secara year on year (yoy) tahun ini sebesar 73 persen di kawasan tersebut.

Meskipun aktivitas IPO meningkat di kawasan Amerika dan Eropa, Kawasan Asia-Pasifik mengalami perlambatan berkepanjangan pada paruh pertama 2024, dengan hanya terdapat 216 IPO yang terdaftar dan dana yang terkumpul hanya sebesar USD10,4 miliar.

Performa yang kurang memuaskan ini mewakili penurunan mengejutkan sebesar 43 persen dan 73 persen berdasarkan volume dan pendapatan. (Lihat grafik di bawah ini.)

China melaporkan penurunan terbesar IPO di kawasan ini akibat pengetatan peraturan pemerintah China, lesunya likuiditas dan masalah kepercayaan investor di sektor properti.

Pada semester I-2024, pasar IPO ASEAN juga lesu dengan jumlah perusahaan tercatat listing mengalami penurunan.

Ketegangan geopolitik antara Amerika Serikat (AS) dan China meningkat, membuat negara-negara ASEAN memiliki posisi strategis untuk mengambil manfaat dari kondisi yang ada.

Terjadi pergeseran rantai pasokan dan peningkatan investasi asing langsung, dan politik ASEAN yang relatif stabil. Ini menjadikan lanskap ekonomi ASEAN menawarkan alternatif yang menarik bagi perusahaan menghadapi iklim global yang tidak menentu.

Pasar IPO Jepang mengalami sedikit penurunan jumlah IPO baru selama paruh pertama 2024, sebagian besar disebabkan oleh kurangnya IPO yang cukup besar.

Namun, sektor teknologi telah menunjukkan ketahanan yang signifikan didukung oleh IPO startup teknologi penerbangan buhan. Memasuki paruh kedua tahun ini, sentimen investor mungkin berubah berdasarkan kebijakan ekonomi global dan perkembangan geopolitik yang secara potensial lanskap IPO Jepang.

Selama paruh pertama 2024, total terdapat 29 perusahaan dari kawasan Asia-Pasifik yang mengejar pencatatan publik di luar negara asal mereka.

Dari jumlah tersebut, 22 perusahaan berasal dari China, 6 dari Singapura dan satu dari Australia memilih untuk mencatatkan sahamnya di luar negeri.

Secara kolektif, perusahaan-perusahaan ini berhasil mengumpulkan dana sebesar USD0,8 miliar pada penerbitan saham baru mereka.

Pada semester I-2024, aktivitas IPO Indonesia juga mengalami penurunan tajam dengan jumlah hanya 25 IPO yang naik dengan nilai hanya USD251,6 juta. Terjadi penurunan jumlah IPO sebesar 43 persen dan penurunan pendapatan IPO hingga 89 persen.

Melansir data Bursa Efek Indonesia (BEI), sepanjang tahun ada 24 perusahaan yang sudah melantai hingga Juni 2024.

Sedangkan, pada Semester I-2023 lalu telah mencapai 41 emiten baru dengan total emisi mencapai Rp43,46 triliun.

Emiten PT Benteng Api Technic Tbk (BATR) menjadi emiten yang terakhir melantau pada 10 Juni 2024 lalu.

Namun, hal ini diharapkan karena komunitas bisnis sedang menunggu untuk transisi ke pemerintahan baru di Oktober mendatang sebelum perusahaan membuat keputusan besar.

Di samping itu, EY juga menambahkan, meskipun industri pertambangan nikel masih relatif stabil, semakin banyak pabrikan kendaraan listrik China yang memasuki pasar Indonesia sejak awal 2024.

Namun, penjualan kendaraan listrik sebenarnya masih belum mengalami kenaikan di mana penjualan jenis kendaraan ini masih terhambat oleh terbatasnya dukungan infrastruktur seperti stasiun pengisian listrik.

Di tengah infrastruktur yang secara bertahap berkembang, adopsi EV diperkirakan akan meningkat, yang pada gilirannya dapat mendongkrak pasar IPO untuk perusahaan EV.

Sektor telekomunikasi juga menjadi industri yang perlu diperhatikan dengan cermat menurut EY dalam waktu dekat, terutama sejak Starlink buatan Elon Musk debut resminya di Indonesia pada Mei 2024.

“Perkembangan ini meningkatkan persaingan di dalam sektor internet dan telekomunikasi, khususnya di kalangan pemain mapan,” tulis laporan EY. (ADF)

SHARE