Konflik Iran-AS Ancam Selat Hormuz, Analis Waspadai Tekanan Tambahan bagi Indonesia
Serangan udara AS ke tiga fasilitas nuklir utama Iran—Fordo, Isfahan, dan Natanz—pada akhir pekan lalu menandai eskalasi signifikan dalam ketegangan geopolitik.
IDXChannel - NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI) memperingatkan potensi guncangan baru terhadap perekonomian global dan domestik, menyusul keterlibatan langsung Amerika Serikat (AS) dalam konflik Iran-Israel.
Dalam laporan bertajuk Closing The Strait of Hormuz: Another Energy Supply Crunch, Another Oil Price Boom, Another Iranian Crisis, Head of Research NHKSI, Ezaridho Ibnutama, menilai sentimen terhadap IHSG masih cenderung bearish.
Serangan udara AS ke tiga fasilitas nuklir utama Iran—Fordo, Isfahan, dan Natanz—pada akhir pekan lalu menandai eskalasi signifikan dalam ketegangan geopolitik. Meski korban jiwa dilaporkan minimal karena fasilitas telah dievakuasi sebelumnya, langkah Presiden AS Donald Trump ini dinilai sebagai bentuk tekanan militer untuk membawa elite Iran ke meja perundingan.
Namun, keterlibatan langsung AS justru menyatukan dukungan dalam negeri terhadap rezim Iran, yang sebelumnya diguncang gelombang ketidakpuasan publik akibat konflik berkepanjangan dengan Israel.
Sebagai balasan, parlemen Iran telah mengesahkan usulan penutupan Selat Hormuz—jalur penting bagi sekitar 30 persen pengiriman minyak global. Meski keputusan akhir berada di tangan Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran dan Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei, rencana ini dinilai berisiko menambah tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi global.
NHKSI menilai, lonjakan harga minyak akibat terganggunya pasokan akan memicu inflasi dari sisi biaya (supply-push inflation), yang pada akhirnya memperlemah daya beli masyarakat Indonesia yang sudah rentan.
“Karena harga minyak diperkirakan mengalami inflasi dari sisi pasokan, daya beli masyarakat Indonesia yang sudah lemah pun berpotensi semakin tergerus,” kata Ezaridho.
Arus investasi asing langsung (FDI) juga diperkirakan terdampak, karena investor global kemungkinan akan beralih ke aset-aset aman.
Ketidakpastian global juga berpotensi memperlemah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, seiring aksi keluar dari pasar oleh investor lokal maupun asing. Di sisi lain, NHKSI melihat sektor logistik, energi, dan emas sebagai pelindung utama (safe haven) di tengah gejolak ini.
“Kami melihat sektor logistik, energi, dan emas sebagai sektor safe haven domestik bagi Indonesia,” ujar Ezaridho.
Selain dampak langsung terhadap Indonesia, NHKSI juga menyoroti bahwa Ketua Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, kini harus mencermati dampak penutupan Selat Hormuz terhadap inflasi AS, yang kian menyulitkan pencapaian target inflasi 2 persen. Rencana dua kali pemangkasan suku bunga The Fed tahun ini pun dinilai akan ditunda. (Aldo Fernando)