MARKET NEWS

Konflik Iran-Israel Berpotensi Guncang Pasar Energi Global dalam Beberapa Hari ke Depan

Ahmad Islamy 18/06/2025 14:50 WIB

Perkembangan konflik antara Iran dan Israel dalam tiga hingga lima hari ke depan diprediksi sangat menentukan dinamika pasar energi global.

Harga minyak melonjak pada Jumat lalu setelah Israel melancarkan serangan ke Iran, dan tetap bergejolak sampai pekan ini. (Foto: Arsip)

IDXChannel – Perkembangan konflik antara Iran dan Israel dalam tiga hingga lima hari ke depan diprediksi sangat menentukan dinamika pasar energi global, meskipun pasokan minyak dan gas dari Teluk Persia belum mengalami gangguan. Hal ini diungkapkan Daniel Yergin, sejarawan minyak terkenal yang juga penulis buku The Prize yang meraih Pulitzer.

Konflik antara Iran dan Israel memasuki hari keenam dengan serangkaian serangan rudal terbaru pada Rabu ini. Saling serang antara kedua pihak berlangsung sengit, meski Presiden Amerika Serikat Donald Trump mendesak Teheran untuk menyerah tanpa syarat.

Yergin menyebut situasi ini sebagai puncak dari ketegangan yang telah berlangsung selama 46 tahun, merujuk pada krisis sandera Iran yang dimulai pada 1979. “Pemerintah Trump memberikan sinyal yang sangat jelas. Kepergian sang presiden dari pertemuan G7 lebih awal adalah pesan besar. Ini adalah situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujar Yergin, yang juga menjabat wakil ketua S&P Global, dalam wawancara di sela-sela konferensi Energy Asia pada Rabu (18/6/2025).

Harga minyak melonjak pada Jumat lalu setelah Israel melancarkan serangan ke Iran, dan tetap bergejolak meskipun pasokan energi dari Teluk belum terganggu. Yergin menyoroti pernyataan Trump yang mengindikasikan kemungkinan negosiasi, namun mempertanyakan siapa yang akan mewakili Iran dalam pembicaraan, mengingat saluran komunikasi dan pengambilan keputusan di Teheran kemungkinan telah terganggu, terutama setelah serangan menggunakan bom bunker buster. 

“Bom-bom ini memiliki bobot besar di meja negosiasi,” ujarnya.

>

Iran mengancam akan memblokir Selat Hormuz, jalur perairan strategis yang menghubungkan Teluk Persia dengan Teluk Oman. Jalur itu mengangkut sekitar seperlima dari total konsumsi minyak dunia. 

“Jika Selat Hormuz ditutup, harga minyak akan langsung terdampak,” kata Yergin. 

Namun, dia menegaskan bahwa Angkatan Laut AS telah mempersiapkan diri selama sekitar 40 tahun untuk menghadapi situasi seperti ini. Dia menduga penutupan tidak akan berlangsung lama dan pihak yang melakukan blokade akan menghadapi konsekuensi berat.

Yergin menuturkan, langkah-langkah strategis dan perkembangan dalam beberapa hari ke depan akan menjadi penentu apakah konflik ini akan mengganggu pasokan energi global atau dapat diredam melalui negosiasi. Situasi ini tidak hanya memengaruhi harga minyak, tetapi juga mencerminkan kompleksitas hubungan geopolitik di kawasan Timur Tengah yang tetap menjadi pusat perhatian pasar energi dunia.

(Ahmad Islamy Jamil)

SHARE