Kuasai Pasar Ekspor ASEAN, Kalbe Farma (KLBF) Panen Cuan dari Penguatan Rupiah
kinerja ekspor memang merupakan wujud strategi KLBF untuk memperkuat positioning perusahaan di pasar regional dan bahkan global.
IDXChannel - Perekonomian Amerika Serikat (AS) yang tengah berada di ambang gagal bayar obligasi praktis melemahkan posisi nilai tukar dolar AS terhadap sejumlah mata uang negara lain. Tak terkecuali juga terhadap mata uang rupiah milik Indonesia.
Kondisi ini tentu menjadi angin segar bagi berbagai perusahaan yang memiliki kinerja ekspor yang cukup signifikan.
Seperti halnya PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) mengeklaim bahwa sejumlah produknya sejauh ini telah menguasai pasar Asia Tenggara (ASEAN).
erdampak Goyahnya Ekonomi AS, Kalbe Farma (KLBF): Kita Happy
"Kalau kondisi sekarang (ketika rupiah menguat) tentu kita happy ya. Karena produk kita banyak juga yang ekspor. Ekspor kita boleh dibilang nomor satu di ASEAN. Kami bisa klaim bahwa meski Kalbe Farma itu memang Indonesian Company, tapi banyak mainnya di ASEAN," ujar Direktur Utama KLBF, Vidjongtius, Rabu (3/5/2023).
Selama ini, menurut Vidjongtius, kinerja ekspor memang merupakan wujud strategi KLBF untuk memperkuat positioning perusahaan, termasuk juga
brand masing-masing produknya, di pasar regional dan bahkan global.
Atas dasar strategi tersebut, Vidjongtius mengeklaim bahwa beberapa produk obat hasil produksi KLBF saat ini telah menjadi favorit di pasar Myanmar, Filipina dan negara-negara ASEAN lainnya.
"Mixagrip itu kita nomor satu di Myanmar. Woods kita nomor dua dan tiga di pasar Singapura dan Malaysia. Diabetasol nomor satu di Filipina. Extra Joss juga sangat dikenal dan digemari di level ASEAN. Ekspornya nomor satu," tutur Vidjongtius.
Tak hanya berkutat di pasar regional ASEAN, KLBF disebut Vidjongtius juga telah merambah pasar Timur Tengah lewat produk minuman air kelapa, Hydro Coco.
"Di Timur Tengah, minuman air kelapa Indonesia sudah masuk ke sana. Tahun ini juga sudah masuk ke Australia. Jepang baru mau masuk. Di China juga. Jadi kita juga aktif 'menyerang' negara lain," ungkap Vidjongtius.
Dengan kinerja ekspor yang demikianm aktif, tentu KLBF turut serta panen cuan di tengah tren penguatan rupiah terhadap dolar yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Meski, KLBF juga tidak menutup mata bahwa bandul fluktuasi nilai tukar rupiah tersebut sewaktu-waktu bisa saja berbalik arah.
Hal ini seiring proyeksi berbagai pihak yang menilai Bank Sentral AS, The Federal Reserves (The Fed) berpeluang besar kembali menaikkan suku bunga acuannya dalam waktu dekat, demi memancing aliran dana masuk ke negara tersebut.
Jika proyeksi tersebut benar-benar terjadi, maka nilai tukar AS berpotensi kembali menguat. Kondisi ini tentu tidak menguntungkan bagi pelaku industri farmasi seperti KLBF, yang notabene suplai bahan bakunya masih sangat bergantung pada pasokan impor.
"Itu juga memang jadi concern kami, karena seperti halnya di industri, nilai impor kami masih tinggi, karena ada banyak (bahan baku) yang belum tersedia di domestik," tutur Vidjongtius.
Guna mengantisipasi risiko tersebut, menurut Vidjongtius, pihaknya telah memiliki anggaran khusus yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk menambal potensi kerugian kurs dari aktifitas impor bahan baku yang dilakukan.
"Tiap tahun kami sudah ready akuivalen sekitar USD50 juta sampai USD60 juta sebagai penyeimbang (nilai tukar). Jadi sejauh ini tidak ada masalah. kami yakin anggaran sebesar itu masih cukup untuk mitigasi risiko pelemahan rupiah," tegas Vidjongtius. (TSA)