MARKET NEWS

Laba Tergerus Harga Minyak, CEO BP Hadapi Tekanan Baru

Nia Deviyana 13/07/2025 09:28 WIB

BP memproyeksikan penurunan harga minyak dan gas akan membebani kinerja laba pada kuartal kedua 2025.

Laba Tergerus Harga Minyak, CEO BP Hadapi Tekanan Baru. Foto:BP.

IDXChannel - BP memproyeksikan penurunan harga minyak dan gas akan membebani kinerja laba pada kuartal kedua 2025, meskipun raksasa energi tersebut mencatatkan peningkatan produksi dan margin penyulingan yang lebih tinggi.

Dalam pembaruan kinerja pada Jumat (11/7/2025), BP memperkirakan laba dari bisnis minyaknya turun sebesar USD600 juta hingga USD800 juta pada tiga bulan yang berakhir Juni dibandingkan kuartal sebelumnya.

Untuk bisnis gas, BP memperkirakan penurunan laba sebesar USD100 juta hingga USD300 juta, memperdalam tantangan bagi perusahaan yang terdaftar di indeks FTSE 100 tersebut dalam upayanya meningkatkan performa dan mempertahankan independensinya.

Melansir Financial Times, Minggu (13/7/2025), harga minyak mentah turun sepanjang kuartal tersebut meskipun terdapat ketegangan geopolitik, termasuk serangan Israel terhadap Iran pada akhir Juni, karena koalisi OPEC terus mencabut kebijakan pemangkasan produksi. 

BP menyebutkan harga rata-rata minyak Brent mencapai USD67,88 per barel, turun 10 persen dibandingkan tiga bulan sebelumnya.

Sementara itu, cuaca yang lebih hangat di AS mendorong harga gas turun hampir 6 persen.

Namun, saham BP justru naik 3 persen setelah perusahaan mengejutkan pasar dengan laporan produksi minyak meningkat serta proyeksi kinerja yang kuat.

>

BP juga memperkirakan lonjakan hampir 40 persen dalam margin penyulingan, menjadi USD21,1 per barel. Untuk bisnis perdagangan gas, BP memproyeksikan hasil dalam kisaran normal. Adapun laporan keuangan kuartal kedua BP akan diterbitkan pada 5 Agustus 2025.

Pembaruan ini datang di tengah tekanan terhadap CEO Murray Auchincloss untuk memulihkan kejayaan BP dan mempertahankan independensi perusahaan di tengah spekulasi harga saham yang lemah menjadikan BP target akuisisi. 

Shell, pada bulan lalu menyatakan tidak memiliki niat untuk mengakuisisi BP, setelah muncul laporan media tentang adanya pembicaraan akuisisi.

Saham BP telah turun sekitar 1 persen sepanjang tahun ini, dibandingkan dengan kenaikan 5,5 persen untuk pesaingnya di Inggris, Shell, dan 6 persen untuk ExxonMobil dari AS, setelah bertahun-tahun mengalami kinerja yang tertinggal.

BP kesulitan menjelaskan visi masa depannya secara jelas setelah menghentikan transisi menuju energi hijau tahun ini, transisi yang dimulai mantan CEO Bernard Looney, dan kembali fokus pada bisnis minyak dan gas tradisionalnya.

Namun, harga minyak yang lemah menyulitkan strategi tersebut. 

"Jika harga minyak tetap seperti ini selama setahun, BP akan berada dalam posisi yang sangat sulit," kata bankir investasi senior di sektor energi kepada Financial Times.

Dalam pembaruan kinerja terpisah pekan ini menjelang laporan kuartalannya, Shell juga mengisyaratkan penurunan signifikan pada hasil divisi perdagangan gasnya.

Sebagai upaya memperkuat neraca keuangan, BP berkomitmen untuk menjual aset senilai USD20 miliar hingga 2027, termasuk divisi pelumasnya, Castrol.

Pekan ini, BP mengumumkan kesepakatan penjualan stasiun pengisian BBM dan titik pengisian kendaraan listriknya di Belanda kepada perusahaan Catom, dengan nilai yang tidak diungkapkan.

(NIA DEVIYANA)

SHARE