Laba Vale (INCO) Turun Jadi Rp607,2 Miliar di Semester I, Ini Penyebabnya
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membukukan laba bersih USD37,28 juta pada semester I-2024 atau setara Rp607,2 miliar.
IDXChannel - PT Vale Indonesia Tbk (INCO) membukukan laba bersih periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar USD37,28 juta pada semester I-2024 atau setara Rp607,2 miliar (kurs Rp16.286 per USD).
Realisasi ini anjlok 82,06 persen jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar USD207,80 juta atau Rp3,38 triliun.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, merosotnya laba bersih ini seiring dengan pendapatan Vale Indonesia yang juga turun 27,3 persen men Jadi USD478,75 juta dari USD658,96 juta.
Begitupun dengan laba usaha yang terpangkas 74,6 persen menjadi USD48,87 juta dari USD192,91 juta. Laba bruto pun tergerus 72 persen menjadi USD61,58 juta dari USD220,47 juta.
Meski mengalami penurunan laba bersih dan pendapatan, volume produksi bijih nikel sepanjang semester I-2024 naik menjadi 34.774 metrik ton dibanding periode sama pada tahun sebelumnya 33.691 metrik ton.
Sejalan dengan kenaikan produksi, penjualan nikel matte juga naik menjadi 35.680 per akhir Juni 2024 dibandingkan tahun sebelumnya 33.221 ton.
Presiden Direktur dan CEO Vale Indonesia (INCO), Febriany Eddy mengatakan, laba kuartal II-2024 telah memperhitungkan kerugian yang belum terealisasi sebesar USD6,1 juta atas pengakuan nilai wajar aset derivatif, yaitu hak partisipasi dalam investasi perseroan di PT Kolaka Nickel Indonesia.
Esensi dari penyesuaian harga derivatif adalah kerugian yang tidak terealisasi dan bersifat non-operasional.
“Jika dinormalisasi, kami mencatat laba sebesar USD35,9 juta pada kuartal II-2024, lebih tinggi 122 persen dibandingkan kuartal sebelumnya,” ujar Febriany dalam keterangannya, ditulis Selasa (30/7).
Penjualan INCO pada kuartal II-2024 sebanyak 17.505 metrik ton nikel matte, yang menghasilkan pendapatan USD248,8 juta atau meningkat 8 persen dibandingkan kuartal sebelumnya.
Harga realisasi rata-rata bijih nikel turut menjadi beban perseroan karena mengalami penurunan sepanjang semester I=2024 sekitar USD13.416 per ton, dibanding periode sama pada tahun sebelumnya USD19.836 per ton.
“Meskipun kondisi pasar yang tidak menentu, kami tetap berkomitmen untuk mengoptimalkan kapasitas produksi, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi biaya,” kata Febriany.
Sejalan dengan penurunan pengiriman pada kuartal tersebut, beban pokok pendapatan INCO turun menjadi USD207,3 juta pada kuartal II-2024 dibandingkan kuartal I-2024 yang sebesar USD209,8 juta.
Penurunan total beban pokok pendapatan juga didukung oleh penurunan konsumsi bahan bakar dan batu bara, yang disertai dengan penurunan harga batu bara.
Volume produksi INCO pada kuartal II-2024 sedikit turun 9 persen dibandingkan kuartal I-2024. Hal itu seiring kegiatan pemeliharaan, yang sangat penting untuk operasi perseroan dalam jangka panjang.
Secara tahunan (yoy), produksi perseroan hanya sedikit lebih rendah sebesar 2 persen, yang menunjukkan konsistensi kinerja.
Selain itu, INCO melaporkan bahwa produksi pada semester I-2024 lebih tinggi 3 persen dibandingkan semester I-2023.
“Kami optimistis dengan prospek produksi kami dan berharap operasi berjalan lancar hingga akhir tahun. Tujuan kami adalah mencapai target produksi sekitar 70.800 metrik ton nikel dalam matte pada 2024, meningkat dari target tahun lalu,” tutur Febriany.
Sementara kas dan setara kas INCO mencapai USD832,1 juta pada 30 Juni 2024, naik dari USD730,8 juta pada 31 Maret 2024.
INCO telah merealisasikan belanja modal sekitar USD61 juta pada kuartal II-2024, meningkat dari USD57,4 juta pada kuartal I-2024.
(Fiki Ariyanti)