Listing Hari Ini, Begini Proyeksi Saham Blibli (BELI) Menurut Analis
dari keseluruhan dana tersebut, sebesar Rp5,5 triliun diantaranya bakal digunakan untuk pelunasan seluruh saldo utang fasilitas perbankan.
IDXChannel - PT Global Digital Niaga Tbk atau yang lebih dikenal publik dengan sebutan Blibli.com, secara resmi bakal melakukan pencatatan perdana (listing) saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada perdagangan hari ini, Selasa (8/11/2022).
Prosesi tersebut merupakan puncak dari proses Penawaran Umum Perdana Saham (Initial Public Offering/IPO) yang dilakukan perusahaan dengan melepas 17,7 miliar atau sekitar 15 persen sahamnya ke publik, dengan harga perdana sebesar Rp450 per saham. Dalam transaksi di BEI, saham Blibli bakal menggunakan kode saham BELI.
Menilik proyeksi pergerakan saham BELI di hari perdananya, ada sejumlah poin yang menjadi concern bagi pelaku pasar. Salah satu yang utama adalah peruntukan dana hasil IPO, yang nilainya mencapai Rp7,99 triliun.
Sebagaimana telah disampaikan dalam prospektus perusahaan, dari keseluruhan dana tersebut, sebesar Rp5,5 triliun diantaranya bakal digunakan untuk pelunasan seluruh saldo utang fasilitas perbankan. Sedangkan sisanya baru akan dimanfaatkan sebagai modal kerja perusahaan.
Peruntukan dana IPO sebagai pelunasan utang ini, oleh sebagian pelaku pasar, menjadi nilai minus lantaran perputaran uang dan permodalan perusahaan terkesan hanya 'gali dan tutup lubang' semata.
"Investor cenderung lebih menyukai hasil pengumpulan dana itu untuk ekspansi, yang berdampak signifikan terhadap masa depan perusahaan. Sehingga biasanya (pelaku pasar) bahkan berani bayar lebih mahal, karena dianggap memiliki potensi pertumbuhan lebih kuat," ujar Analis Investindo Nusantara Sekuritas, Pandhu Dewanto.
Namun, menurut Pandhu, penggunaan dana IPO untuk pelunasan utang juga tidak bisa sepenuhnya dipandang negatif, karena dengan demikian maka struktur permodalan perusahaan menjadi lebih sehat. Bila sudah demikian, langkah ekspansi dapat dipastikan lebih mudah untuk dilakukan.
Pendapat tersebut disampaikan oleh Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), Muhammad Andri Perdana. Dengan utang perusahaan telah terlunasi, maka otomatis posisi utang terhadap modal perusahaan menjadi lebih positif, sehingga secara permodalan juga menjadi lebih kokoh dan fleksibel.
"(Dana sebesar Rp5,5 triliun) Itu kan digunakan untuk mengurangi utang, sehingga dapat mengurangi posisi DER (Debt to Equity Rasio/rasio utang terhadap modal). Artinya ada perbaikan struktur modal, sehingga perusahaan jadi lebih fleksibel dalam pengelolaan aset yang dimiliki," ujar Andri.
Tak hanya pengelolaan aset yang lebih fleksibel, menurut Andri, struktur permodalan yang lebih longgar juga membuat Blibli lebih memungkinkan untuk membagikan dividen di masa mendatang.
Selain itu, secara industri yang digeluti, Andri meyakini ada peluang yang cukup besar yang dimiliki Blibli untuk berkembang secara lebih maksimal, seperti halnya perusahaan e-commerce di luar negeri.
Misalnya saja Amazon dan Alibaba yang mampu melakukan ekspansi secara masif. Lalu ada Rakuten di Jepang yang berawal dari platform diskon dan cashback, namun kini telah memiliki gurita bisnis demikian luas, hingga memiliki bisnis perhotelan.
"Mereka sustain karena memiliki bisnis di beberapa sektor usaha, sehingga ketika kondisi ekonomi sulit sekali pun, sebagian bisnis yang berkembang dapat menopang sektor bisnis lainnya yang sedang terdampak ekonomi. Yang satu mengalami kesulitan, yang lain mengalami kenaikan," tutur Andri.
Di lain pihak, Andri juga menjawab kekhawatiran sejumlah pihak terhadap prospek bisnis perusahaan rintisan (startup) yang hampir selalu identik dengan nilai utang yang menggunung.
Menurut Andri, kondisi tersebut wajar bagi sebuah perusahaan rintisan yang notabene belum lama memulai bisnisnya, sehingga membutuhkan gelontoran agar investasi agar pengembangan bisnis ke depan bisa lebih maksimal.
"Startup itu memiliki utang untuk investasi dan pengembangan bisnis. Artinya itu utang yang produktif, bukan konsumtif. Selama utang itu sehat dan terukur dari segi DER, profitabilitias dan likuiditasnya, maka wajar-wajar saja. Bukan masalah," ungkap Andri.
Hingga Juni 2022 lalu, pendapatan Blibli tercatat melonjak sebesar 127 persen secara tahunan, menjadi Rp6,71 triliun dari Rp2,99 triliun. Pada saat yang sama, perusahaan yang terafiliasi dengan Djarum Group tersebut juga mengantongi laba bruto sebesar Rp560,8 miliar, naik dari Rp225,7 miliar, untuk perbandingan periode yang sama. Hal itu mencerminkan rasio laba bruto (gross profit margin) sebesar 8,35 persen.
Performa bisnis Blibli hingga semester II-2022 juga meningkat. Total Processing Value (TPV) pada 2021 tercatat sebesar Rp32,4 triliun, meningkat 45 persen dari Rp22,4 triliun pada 2020, terutamanya dikontribusikan oleh pertumbuhan dari seluruh segmen bisnis Blibli, termasuk segmen ritel 1P, ritel 3P, institusi dan toko fisik.
Monthly Active Customer (MAU), yang merupakan kombinasi jumlah pelanggan unik untuk segmen ritel 1P dan ritel 3P yang berinteraksi dengan produk atau jasa pada platform Blibli.com dan/atau tiket.com, pada 2021 tercatat mencapai 38,4 juta pelanggan, meningkat dari 31,1 juta pelanggan pada tahun sebelumnya.
Kemudian jumlah pelanggan institusi Blibli pada 2021 juga meningkat dari 80.752 pelanggan menjadi 153.057 pelanggan. Pelanggan institusi termasuk institusi swasta maupun pemerintah. (TSA)