MARKET NEWS

Mau Cuan di Obligasi? Intip Prospeknya di Semester II-2023

Cahya Puteri Abdi Rabbi 14/08/2023 11:30 WIB

Pasar obligasi Indonesia diproyeksi bakal melanjutkan fase pemulihan saat memasuki paruh kedua 2023.

Mau Cuan di Obligasi? Intip Prospeknya di Semester II-2023 (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pasar obligasi Indonesia diproyeksi bakal melanjutkan fase pemulihan saat memasuki paruh kedua 2023. Fase pemulihan tetap terjadi meski di tengah ketidakpastian ekonomi global yang masih berlangsung.

PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI) menyebut, pertumbuhan pasar obligasi di semester kedua akan didorong oleh terjaganya kondisi makro domestik, serta adanya ekspektasi puncak siklus kenaikan suku bunga global dan dalam negeri.

“Pasar obligasi di semester dua ini berpeluang berlanjut dalam fase pemulihan atau menguat namun terbatas,” kata Kepala Departemen Riset dan Informasi Pasar PHEI, Roby Rushandie kepada IDX Channel, Senin (14/8/2023).

Roby menjelaskan, dalam pasar obligasi jika terdapat ekspektasi suku bunga naik maka akan berdampak pada obligasi dengan durasi atau tenor pendek. Sebaliknya, jika suku bunga mengalami penurunan, maka obligasi dengan tenor panjang yang akan banyak diburu pasar.

Ihwal sensitivitas yield terhadap suku bunga, obligasi dengan tenor panjang akan mengalami kenaikan seiring dengan meningkatnya suku bunga. Namun, jika suku bunga diprediksi mengalami penurunan maka durasi tenor panjang akan terkoreksi lebih dalam. 

“Jadi ada antisipasi investor akan suku bunga yang lebih rendah di tahun ini,” ujar Roby.

Tantangan Obligasi Semester II-2023

Meski diproyeksi melanjutkan fase pemulihan sepanjang semester kedua ini, volatilitas diperkirakan masih membayangi pasar obligasi dalam negeri. 

Adapun yang menjadi faktor pendorong volatilitas pasar obligasi hingga akhir tahun ini yaitu potensi persistennya inflasi negara-negara maju, arah kebijakan The Fed, serta sikap wait and see terhadap geopolitik dan Pemilu 2024.

“Untuk tantangan lebih dari ketidakpastian global, di mana risiko global diperkirakan meningkat usai downgrade surat utang AS, dan ketidakpastian arah kebijakan The Fed,” imbuh Roby.

Selain itu, adanya potensi perlambatan ekonomi negara-negara maju seperti AS, Eropa, Cina turut menjadi tantangan pasar obligasi dalam negeri. Perlambatan ekonomi disebut akibat dari kebijakan moneter yang agresif di tahun sebelumnya.

Meski demikian, kondisi perlambatan ekonomi yang disertai dengan penurunan tingkat inflasi dapat menjadi angin segar bagi pasar obligasi. Pasalnya, kondisi tersebut akan menimbulkan ekspektasi pelonggaran kebijakan moneter.

“Jadi kalau di pasar obligasi, suku bunganya turun diikuti dengan yield yang turun, jadi marketnya bullish gitu,” ujar Roby.

Outlook Obligasi hingga Akhir 2023

Hingga akhir 2023, pasar obligasi masih mengalami tren bullish. Institusi non bank dan lembaga perbankan disebut sebagai pendorong penerbitan obligasi di dalam negeri.

Roby mengatakan, lembaga perbankan akan lebih banyak menerbitkan surat utang karena secara likuiditas bank lebih rendah, sehingga membutuhkan lebih banyak pendanaan.

Untuk penerbitan obligasi korporasi, tahun ini ada sekitar Rp116 triliun obligasi jatuh tempo. Angka itu lebih rendah jika dibandingkan 2022 lalu yang sebesar Rp147 triliun. 

Kemudian, penerbitan secara kuartal cukup ramai. Di mana, paling banyak obligasi jatuh tempo di kuartal III dengan nilai sebesar Rp44,75 triliun. Hingga saat ini, obligasi yang sudah terbit bernilai Rp27 triliun.

“Artinya, dari sini kami perkirakan bahwa penerbitan bond market paling ramai di kuartal III ini, karena pengaruh secara kuartalan nilai yang jatuh tempo itu paling tinggi di tahun 2023 ini,” tutur Roby.

Dari sisi sektoral, jika lembaga perbankan dan institusi finansial non bank diproyeksi lebih banyak menerbitkan surat utang, Roby mengatakan bahwa sektor infrastruktur dan energi tidak akan terlalu banyak menerbitkan surat utang. “Kalau infrastruktur lebih terbatas karena terlihat sudah front loading,” kata Roby.

Sementara itu, sektor energi juga tidak akan banyak menerbitkan surat utang karena dinilai sudah banyak mendapat surplus berkat lonjakan harga komoditas di tahun lalu. Sektor energi pun diproyeksi menahan ekspansinya karena harga yang cenderung melandai di sepanjang tahun 2023 ini. 

(DES)

SHARE