MARKET NEWS

Mengapa IPO PHE Terhenti di Tengah Proyeksi Optimistis Sektor Migas Tahun Ini?

Maulina Ulfa - Riset 28/07/2023 07:30 WIB

Pemerintah akhirnya menunda pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) PT Pertamina Hulu Energi (PHE).

Mengapa IPO PHE Terhenti di Tengah Proyeksi Optimistis Sektor Migas Tahun Ini? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pemerintah akhirnya menunda pencatatan saham perdana (initial public offering/IPO) PT Pertamina Hulu Energi (PHE).

IPO Anak usaha PT Pertamina (Persero) itu di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebelumnya ditargetkan tahun ini.

Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) I, Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, keputusan penundaan IPO PHE setelah Kementerian BUMN melakukan penilaian kinerja Pertamina Group, termasuk melihat dinamika pasar modal saat ini.

Penurunan harga minyak juga menjadi sebab lain pemerintah menahan PHE untuk melantai di bursa saham.

Menurut Wamen BUMN, momentum IPO harus mempertimbangakan dinamika pasar dan harga minyak. Karena itu, aksi korporasi PHE di BEI menunggu waktu yang tepat.

"Kita lagi tunggu, karena momentum IPO ini kan dua sisi, market-nya dan harga minyaknya. Jadi kita akan ditunda sampai waktu-nya pas," ujar Tiko, sapaan akrabnya, saat ditemui di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2023).

Untuk meningkatkan nilai jual PHE, memastikan Tiko memastikan perusahaan fokus pada optimalisasi operasional. Salah satunya dengan mengeksplorasi sumur minyak baru.

"Karena kan sekarang harga minyak lagi turun, dan kita lihat memang kita akan fokus di operational improvement, jadi di PHE ini akan kita dorong untuk meningkatkan eksplorasi dan drilling-nya supaya produksi meningkat dan sumur-sumur baru bisa ditemukan," pungkas Tiko.

Lalu, bagaimana sebenarnya kondisi bisnis migas global dan kinerja sektor migas di Tanah Air?

Pergerakan Pasar Minyak Global

Bisnis minyak bumi dan gas (migas) global masih berjuang untuk mengembalikan harga minyak ke level di atas USD100 dolar per barel.

Pada perdagangan hari ini Kamis (27/7/2023), menurut data Investing.com, harga minyak berjangka Brent naik 1 persen di level USD 83,4 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 1,19 persen di level USD 79,69 per barel.

Namun, dalam setahun, harga minyak WTI masih terkontraksi 15,89 persen dan Brent terkontraksi 15,77 persen, mengacu data Trading Economics pada pukul 10.24 WIB.

Sebelumnya, harga minyak sempat mencatatkan kenaikan tertinggi pasa invasi Rusia ke Ukraina pada periode Maret-April tahun lalu. Harga minyak Brent sempat tembus USD123,2 per barel dan WTI sebesar USD119,4 per barel pada 7 Maret 2022. (Lihat grafik di bawah ini.)

Harga minyak masih berjuang mengembalikan tren bullish karena sejumlah sentimen sepanjang tahun ini. Empat sentimen utama yang paling mempengaruhi pergerakan harga minyak tahun ini, di antaranya:

Negara-negara produsen minyak yang tergabung dalam OPEC+ termasuk di antaranya Arab Saudi, pada Minggu (2/4/2023) mengumumkan pemangkasan produksi minyak sepanjang tahun ini.

Riyadh memastikan akan memotong volume produksi sebesar 500 ribu barel per hari (bph). Keputusan ini diberlakukan mulai Mei hingga akhir 2023.

Tak hanya Arab Saudi, Rusia juga mengikuti langkah tersebut dengan pemotongan produksi sebesar 500 ribu bph hingga akhir 2023.

Langkah Moskow dan Saudi tersebut diikuti oleh Uni Emirat Arab, Kuwait, Irak, Oman, dan Aljazair yang juga sepakat memangkas produksi selama periode waktu yang sama meski dengan volume yang berbeda.

Mengutip Voice of America (VOA), Uni Emirat Arab berencana memangkas produksi sebesar 144 ribu bph, Kuwait sebesar 128 ribu bph, sementara Irak sebesar 211 ribu bph dan Oman mengumumkan pemotongan 40 ribu bph. Aljazair sebesar 48 ribu bph.

Harga minyak diperkirakan akan meningkat dalam beberapa bulan mendatang, mengikuti pengetatan di pasar global menyusul pemotongan pasokan oleh produsen terbesar dunia.

Arab Saudi dan Rusia baru-baru ini mengisyaratkan tingkat produksi yang lebih rendah untuk Agustus, dengan analis memperkirakan pengurangan pasokan berpotensi berlanjut hingga akhir September.

Data pada Rabu (26/7/2023) juga menunjukkan bahwa stok minyak mentah AS menyusut kurang dari yang diharapkan dalam seminggu hingga 21 Juli.

Strategic Petroleum Reserve (SPR) atau persediaan cadangan minyak AS merupakan salah satu data yang mempengaruhi pergerakan harga minyak.

Berdasarkan data Trading Economics, persediaan SPR AS turun 0,600 juta barel dalam seminggu hingga 21 Juli. Angka ini di bawah ekspektasi pasar mengingat adanya penggunaan sebanyak 2,348 juta barel. Juga, stok minyak mentah di pusat pengiriman Cushing, Oklahoma, turun 2,609 juta barel dan stok bensin turun 786 ribu barel, dibandingkan dengan perkiraan penggunaan sebesar 1,678 juta barel.

Berdasarkan riset Indopremier Sekuritas, stok minyak mentah darurat AS telah turun ke level terendah dalam 40 tahun. Di Asia, persediaan minyak di kilang Singapura juga turun ke level terendah dalam empat tahun minggu ini.

Selain itu, persediaan minyak AS diperkirakan akan terus berkurang pada kuartal kedua dan ketiga tahun ini dengan asumsi permintaan global tetap stabil.

Menjelang akhir 2022, permintaan minyak dunia diperkirakan berkontraksi sebesar 110 ribu barel minyak per hari (BOPD) yoy di 4Q22 berdasarkan laporan International Energy Agency  (IEA).

Sementara pasokan minyak dunia turun 190 BOPD pada November menjadi 101,7 juta barel per hari (MBOPD) yang mematahkan tren kenaikan selama lima bulan.

Adapun mengacu laporan IEA pada Juli 2023, permintaan minyak global diproyeksikan naik 2,2 MBOPD pada tahun 2023 hingga mencapai 102,1 MBOPD sebuah rekor baru.

“Namun, hambatan makroekonomi terutama karena kemerosotan sektor manufaktur telah membuat kami merevisi estimasi pertumbuhan 2023 kami lebih rendah untuk pertama kalinya tahun ini, sebesar 220 ribu BOPD,” tulis laporan IEA.

Didukung oleh lonjakan penggunaan petrokimia, konsumsi di China disebut akan menyumbang 70 persen keuntungan terhadap minyak secara global. Sementara konsumsi di negara-negara OECD diproyeksi tetap lemah.

Pertumbuhan konsumsi juga diproyeksi akan melambat menjadi 1,1 MBOPD pada 2024.

Pasokan minyak dunia naik 480 ribu BOPD menjadi 101,8 MBOPD pada Juni. Angka ini diproyeksi akan turun tajam pada Juli karena Arab Saudi melakukan pengurangan produksi sukarela sebesar 1 MBOPD.

Pada 2023, produksi global diperkirakan akan meningkat sebesar 1,6 MBOPD menjadi 101,5 MBOPD, karena produksi non-OPEC+ meningkat sebesar 1,9 MBOPD.

Adapun pada 2024, pasokan global akan meningkat sebesar 1,2 MBOPD ke rekor baru 102,8 MBOPD juga didukung peningkatan produksi dari non-OPEC+.

Langkah bank sentral untuk terus menaikkan suku bunga acuan, utamanya di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa sangat membebani pasar minyak tahun ini.

Harga minyak bervariasi selama beberapa waktu terakhir karena para pedagang mengharapkan The Federal Reserve (The Fed) menghentikan kampanye kenaikan suku bunga selama 15 bulan terakhir.

Namun, The Fed akhirnya tetap menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps) pada Rabu (26/7/2023).

"Seperti yang terjadi, pasar sebagian besar mengharap kenaikan suku bunga 25 bps pada bulan Juli," kata Matthew Ryan, kepala strategi pasar di perusahaan jasa keuangan global Ebury.

Sementara itu, Ryan dan analis lainnya juga menyebut bank sentral Eropa, ECB, juga akan menaikkan suku bunga minggu ini.

"Kami melihat kenaikan suku bunga 25 bps lainnya dari ECB pada Kamis (27/7/2023)," katanya.

Suku bunga yang lebih tinggi telah menyebabkan harga minyak jatuh karena ini berarti berkurangnya permintaan minyak.

Mengingat, dolar dijadikan sebagai alat tukar utama dalam transaksi minyak. Pada 3 Mei, misalnya, harga minyak turun 4 persen setelah The Fed menaikkan suku bunga.

Kinerja Hulu Migas RI Semester I 2023

Mengacu pada rilis Kementerian ESDM, Kinerja hulu migas RI secara keseluruhan terbilang moncer pada semester I tahun 20223. Hal ini terlihat dari kinerja investasi, peningkatan RRR, dan penemuan cadangan migas baru dari kegiatan eksplorasi.

Tercatat, industri hulu migas berhasil membukukan investasi sebesar USD5,7 miliar selama enam bulan.

Capaian ini meningkat 21 persen jika dibandingkan dengan investasi pada semester I 2022 sebesar USD4,7 miliar.

Bahkan catatan pertumbuhan investasi ini terbilang signifikan jika dibandingkan dengan kenaikan investasi global yang hanya mencapai 5,4 persen dan ini merupakan tren positif untuk iklim investasi hulu migas di Indonesia.

Berdasarkan data SKK Migas, semester I tahun 2023 ini, industri hulu migas berhasil mencapai tingkat Reserves Replacement Ratio (RRR) 52,9 persen dengan penambahan cadangan sebesar 340 MMBOE.

Capaian RRR semester 1 ini jauh diatas target RRR semester 1 tahun 2023 yang sebesar 19 persen, dan sampai akhir tahun RRR diharapkan akan mencapai 138,3 persen.

Pada semester I 2023 ini, industri hulu migas juga telah menyumbang penerimaan negara sebesar USD6,8 miliar atau sekitar Rp.99,9 triliun.

Sebagai informasi, RRR adalah adalah jumlah minyak yang ditambahkan ke cadangan minyak dibagi dengan jumlah yang diekstraksi untuk produksi. Perhitungan ini biasanya digunakan investor untuk menilai kinerja operasi perusahaan minyak.

Sementara itu, penemuan eksplorasi 2023 menghasilkan total sumberdaya 216 juta barel setara minyak (MMBOE). Dari 11 sumur eksplorasi, 6 sumur telah selesai, 6 discovery, 1 sumur belum di test dan 4 sumur masih on going.

Proyek-proyek ini diharapkan akan menambah kapasitas produksi sebesar 19.077 BOPD dan 454 MMSCFD.

Menanti IPO PHE

Terhentinya langkah IPO PHE tahun ini tentu saja menjadi pertanyaan besar bagi pasar.

Padahal, kinerja emiten migas yang melantai bursa bisa berpotensi menguat di tengah harapan kenaikan harga minyak mendatang.

Terlebih, didukung optimisme kinerja hulu migas RI sepanjang semester pertama tahun ini.

Saham emiten migas juga sempat menguat hingga penutupan sesi I perdagangan Selasa (25/7/2023) seiring penguatan harga minyak pekan ini.

Secara teknikal, saham MEDC menembus resistance penting berupa moving average 200 hari (MA 200), yang berpotensi membuat pembalikan tren (trend reversal) ke atas terus berlanjut.

Saham emiten Grup Bakrie PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) naik 2,61 persen ke Rp236 per saham.

Di bawah saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) menguat 1,83 persen ke Rp1.390 per saham dan PT Apexindo Pratama Duta Tbk (APEX) terapresiasi 1,73 persen.

Lebih lanjut, saham emiten milik pengusaha Happy Hapsoro PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) dan PT Radiant Utama Interinsco Tbk (RUIS) terangkat masing-masing 1,06 persen dan 0,52 persen.

Adapun kinerja emiten migas dalam sebulan terakhir juga mayoritas menunjukkan peningkatan dipimpin oleh MEDC sebesar 21,55 persen secara bulanan. Disusul kenaikan saham APEX dan ELSA masing-masing 18,06 persen dan 15,95 persen. (Lihat tabel di bawah ini.)

Riset Indopremier Sekuritas juga menyebutkan, MEDC dan AKRA akan mendapatkan keuntungan dari sentimen positif setelah kenaikan harga minyak lanjutan.

Jika melihat sejarahnya, kedua saham tersebut memiliki korelasi dengan pergerakan harga minyak.

“Dari keduanya, menurut kami MEDC mungkin lebih diuntungkan karena sifatnya sebagai produsen minyak dibandingkan AKRA sebagai penyedia logistik rantai pasokan,” tulis riset Indopremier Sekuritas dikutip Kamis (27/7/2023).

Sementara itu, mengutip Algo Research, anjloknya IHSG hingga 4 persen yang dipimpin terutama oleh IDXENERGY yang terkontraksi 18,4 persen, terdapat peluang taktis MEDC dan ELSA sebagai saham yang berpotensi menguat. Di sisi lain, PHE juga menguasai 51,1 persen saham ELSA. (Lihat tabel di bawah ini.)

Diketahui kinerja ELSA baru-baru ini memuaskan pasar dengan hasil 1Q23 membukukan pertumbuhan 53 persen YoY dengan valuasi PBV 0,6x saat ini.

Di sisi lain, kinerja PHE dalam produksi migas juga menunjukkan pertumbuhan. Berdasarkan Laporan Keuangan Perusahaan 2021, produksi migas PHE di tahun tersebut mencapai 327,28 MMBOE, naik lebih dari 300 persen dibanding tahun 2020. (Lihat tabel di bawah ini.)

 

Sebagian besar proyek migas RI akan onstream pada Q3 dan Q4 tahun 2023 dengan capital expenditure (capex) sebesar USD709,2 juta atau setara Rp10,64 triliun.

Dari 11 proyek onstream tersebut, salah satunya adalah proyek milik PHE yakni Proyek YY.

Proyek YY merupakan proyek pengembangan lapangan gas yang dilaksanakan oleh PHE OWNJ sebagai pengelola WK Offshore Northwest Java.

Letak Lapangan YY berada di lepas pantai utara Jawa Barat. Proyek YY ditargetkan dapat memproduksikan perkiraan cadangan minyak sebesar 2,72 MMstb dan penjualan gas sebesar 3,16 BSCF.

Proyek ini juga didesain dengan kapasitas fasilitas produksi minyak sebesar 2.000 BOPD dan gas 1 MMSCFD

Berdasarkan data SKK Migas 2022, proyek ini seharusnya ditargetkan onstream pada 2022. Adanya Covid-19 berdampak pada tertundanya operasional proyek ini.

Selain itu, menurut laporan EY Global IPO Trends Q2 2023, tahun ini Indonesia tengah menikmati momentum positif IPO.

Untuk pertama kalinya selama lebih dari 20 tahun, RI berhasil melampaui Hong Kong dalam peringkat bursa saham global berdasarkan jumlah kesepakatan. Angkanya masing-masing sebesar 7 persen dan 4 persen berdasarkan jumlah dan hasil aktivitas IPO global.

Indonesia juga terus memimpin bursa ASEAN dengan menjadi tuan rumah 45 IPO pada semester pertama tahun ini dengan total pendapatan USD2,2 miliar.

Selain itu, saat ini terdapat 15 perusahaan yang sedang menjalani proses IPO dengan ukuran penawaran umum indikatif gabungan mulai dari Rp1,2 triliun hingga Rp1,5 triliun (USDD80 juta hingga USDD100 juta).

Sejumlah data yang telah dijelaskan di atas menunjukkan tidak ada masalah pada fundamental pasar minyak baik secara global maupun domestik. Antusiasme pasar modal RI juga meningkat terlihat dari kinerja IPO sepanjang tahun ini yang moncer.

Di samping itu, PHE merupakan salah satu anak perusahaan Pertamina yang bisa menguasai sebagian besar proyek-proyek hulu migas nasional karena sedikitnya jumlah kompetitor swasta.

Lantas mengapa PHE memilih menunda IPO di saat prospek pasar minyak diprediksi rebound? Akankah IPO tahun depan lebih menjanjikan di tengah tahun politik yang penuh gejolak? Menarik untuk menanti jawabannya. (ADF)