Metodologi Baru Free Float MSCI Berpotensi Guncang Saham-Saham Big Cap
Rencana perubahan metodologi perhitungan free float oleh MSCI berpotensi mengguncang posisi saham-saham unggulan Indonesia dengan kapitalisasi besar.
IDXChannel - Rencana perubahan metodologi perhitungan free float oleh MSCI berpotensi mengguncang posisi saham-saham unggulan Indonesia dengan kapitalisasi besar.
Berdasarkan riset Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Selasa (28/10/2025) kebijakan ini dapat menurunkan bobot emiten-emiten RI dalam indeks MSCI Emerging Markets dan memicu potensi capital outflow asing hingga USD2 miliar.
"Penurunan bobot ini dapat memicu rebalancing dari dana indeks global yang mengikuti MSCI, sehingga terjadi potensi outflow pasif asing hingga sekitar USD2 miliar,” tulis analis Samuel Sekuritas Prasetya Gunadi dalam riset tersebut.
Adapun MSCI tengah menggelar konsultasi publik sejak September 2025 terkait usulan revisi besar dalam perhitungan free float untuk emiten Indonesia.
Dalam usulan tersebut, MSCI berencana menghitung free float berdasarkan nilai terendah dari dua sumber yakni data resmi perusahaan (laporan tahunan, press release) dan estimasi dari KSEI Holding Composition Report.
Laporan KSEI digunakan untuk memberikan gambaran lebih rinci terkait kepemilikan saham di bawah 5 persen. Dalam skema baru, kategori scrip shares, corporates (lokal dan asing), serta Others (lokal dan asing) akan diklasifikasikan sebagai non-free float. Pada skenario alternatif, hanya Scrip shares dan Corporates yang termasuk kategori non-free float.
Selain itu, MSCI juga akan menerapkan standar pembulatan global baru pada Mei 2026 Review, di mana free float di atas 25 persen akan dibulatkan ke 2,5 persen terdekat, rentang 5-25 persen ke 0,5 persen terdekat, dan di bawah 5 persen ke 0,1 persen terdekat.
Berdasarkan simulasi MSCI, sejumlah saham unggulan berpotensi mengalami penurunan Foreign Inclusion Factor (FIF), yang berarti berkurangnya kapitalisasi pasar float-adjusted.
Menurut Prasetya, kebijakan ini bukan sekadar penyesuaian teknis, tetapi perubahan struktural yang dapat mengubah peta investasi di pasar keuangan Indonesia.
Dengan turunnya total kapitalisasi pasar float-adjusted, bobot Indonesia di indeks MSCI Emerging Markets berpotensi turun dari 1,4 persen menjadi sekitar 1,2 persen.
Tekanan terbesar diperkirakan terjadi pada saham-saham berkapitalisasi besar yang selama ini menjadi kontributor utama dalam indeks MSCI Indonesia, seperti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan potensi penurunan FIF sebesar 0,125 yang berarti berkurangnya kapitalisasi pasar float-adjusted sekitar USD7,0 miliar.
Lalu PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) 0,125 (USD3,9 miliar), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) 0,10 (USD3,5 miliar), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) 0,10 (USD1,8 miliar), dan PT Astra International Tbk (ASII) 0,125 (USD1,7 miliar).
Proses konsultasi publik akan berlangsung hingga 31 Desember 2025, dengan hasil final diumumkan pada 30 Januari 2026. Implementasi resmi akan dilakukan pada Mei 2026 Review.
Namun demikian, dia menilai kebijakan ini juga membuka peluang jangka panjang. Langkah MSCI dapat mendorong peningkatan transparansi kepemilikan saham serta memperluas partisipasi publik di pasar modal Indonesia.
(DESI ANGRIANI)