Moratel Mau IPO, Bedah Kekuatan FREN Vs Telkom-XL-Indosat
Industri telco atau telekomunikasi merambah bisnis digital di era ekonomi internet. Kinerja saham maupun keuangan emiten telco pun masih bertumbuh positif.
IDXChannel –Telekomunikasi merupakan sektor strategis yang berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi digital di Tanah Air.
Merujuk pada hasil studi Google, Temasek, serta Bain & Company pada 2021, nilai ekonomi digital Indonesia sepanjang kuartal I-2021 mencapai USD4,7 miliar. Ini merupakan nilai tertinggi selama empat tahun belakangan.
Laporan SEA e-Conomy dalam riset tersebut menunjukkan pertumbuhan yang kuat di seluruh sektor ekonomi digital Indonesia yang didorong oleh pertumbuhan sektor e-commerce sebesar 52 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Selain itu, dalam laporan bertajuk “Roaring 20s: The SEA Digital Decade” turut disebutkan, ekonomi internet Indonesia memiliki Gross Merchandise Value (GMV) senilai USD70 miliar pada tahun 2021. Jumlah ini diperkirakan akan terus naik menjadi USD146 miliar pada tahun 2025 mendatang.
Melihat potensi ini, sejumlah emiten telekomunikasi berlomba-lomba mengembangkan sayapnya merambah bisnis digital. Telkomsel melalui anak usahanya yakni PT Telkomsel Ekosistem Digital atau Indico berfokus di sektor health tech, edutech, dan gaming.
Di samping itu, Indosat juga melakukan merger denganPT Hutchison 3 Indonesia (Tri) yang menyebabkan perusahaan berganti nama menjadi PT Indosat Ooredoo Hutchison. Bergabungnya kedua emiten ini disebut menjadi operator seluler terbesar kedua di Indonesia setelah Telkomsel.
Emiten ini kemudian membentuk perusahaan patungan dengan BDX Asia Data Center Holdings Pte Ltd. melalui anak usahanya yaitu PT Aplikanusa Lintasarta.
Adapun kedua emiten ini menggelontorkan dana Rp3,3 triliun guna mendirikan anak perusahaan yang berfokus pada pengembangan datacenter di Tanah Air.
Seperti kedua kompetitornya, XL Axiata juga meluncurkan terobosan di masa pandemi seperti produk XL Satu. Produk ini merupakan layanan fixed broadband dan paket data seluler dalam satu bundling.
Informasi saja, fixed broadband adalah jenis koneksi internet yang membutuhkan jaringan kabel seperti jaringan fiber optik untuk bisa terkoneksi ke internet.
Melalui produk tersebut, pelanggan mendapatkan akses internet tanpa batas maupun akses internet dengan kuota di perangkatnya. XL juga menawarkan layanan komputasi awan, smart city, hingga IoT untuk mendukung digitalisasi UKM Tanah Air.
Selain berinovasi mengembangkan bisnis, emiten operator seluler juga kerap melakukan perang harga internet guna menggaet pelanggan baru.
Akan tetapi, seiring tumbuhnya penetrasi pengguna internet, strategi tersebut kurang efektif bagi pergerakan rata-rata pendapatan per pengguna (ARPU) emiten telekomunikasi.
Sebagai dampaknya, pemain industri telekomunikasi ini melakukan penyesuaian harga paket kuota di awal tahun 2022. Usaha tersebut diharapkan dapat menaikkan ARPU dikalangan penggunanya.
Kenaikan tarif dan konsolidasi antar pelaku industri dapat menguntungkan operator terbesar di Indonesia, yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) hingga XL Axiata Tbk (EXCL).
Kendati demikian, industri telekomunikasi masih memiliki prospek yang cerah hingga beberapa tahun mendatang. Menurut riset yang diterbitkan UOB Kay Hian pada 18 Juli 2022 lalu, sektor telekomunikasi atau telco masih overweight.
Dalam riset tersebut disampaikan, industri telco masih berprospektif di masa depan didukung oleh penetrasi fixed broadband Indonesia yang mencapai 28 persen pada 2026. Ini memberi ruang bagi penyedia layanan tersebut untuk tumbuh.
“Strategi Fixed Mobile Convergence (FMC) diharapkan dapat meningkatkan penetrasi dari fixedbroadband,” ujar Selvi Ocktaviani, analis UOB Kay Hian.
Strategi ini merupakan gabungan dua teknologi yang berbeda yaitu teknologi seluler dan Wi-Fi menjadi satu bentuk layanan yang terintegrasi dalam satu ponsel.
Ini turut didukung oleh pembangunan infrastruktur untuk mobile broadband. Per 2021, pembebasan frekuensi baru sudah dilaksanakan sebanyak 90 Mhz. Dengan demikian, total tambahan spektrum frekuensi saat ini mencapai 120 Mhz.
Moratelindo (MORA) Ramaikan Emiten Telco Terjun ke Bursa
Menyusul emiten telco yang melenggang di bursa, MORA, pemain industri telekomunikasi berencana melakukan penawaran umum pada 29 Juli-2 Agustus 2022 mendatang.
Berdiri sejak 2000, MORA bergerak di bidang konstruksi sentral telekomunikasi, instalasi komunikasi, internet service provider, hingga jasa multimedia lainnya.
Adapun harga penawaran awal dalam Initial Public Offering (IPO) emiten ini mencapai Rp368/saham hingga Rp396/saham. Adapun saham yang ditawarkan sebanyak 2,61 miliar saham atau 11 persen dari modal yang ditempatkan dan disetor perseroan.
Asal tahu saja, sebanyak 20,51 persen saham MORA dikuasai oleh Smartfren atau FREN melalui anak usahanya yakni PT Smart Telecom. Sementara 45,71 persennya dikendalikan oleh PT Candrakarya Multikreasi.
Dilihat dari laporan keuangannya pada triwulan I-2022, pendapatan bersih MORA tumbuh 4,59 persen menjadi Rp1,03 triliun.
Sementara MORA masih dapat membukukan laba bersih sebesar Rp155,72 miliar pada periode ini meski mengalami penurunan sebesar minus 0,91 persen dibanding tahun lalu.
Sebagai pemain industri telco, operator provider komunikasi memiliki tujuan utnuk mendapatkan pelanggan data seluler dan layanan broadband dari operator yang sama.
Untuk dapat bersaing, operator membentuk layanan fixed broadbandmelalui strategi organik maupun anorganik. Guna mencapai ini, sejumlah emiten berlomba mengembangkan layanan ini.
Emiten yang mengembangkan layanan ini adalahTLKM melalui Indihome, EXCL bersama dengan grup Axiata mengakuisisi saham pengendali di Linknet (LINK), serta Indosat atau ISAT yang meluncurkan kembali fixed broadbandmereka dengan merek baru.
Sementara, seperti sedikit disinggung di atas, FREN juga masuk dalam layanan ini dengan memegang saham (pra-IPO) sebesar 20 persen di MORA.
Sedangkan MORA menawarkan layanan broadband Oxygen yang mana berkolaborasi dengan FREN, melalui skema FMC dengan paket Squad. Dengan demikian, pelanggan dapat menikmati internet broadband, saluran TV, saluran telepon, dan data seluler dalam satu tagihan.
Selain itu, TLKM juga mengembangkan strategi FMC melalui Indihome-Telkomsel dengan menghadirkan paket Smooa.
Adapun paket ini merupakan layanan tambahan Indihome yang menawarkan internet seluler kuota untuk dibagikan ke tiga hingga enam nomor Telkomsel yang ditagih dalam satu tagihan Indihome.
Analis UOB Kay Hian, Selvi Ocktaviani, dalam laporannya mengungkapkan bahwa implementasi FMC di Indonesia masih berada di tahap awal sehingga operator baru mengembangkan sistemnya saat ini.
“Kami berharap dapat melihat lebih banyak inovasi dalam paket baru yang diluncurkan di masa mendatang,” tulisnya dalam laporan “Regional Morning Notes” yang dipublikasikan pada Senin (18/7/2022).
Industri telco Tanah Air sendiri didominasi oleh pemain-pemain besar. Sebut saja TLKM yang merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan EXCEL Axiata Grup yang memiliki LINKNET yang dulunya milik grup LIPPO.
Sementara, pemain lainnya seperti FREN adalah perusahaan telco yang dimiliki oleh Sinar Mas Grup. Sedangkan ISAT kini berkonsolidasi menjadi perusahaan telco terbesarsetelah TLKM dengan melakukan merger dengan PT Hutchison 3 Indonesia (Tri).
Kinerja Keuangan Baik, Saham Emiten Telco Masih Tumbuh Positif
Sebagai emiten industri telco terbesar di Tanah Air, kinerja saham TLKM merupakan yang paling unggul diantara emiten telco lainnya.
Adapun menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) pada penutupan perdagangan Kamis (21/7), kinerja saham year to date (YTD) emiten ini tumbuh sebesar 5,45 persen.
Tumbuhnya saham TLKM diiringi dengan kinerja keuangan yang baik pada triwulan I-2022. Di periode ini, emiten BUMN ini mencetak pendapatan bersih hingga Rp35,21 triliun.
Sementara laba bersih yang dibukukan mencapai Rp6,12 triliun atau tumbuh sebesar 1,73 persen. Ini menjadi satu-satunya emiten telco yang laba bersihnya masih bertumbuh di triwulan I-2022.
Tumbuhnya laba bersih TLKM didukung oleh meningkatnya pendapatan bersihnya. Adapun dalam laporan keuangannya disebutkan, pendapatan bersih TLKM sebagian besar disumbang oleh pendapatan data, internet, dan jasa teknologi informatika sebesar 56,83 persen.
Sementara sumber pendapatan dari segmen tersebut pada triwulan pertama tahun ini yaitu mencapai Rp20,01 triliun.
Menyusul TLKM, ISAT menjadi emiten kedua yang sahamnya tumbuh positif sepanjang tahun 2022. Adapun sebagaimana dilansir dari data BEI, saham ISAT naik 4,84 persen secara YTD. Tumbuhnya saham ISAT didukung oleh pendapatan bersih yang melesat signifikan mencapai 48,02 persen.
Pada triwulan I-2022, ISAT memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp10,87 triliun. Walaupun memang, laba bersihnya merosot dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi Rp139,09 miliar. Adapun persentase penurunannya mencapai minus 25,22 persen.
Dibanding emiten telco lain, EXCL mencatatkan kinerja saham terburuk, yakni terkontraksi hingga minus 22,40 persen. Merosotnya saham EXCL terjadi di tengah laba bersih perusahaan yang anjlok hingga 56,60 persen di triwulan I-2022.
Adapun pendapatan bersih emiten ini mencapai Rp6,74 triliun. Meskipun mengalami penurunan yang signifikan, EXCL masih mampu membukukan laba bersihnya pada periode ini sebesar Rp139,09 miliar.
Terakhir yakni FREN yang kinerja sahamnya cenderung datar atau berada di angka 0 persen secara YTD. Meski demikian, kinerja keuangan FREN tumbuh pesat seiring keberhasilan emiten membalik rugi menjadi laba.
Pada triwulan I-2022, FREN berhasil membukukan laba sebesar Rp24,8 miliar. Padahal, di periode yang sama tahun lalu,emiten ini masih menanggung rugi sebesar Rp396,82 miliar.
Melesatnya pendapatan perusahaan ditopang oleh pendapatan jasa telekomunikasi dari segmen data sebesar Rp2,41 triliun atau tumbuh 9,18 persen. Sementara pendapatan lain-lain turut meningkat sebesar 66,80 persen secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp151,76 miliar.
Meski kinerja saham YTD FREN cenderung datar, pada Rabu (13/7) lalu, saham FREN melejit hingga 6,10 persen menjadi Rp87/saham.
Melesatnya saham emiten ini seiring dengan sentimen data center yang hendak dibangun oleh FREN di tahun ini. Proyek data center ini merupakan kerjasama antara emiten dengan perusahaan dari Dubai. (ADF)
Periset: Melati Kristina