MARKET NEWS

Musim Berburu Cuan Dividen Empat Bank Kakap

Melati Kristina - Riset 20/03/2023 06:30 WIB

Emiten bank big four mau bagikan dividen jumbo di awal 2023. Apakah bisa memberikan cuan yang lebih besar dibanding jenis investasi lainnya?

Musim Berburu Cuan Dividen Empat Bank Kakap. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Emiten bank big four membagikan dividen jumbo di awal 2023 yang menarik dividend hunter untuk berinvestasi. Namun demikian, apakah imbal hasil atau dividend yield dari saham tersebut lebih menarik dibanding dengan jenis investasi lainnya?

Tercatat PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) akan membagikan dividen tunai tahun buku 2022 sebesar Rp43,49 triliun yang berasal dari 85 persen dari laba bersih BBRI yang mencapai Rp51,41 triliun pada tahun 2022.

Jumlah tersebut termasuk jumlah dividen interim yang telah dibagikan pada pemegang saham pada 27 Januari 2023 lalu sebesar Rp8,60 triliun atau Rp57/saham.

Sehingga, investor akan menerima dividen tunai sebesar Rp34,89 triliun atau senilai Rp231,22/saham yang rencananya akan dibagikan pada 12 April 2023 mendatang.

Dengan demikian, jumlah dividen final yang dibagikan oleh BBRI untuk periode tahun buku 2022 mencapai Rp288,22/saham.

Tak hanya BBRI, bank big four lainnya, seperti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) hingga PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) juga telah mengumumkan pembagian dividen jumbo pada awal 2023.

Sebagaimana diumumkan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) perusahaan yang digelar pada Selasa (14/3), pemegang saham BMRI menyetujui untuk membagikan dividen sebesar 60 persen dari laba bersih perusahaan pada 2022, yang mencapai Rp41,1 triliun.

Dengan demikian, total dividen yang hendak dibagikan di periode ini sebesar Rp24,70 triliun dengan besaran dividen per saham mencapai Rp529,34.

Adapun, berasaran dividen tersebut naik hingga 46,8 persen secara tahunan atau year on year (yoy). Informasi saja, pada 2022 lalu, BMRI membagikan dividen yang nilainya mencapai Rp360,5/saham.

Sementara, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) turut mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp7,30 triliun atau setara dengan 40 persen dari total laba bersih pada tahun buku 2022 yang mencapai Rp18,31 triliun.

Artinya, investor akan mendapatkan pembagian dividen per saham yang mencapai Rp392,72. (Lihat tabel di bawah ini.)

Terakhir, bank big four BBCA juga bakal membagikan dividen tunai yang mencapai Rp25,30 triliun atau sebesar 62,10 persen dari laba bersih perseroan di tahun 2022 yang mencapai Rp40,73 triliun.

Dalam RUPST yang digelar pada Kamis (16/3) lalu, BBCA turut mengumumkan nilai dividen per saham yang mencapai Rp205.

Adapun, nilai dividen tunai tersebut telah mencakup dividen interim tunai tahun buku 2022 sebesar Rp35/saham yang telah dibayarkan pada 20 Desember 2022 lalu.

Cuan Dividen Saham Vs Deposito-Obligasi-SBN

Berinvestasi saham dengan mengandalkan cuan dari pembagian dividen tentunya lebih unggul dibanding dengan jenis investasi lainnya, seperti deposito.

Menurut data Laporan Harian Bank Umum (LBHU), bunga deposito dari bank big four dalam jangka 12 bulan hanya berada di kisaran 2 persen sampai 3 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Tercatat, bunga deposito yang paling besar diberikan oleh BNI dan BRI yang mencapai 3 persen untuk jangka 12 bulan.

Sementara, bunga deposito dari Bank Mandiri dan Bank BCA untuk jangka 12 bulan masing-masing mencapai 2,50 persen dan 2 persen.

Walaupun menghasilkan keuntungan yang lebih rendah dibanding jenis investasi lainnya, berinvestasi pada deposito memiliki kelebihan seperti risiko kerugian yang lebih kecil dari fluktuasi pasar.

Sedangkan, dibanding berinvestasi pada deposito bank big four, berinvestasi di saham bank-bank ini bisa mendatangkan cuan yang lebih besar.

Berdasarkan jumlah dividen per saham yang hendak dibagikan dan harga saham saat ini, bank big four di atas menghasilkan imbal hasil atau dividend yield hingga 6 persen.

Tercatat, dividend yield pada pembagian dividen mendatang dari BBRI mencapai 6,09 persen. Sementara, dividend yield dari BMRI mencapai 5,37 persen.

Artinya, dividend yield dari kedua emiten di atas tergolong tinggi karena angkanya berada di atas 5 persen.

Adapun, dividend yield dari BBNI dan BBCA pada periode ini masing-masing mencapai 4,39 persen dan 2,47 persen. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kendati demikian, bila dibandingkan dengan yield dari obligasi pemerintah dan Surat Berharga Negara (SBN) dengan tenor satu tahun, dividend yield dari bank big four di atas menghasilkan cuan yang lebih kecil.

Melansir data investing, yield dari obligasi pemerintah dengan tenor satu tahun per Kamis (16/3) mencapai 6,21 persen.

Sedangkan, yield dari SBN tenor satu tahun pada periode yang sama mencapai 6,04 persen, yang mana lebih tinggi dibanding dividend yield dari BMRI, BBNI, dan BBCA.

Meski memiliki dividend yield yang lebih kecil dibanding kedua jenis investasi di atas, berinvestasi di saham mempunyai potensi apresiasi harga atau capital gain, walaupun memang terkadang harga saham juga terbuka untuk koreksi.

Mewaspadai Sentimen Saham Perbankan

Meskipun berburu dividen pada emiten bank big four bisa mendatangkan cuan, investor perlu memerhatikan sejumlah setimen di industri ini, terutama kondisi pasar saham Tanah Air yang tengah lesu belakangan.

BEI mencatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali merosot bahkan mencapai level psikologis 6.500 pada Kamis (16/3).

Adapun, per Kamis (16/3), IHSG berada di level 6.565,73 atau merosot sebesar 0,94 persen. Bahkan, dalam dua pekan, IHSG sudah anjlok dari level psikologis 6.800 ke level 6.500.

Merosotnya IHSG dalam sepekan terakhir tak lepas dari berbagai sentimen global, termasuk aksi jual besar-besaran saham bank Credit Suisse setelah bank menyebut, investor terbesarnya tidak mau melakukan suntikan dana ke bank Swiss tersebut.

Dampaknya, saham Credit Suisse rontok ke level terendah dan memicu aksi jual gede-gedean di pasar Eropa yang turut berimbas bagi bursa saham Wall Street.

Selain itu, kolapsnya bank besar Amerika Serikat (AS), yakni Silicon Valley Bank (SVB) hingga Signature Bank di tengah kebijakan hawkish The Fed dalam menaikkan suku bunga yang diikuti rontoknya saham-saham bank di AS menjadi sentimen negatif bagi IHSG, tak terkecuali bank big four.

Tak hanya itu, saham perbankan big four RI juga kerap dilego oleh investor asing belakangan.

Melansir data BEI per Kamis (16/3), dalam sepekan terakhir saham BBCA mencatatkan jual bersih atau net sell jumbo, yakni sebesar Rp795,9 miliar. Disusul oleh saham BMRI dan BBRI yang masing-masing mencatatkan net sell sebesar Rp730,6 miliar dan Rp553,8 miliar.

Di sisi lain, anjloknya IHSG juga disertai dengan merosotnya nilai transaksi harian di bursa saham Tanah Air.

Tercatat, likuiditas perdagangan IHSG secara year to date (YTD) mencapai Rp10 triliun, yaitu merosot tajam dibanding rata-rata transaksi harian pada 2022 yang mencapai Rp14,7 triliun.

Menurut riset RHB Sekuritas bertajuk “Market Strategy: Be Defensive Now, Focus on Cyclical Sector in 2H” yang diterbitkan pada Selasa (14/3), nilai transaksi harian IHSG turun karena investor sedang wait and see.

“Kami percaya kebijakan The Fed dalam menaikkan suku bunga di atas dari perkiraan sebelumnya berkontribusi pada penurunan likuiditas perdagangan IHSG karena pasar cenderung menunggu keputusan The Fed sebelum mengambil keputusan untuk berinvestasi dalam jumlah besar,” tulis riset tersebut.

RHB Sekuritas juga mencatat, kembalinya mekanisme symmetric circuit brake di BEI dapat menyebabkan saham lebih fluktuatif.

Kondisi pasar saham yang sedang loyo hingga menjadi lebih fluktuatif tentunya perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan capital loss, yakni kerugian karena aset investasi berkurang nilainya.

Sehingga, hal ini menyebabkan investor menjual saham dengan harga yang lebih rendah dari harga belinya.

Dengan mempertimbangkan sentimen-sentimen di atas, investor harus mencermati saat yang tepat untuk berinvestasi pada pasar saham, terutama pada saham bank big four di atas supaya tidak menanggung capital loss.

Periset: Melati Kristina

(ADF)

SHARE