Nasib Batu Bara di Tengah Gonjang Ganjing Ekonomi Global
Nasib batu bara hingga kuartal 1 tahun ini mungkin tak akan semulus dibandingkan setahun yang lalu.
IDXChannel – Nasib batu bara hingga kuartal 1 tahun ini mungkin tak akan semulus dibandingkan setahun yang lalu.
Pada perdagangan Rabu (3/5/2023), harga batu bara kontrak Juni di pasar ICE Newcastle ditutup di posisi USD182,3 per ton atau turun 4,05%. Harga tersebut menjadi yang terendah sejak 14 April yang berada di level USD 181 per ton.
Sementara itu, secara year to date (ytd), harga batu bara telah anjlok lebih dari 45% sepanjang tahun ini.
Adapun, Indonesia telah menetapkan harga patokan batu bara untuk bulan April sebesar USD265,26 per ton untuk batu bara dengan nilai kalori di atas 6.000 kkal/kg, menurut peraturan menteri energi pada Selasa (18/4/2023).
Harga tersebut lebih rendah dari harga referensi di bulan Maret sebesar USD283,08 per ton. Indonesia memiliki harga patokan batu bara berjenjang berdasarkan nilai kalori dan menghitung harga berdasarkan harga jual rata-rata batu bara selama dua bulan sebelumnya.
Sejak akhir tahun, harga batu bara telah menurun signifikan dari level tertingginya di kisaran USD400 an per ton pada pertengahan tahun lalu.
Meski harga batu bara telah turun dari harga tertingginya pada 2022, namun masih jauh di atas rata-rata 2017 hingga 2021.
Tingkat konsumsi batu bara global juga sempat mencapai titik tertinggi sepanjang masa pada 2022, dipimpin oleh India dan China.
Menurut catatan Bank Dunia, permintaan global mencapai titik tertinggi dengan peningkatan konsumsi terjadi di India sebesar 10% dan di Eropa sebesar 5%. Ini sebagai respons terhadap kebutuhan fasilitas pembangkit listrik dan mengisi kesenjangan pasokan yang disebabkan oleh produksi energi lain yang lebih lemah.
Konsumsi di China juga naik moderat, karena pertumbuhan ekonomi tetap lamban akibat pembatasan Covid-19 bahkan pasca pembatasan dicabut.
Di sisi lain, konsumsi batubara di Amerika Serikat (AS) juga turun sebesar 8% pada Q4 2022 karena kenaikan harga gas alam yang kurang signifikan dibandingkan dengan Eropa. Ini membatasi substitusi antara batubara dan gas untuk pembangkit listrik di AS.
Produksi global mencapai titik tertinggi sepanjang masa di tahun lalu karena China juga meningkatkan produksi sebesar 11% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara produksi di India naik sebesar 16%.
Di AS, produksi batu bara juga meningkat sebesar 3% pada 2022, meskipun terjadi penurunan konsumsi domestik dan kendala logistik.
Di Indonesia, produksi meningkat hingga 4% di atas target tahunan. Di sisi lain, produksi di Afrika Selatan mengalami penurunan karena kendala tenaga kerja dan transportasi kereta api.
Harga dan permintaan batubara diperkirakan akan menurun dalam jangka menengah. Rata-rata harga batu bara tahunan diperkirakan akan turun pada 2023 dibandingkan dengan 2022, tetapi masih jauh di atas harga rata-rata lima tahunan.
Harga batubara berjangka juga jauh lebih rendah pada 2023 dibandingkan dengan tahun lalu.
Peningkatan permintaan batubara jangka pendek yang diharapkan dapat didukung oleh aktivitasas ekonomi di China.
Namun, harapan dari China masih dikatakan ‘gagal’ terwujud dan pertumbuhan global yang lebih lambat dari perkiraan.
Dalam jangka panjang, risiko geopolitik juga telah meningkatkan tekad pemerintah untuk memfasilitasi transisi energi dari bahan bakar fosil.
Ini berarti ekspektasi permintaan batubara global akan mencapai puncaknya pada 2023 dan stabil setelahnya. (ADF)