MARKET NEWS

Negosiasi Plafon Utang AS Alot, Deretan Risiko Ini Membayangi Pasar

Maulina Ulfa - Riset 23/05/2023 14:55 WIB

Negosiasi tentang keputusan plafon utang Amerika Serikat (AS) masih berlanjut antara pemerintahan Biden dan DPR negeri Paman Sam.

Negosiasi Plafon Utang AS Alot, Deretan Risiko Ini Membayangi Pasar. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Negosiasi tentang keputusan plafon utang Amerika Serikat (AS) masih berlanjut antara pemerintahan Biden dan DPR negeri Paman Sam.

Presiden AS Joe Biden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS Kevin McCarthy kembali bertemu di Gedung Putih untuk membahas kenaikan plafon utang pemerintah federal Amerika Serikat (AS).

Dalam pernyataan kepada wartawan sebelum pertemuan, kedua pemimpin tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa kesepakatan dapat segera tercapai.

"Perbedaan pandangan tetap ada," kata McCarthy, dilansir dari Reuters pada Selasa (23/5/2023).

"Tapi saya pikir cepat atau lambat kita bisa mencapai titik temu," lanjutnya.

Menteri Keuangan Janet Yellen sebelumnya mengatakan AS terancam mengalami gagal bayar secepatnya 1 Juni. Default dapat membuat ekonomi AS bergejolak hebat.

Efek terburuk dari default di antaranya potensi penangguhan Jaminan Sosial dan penundaan pembayaran utang oleh AS, serta kehancuran tiba-tiba pasar dunia dan resesi.

1. Aksi jual besar-besaran pasar saham

Di tengah diskusi alot, Wall Street tengah menanti berbagai kemungkinan yang mengganggu, termasuk menghitung kemungkinan efek dari default bagi pasar.

Jika diskusi plafon utang tak menyenangkan pasar, paling tidak dampak langsung yang akan terlihat adalah akan ada aksi jual besar-besaran di Wall Street.

Dalam analisis terbarunya, UBS mengatakan S&P 500 bisa turun setidaknya 20% akibat kondisi ini.

Sejauh ini tiga indeks utama Wall Street masih mengalami penguatan di mana S&P 500 naik 9,64% secara year to date (ytd), Nasdaq naik 22,47%, dan Dow Jones naik 0,45% sepanjang 2023. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Namun, sebenarnya cukup sulit untuk memprediksi seberapa buruk hal-hal yang bisa terjadi karena AS tidak memiliki track record gagal membayar utangnya. Meskipun pada 2011 lalu juga sempat terjadi kebuntuan utang.

Meski demikian, jika aksi jual terjadi, analis percaya ini akan menyamai atau melampaui penurunan tajam pada September 2008, ketika DPR menolak paket penyelamatan USD700 miliar karena AS berada di jurang krisis keuangan global.

Saat itu, Dow Jones Industrial Average turun sekitar 778 poin dalam sehari, yang kemudian merupakan penurunan satu hari terbesar dalam sejarah salah satu indeks Wall Street tersebut.

2. Citra obligasi dan dolar AS dipertaruhkan

Default utang juga akan mengirim pasar obligasi AS turun tajam. Treasury selama ini terkenal dengan citra menjadi tempat investasi teraman di seluruh dunia. Banyak perusahaan dan negara di seluruh dunia menjadikan obligasi pemerintah AS ini sebagai jaminan dalam semua jenis transaksi keuangan.

Jika pemerintah federal gagal membayar pemegang obligasi, itu akan menimbulkan konsekuensi yang tak terbayangkan bagi kedudukan AS.

Gagal bayar juga akan melemahkan dolar AS, yang secara luas dipandang sebagai mata uang paling penting di dunia. Ini mengingat peran penting dolar yang dimainkannya dalam ekonomi global.

"Mata uang cadangan utama dunia dan instrument safe haven, yang membentuk landasan sistem keuangan global, tiba-tiba jauh lebih tidak aman dan harus diberi harga ulang. Kondisi ini tidak dapat diprediksi,” tulis ekonom UBS dalam catatan Jumat, 19 Mei lalu kepada klien.

Analis juga percaya lembaga pemeringkat kredit akan menurunkan peringkat kredit negara adidaya tersebut.

Saat ini, AS memiliki peringkat "AAA" dari dua lembaga kredit utama.

AS mengalami penurunan peringkat pada 2011 dari perusahaan pemeringkat utama lainnya, ketika S&P Global Ratings menurunkan peringkat negara tersebut menjadi AA+ di tengah putaran negosiasi utang di bawah pemerintahan Presiden Obama.

Pada 2011, Kongres menaikkan batas utang hanya 2 hari sebelum Departemen Keuangan jatuh ke dalam default.

Beberapa hari kemudian, Standard & Poor's menurunkan peringkat kredit AS menjadi AA+ dari sebelumnya AAA.

Merespons hal itu, aset berisiko bereaksi negatif di mana terjadi aksi jual dolar, saham merosot, dan spread kredit melebar.

Juga terjadi reli yang kuat di obligasi pemerintah AS didorong oleh kekhawatiran pasar yang membuat imbal hasil obligasi lebih tinggi secara keseluruhan. Kondisi ini semakin membebani keuangan AS.

3. Spread CDS Melambung

Biaya asuransi utang AS atau credit default swap (CDS) juga mengalami peningkatan secara substansial akibat kebuntuan plafon utang. Saat ini, spread CDS berada pada titik tertinggi sepanjang masa. Ini mencerminkan kekhawatiran yang meningkat tentang gagal bayar AS.

Faktanya, spread CDS yang merupakan premi asuransi yang harus dibayarkan untuk memastikan utang AS, mulai meningkat secara dramatis pada bulan April lalu. (Lihat grafik di bawah ini.)

Semakin dekat AS dengan plafon utang, indikator tekanan CDS akan semakin memburuk. Ini yang berpotensi menyebabkan peningkatan volatilitas di pasar saham dan obligasi korporasi.

Kondisi ini juga berpotensi menghambat kemampuan perusahaan untuk membiayai diri sendiri dan terlibat dalam investasi produktif dalam pengembangan bisnis. (ADF)

SHARE