OJK Revisi Mekanisme Penjatahan IPO, Investor Ritel Berpeluang Dapat Lebih Besar
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah mekansime penjatahan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO).
IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah mekansime penjatahan penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO). Perubahan tersebut tertuang dalam Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 25 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 17 November 2025.
Aturan ini menyempurnakan mekanisme penjatahan IPO yang sudah ada dalam SEOJK 15/2020, sehingga SEOJK yang lama tersebut dinyatakan tidak berlaku. Dengan aturan baru ini, investor ritel, terutama yang memiliki modal kecil berpeluang memperoleh saham IPO lebih besar daripada sebelumnya, terutama pada IPO-IPO yang ramai diserbu investor.
Secara lengkap, OJK membagi penggolongan IPO ke dalam lima bagian tergantung nilai IPO-nya. Golongan I kurang dari Rp100 miliar, golongan II Rp100-Rp250 miliar, golongan III Rp250-Rp500 miliar, golongan IV Rp500 miliar-Rp1 triliun, dan golongan V lebih dari Rp1 triliun. Setiap golongan memiliki alokasi minimal untuk penjatahan terpusat (pooling allotment) untuk memastikan IPO tidak dikuasai investor besar lewat penjatahan pasti (fixed allotment).
Untuk golongan I misalnya, OJK mewajibkan emiten menyediakan alokasi penjatahan terpusat minimal 20 persen atau Rp10 miliar. Untuk IPO besar di atas Rp1 triliun, penjatahan terpusat minimal dialokasikan 2,5 persen atau Rp75 miliar.
Selain itu, investor ritel juga memiliki peluang memperoleh saham IPO lebih besar melalui aturan penjatahan terpusat ritel dan non ritel ditetapkan porsi 1:1. Dengan begitu, tidak ada ketimpangan jatah antara investor ritel dan non-ritel, sehingga distribusi lebih merata dan inklusif.
Jika terjadi kelebihan permintaan (oversubscription), alokasi penjatahan terpusat harus dinaikkan. Misalnya, golongan I terjadi oversubscription 2,5-10 kali, maka alokasi penjatahan terpusat minimal 22,5 persen. Jika lebih dari 25 kali, maka alokasinya naik menjadi 30 persen.
Selain itu, setiap investor yang memesan mendapatkan jatah awal maksimal 10 lot atau sesuai pesanan jika kurang dari 10 lot. Jika tak cukup, dialokasikan berdasarkan waktu pemesanan dengan prioritas pada pemesan paling awal (first come first served).
Kendati demikian, OJK juga memperketat verifikasi pesanan IPO. Untuk penjatahan pasti, pemesanan hanya dapat dilakukan lewat perusahaan efek yang menjadi penjamin emisi efek. Kemudian penjamin emisi efek diwajibkan melakukan uji tuntas (due diligence) terhadap kemampuan finansial investor lewat rekening koran 3 bulan, dan OJK dapat meminta bukti dokumen pendukung untuk memastikan proses uji tuntas tersebut dijalankan.
Untuk penjatahan terpusat, semua pemesanan investor dari berbagai akun sekuritas digabung menjadi satu per SID. Hal ini demi menekan praktik membuat banyak alias "menternak" akun sekuritas untuk memperbesar peluang mendapatkan saham IPO lebih banyak. Kemudian, setiap investor hanya boleh memesan maksimal senilai 10 persen dari total IPO. Jika lebih, pesanan harus dikoreksi atau tidak dapat diproses.
OJK juga memperketat proses pemesanan di mana investor harus wajib menyediakan dana penuh sesuai pesanan di Rekening Dana Nasabah (RDN). Penjamin emisi juga wajib menyediakan dana jaminan sesuai porsi penjaminannya.
OJK mengungkapkan, penerbitan SEOJK 25/2025 dibuat dilatarbelakangi tingginya tingkat volatilitas harga saham IPO terutama yang memiliki nilai kecil, akibat adanya pihak tertentu yang memesan sangat besar sehingga saat pihak tertentu tersebut menjual saham miliknya terjadi kejatuhan harga.
Di samping itu, OJK juga melihat adanya ketidakseimbangan alokasi saham IPO di antara investor ritel dan non-ritel. Dengan demikian, proses IPO ke depan diharapkan menjadi lebih adil dan akuntabel.
(Rahmat Fiansyah)