MARKET NEWS

Pasar Khawatir Permintaan Global Melemah, Harga Minyak Merosot

Maulina Ulfa 17/04/2024 09:56 WIB

Harga minyak mentah berjangka (futures) West Texas Intermediate (WTI) dan Brent berada di kisaran USD84,9 per barel dan di level USD89,7 per barel.

Pasar Khawatir Permintaan Global Melemah, Harga Minyak Merosot. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Harga minyak mentah berjangka (futures) West Texas Intermediate (WTI) dan Brent berada di kisaran USD84,9 per barel dan di level USD89,7 per barel pada perdagangan Rabu (17/4/2024).

Harga minyak WTI dan Brent masing-masing turun 0,5 persen dan 0,42 persen pada pukul 08.15 WIB di tengah konflik antara Iran dan Israel.

Minyak mentah berjangka WTI turun di bawah USD85 per barel pada Selasa (16/4), menyusul penurunan pada sesi Senin.

Koreksi ini terjadi di tengah kekhawatiran terhadap permintaan global akibat lemahnya momentum ekonomi di China dan memudarnya harapan penurunan suku bunga AS dalam waktu dekat melebihi ketakutan soal seretnya pasokan dan meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.

Melansir dari Reuters, Rabu (17/4), harga minyak melemah sepanjang pekan ini seiring hambatan ekonomi menekan sentimen investor, membatasi keuntungan dari ketegangan geopolitik.

“Kekhawatiran terhadap permintaan meningkat karena ekspektasi bahwa penurunan suku bunga AS kemungkinan akan tertunda dan data ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan,” kata Hiroyuki Kikukawa, presiden NS Trading, salah satu unit Nissan Securities, dikutip Reuters.

“Karena pasar telah meningkat hingga minggu lalu karena kekhawatiran pasokan di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah, agresi Iran yang relatif terkendali tidak memberikan alasan untuk melakukan pembelian,” imbuhnya.

Investor tengah menanti tanggapan Israel terhadap serangan Iran baru-baru ini.

Para pemimpin militer Israel menekankan perlunya tindakan, sementara para pejabat Eropa dan Amerika Serikat (AS) menyerukan Israel untuk menahan diri agar tidak menimbulkan peperangan yang lebih luas.

Negara-negara Barat dan Arab menasihati Perdana Menteri Benjamin Netanyahu agar tidak melakukan tindakan pembalasan dan memperingatkan kemungkinan kerugian terhadap kepentingan Israel.

Perlu diketahui, Timur Tengah menyumbang sepertiga pasokan minyak global, dan Iran adalah salah satu produsen minyak terbesar OPEC. Iran dilaporkan memproduksi minyak mentah lebih dari 3 juta barel per hari pada 2023.

Sementara pada penutupan sesi Senin (15/4), harga minyak WTI dan Brent sempat turun lebih dari satu persen imbas ketegangan di Timur Tengah yang mulai terkondisikan.

Minyak mentah berjangka WTI sempat diperdagangkan 1,5 persen lebih rendah pada USD84,5 per barel dan minyak mentah Brent diperdagangkan 1,3 persen lebih rendah pada level USD89,3 per barel pada perdagangan intraday Senin, karena meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah untuk sementara menurunkan premi risiko pada komoditas energi.

Meski demikian, harga minyak mentah masih bertahan di kisaran level tertinggi dalam lima bulan atau sejak Oktober 2023.

Kabar lainnya, stok minyak mentah di AS juga dilaporkan meningkat sebesar 4,09 juta barel pada pekan yang berakhir 12 April 2024, menyusul kenaikan 3,03 juta barel pada minggu sebelumnya, menurut data dari Buletin Statistik Mingguan API.

Ini menandai peningkatan persediaan minyak mentah selama dua minggu berturut-turut dan kenaikan mingguan terbesar dalam empat minggu.

Data inflasi AS baru-baru ini juga mengindikasikan bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed) mungkin memerlukan lebih banyak waktu untuk merasa nyaman menurunkan suku bunga.

Hal ini disampaikan Ketua The Fed Jerome Powell dalam diskusi panel di Wilson Center di Washington bersama Gubernur Bank of Canada Macklem pada Selasa (16/4).

“Data terbaru jelas tidak memberikan kita kepercayaan diri yang lebih besar dan malah menunjukkan bahwa kemungkinan akan memakan waktu lebih lama dari yang diharapkan untuk mencapai kepercayaan tersebut,” kata Powell.

“Mengingat kekuatan pasar tenaga kerja dan kemajuan inflasi sejauh ini, sangatlah tepat untuk memberikan kebijakan restriktif lebih lanjut dan membiarkan data serta prospek yang berkembang memandu kita,” tambahnya.

Hal ini menunjukkan bahwa pejabat The Fed tidak merasakan kebutuhan mendesak untuk menurunkan suku bunga dan menyiratkan bahwa penurunan suku bunga apa pun pada 2024 mungkin terjadi menjelang akhir tahun. (ADF)

SHARE