Perbankan Gelontorkan Kredit Jumbo per Agustus, Bursa China Menghijau
Sektor perbankan China menggelontorkan pinjaman baru sebesar CNY1,36 triliun pada Agustus 2023.
IDXChannel - Sektor perbankan China menggelontorkan pinjaman baru sebesar CNY1,36 triliun pada Agustus 2023.
Demikian, menurut data yang dirilis People’s Bank of China (PBOC) pada Senin (11/9/2023).
Penyaluran kredit baru ini menandai peningkatan tajam dari bank sentral China di mana sebelumnya jumlah kredit yang disalurkan hanya mencapai CNY0,35 triliun pada Juli. (Lihat grafik di bawah ini.)
Angka ini melampaui konsensus pasar sebesar CNY1,20 triliun. Bank sentral mendorong stimulus yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di tengah lemahnya permintaan dalam negeri dan permintaan global.
Pejabat bank sentral telah berjanji untuk menggunakan alat kebijakan seperti penurunan rasio cadangan wajib atau Reserve Requirement Ratio (RRR) untuk memastikan likuiditas yang cukup.
Pinjaman rumah tangga, termasuk hipotek, melonjak menjadi CNY392,2 miliar, sangat kontras dengan kontraksi sebesar CNY200,7 miliar yang terjadi pada Juli.
Selain itu, kredit korporasi juga melonjak menjadi CNY 948,8 miliar dari sebelumnya CNY237,8 miliar.
Sementara itu, pinjaman dalam yuan meningkat sebesar 11,1 persen pada Agustus, sejalan dengan ekspektasi dan sesuai dengan tingkat yang diamati pada Juli.
Jumlah uang beredar M2 di China juga tumbuh sebesar 10,6 persen, sedikit di bawah perkiraan pasar sebesar 10,7 persen.
Bursa China Positif
Merespon upaya pemerintah dalam memberikan stimulus, indeks Shanghai Composite naik 0,84 persen di level 3.143. Sementara indeks Shenzhen naik 0,98 persen menjadi 10.382 pada penutupan perdagangan hari ini.
Investor menyambut baik langkah-langkah terbaru pemerintah untuk meningkatkan kinerja pasar modal.
Regulator keuangan China mengumumkan pada Minggu (10/0) bahwa mereka akan mengurangi bobot risiko yang melekat pada kepemilikan saham blue-chip dan saham teknologi oleh perusahaan asuransi, sehingga mendorong arus masuk modal ke pasar ekuitas.
Investor juga mencerna data peningkatan penyaluran kredit perbankan yang melampaui perkiraan pada Agustus, sembari menunggu data output industri, penjualan ritel dan harga jual rumah pada Jumat mendatang.
Secara keseluruhan, pasar saham Asia bergerak mixed pada perdagangan hari ini meskipun investor China menjual saham pengembang properti. Investor disebut masih tidak yakin dengan upaya Beijing untuk menghidupkan kembali aktivitas di pasar real estate.
Indeks MSCI yang terdiri dari saham-saham Asia Pasifik di luar Jepang membalikkan kerugian sebelumnya dan naik 0,3 persen, tersengat kenaikan tipis saham-saham AS.
Indeks Nikkei 225 Jepang turun 0,43 persen sementara indeks Hang Seng turun 0,58 persen. Indeks Hang Seng melemah karena investor tetap waspada terhadap sektor properti China.
Indeks Properti Hang Seng Hong Kong, yang mengukur kinerja saham pengembang terkemuka di Hong Kong juga masih mengalami penurunan 3,24 persen.
Bursa Hong Kong juga melemah karena kinerja saham raksasa e-commerce Alibaba Group turun 2,5 persen di tengah pengunduran diri CEO Daniel Zhang secara tiba-tiba.
Sementara indeks properti di bursa saham China daratan turun 1,9 persen di mana sebelumnya turun lebih dari 3 persen.
“Kita perlu menstabilkan pasar properti terlebih dahulu agar pemulihan ekonomi yang berarti dapat terjadi di China,” kata David Chao, ahli strategi pasar Asia Pasifik di Invesco.
Dalam beberapa minggu terakhir, otoritas China, termasuk melalui kementerian perumahan, bank sentral dan regulator keuangan, telah meluncurkan serangkaian langkah kebijakan menyelamatkan sektor ini.
Di antaranya seperti pelonggaran aturan peminjaman, untuk mendukung sektor properti yang terlilit utang, dan terdapat beberapa harapan akan adanya langkah-langkah lebih lanjut untuk bangkit kembali.
“Dalam jangka pendek investor berhati-hati terhadap China. Namun kami cukup yakin bahwa kebijakan (stimulus ekonomi) berubah dari sedikit demi sedikit menjadi lebih tepat sasaran dalam beberapa minggu terakhir, terutama di sektor properti,” kata Marcella Chow, ahli strategi pasar JPMorgan Asset Management. (ADF)