Percepat Pemulihan Ekuitas, Ini Sederet Transformasi Garuda (GIAA)
GIAA mempercepat momentum pemulihan kinerja sepanjang 2025 dengan melakukan transformasi operasional, finansial, layanan, serta tata kelola perusahaan.
IDXChannel - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) mempercepat momentum pemulihan kinerja sepanjang 2025 dengan melakukan transformasi operasional, finansial, layanan, serta tata kelola perusahaan.
Dengan dukungan penyertaan modal dari Danantara Indonesia, Garuda dan Citilink menempatkan, optimasi kapasitas produksi, penguatan kinerja komersial, serta konsolidasi fundamental bisnis sebagai fokus utama dalam upaya mengembalikan ekuitas ke level positif.
Penyertaan modal senilai Rp23,67 triliun yang telah disahkan dalam RUPS Luar Biasa pada 12 November 2025 mempertegas posisi Garuda sebagai flag carrier dan pilar strategis konektivitas nasional.
Dari total dana tersebut, sebanyak Rp8,7 triliun dialokasikan untuk modal kerja dan perawatan armada Garuda, sementara Rp14,9 triliun dialokasikan untuk kebutuhan modal kerja dan penyelesaian kewajiban pembelian avtur Citilink periode 2019-2021.
Hingga November 2025, dukungan shareholder loan (SHL) memungkinkan Garuda Indonesia menjaga serviceability atas 13 pesawat. Citilink juga melakukan reaktivasi 9 pesawat sejak September sehingga jumlah armada siap operasi maskapai berbiaya hemat itu diproyeksikan mencapai 36 pesawat pada akhir tahun.
Per Oktober 2025, Garuda Indonesia mengoperasikan 78 armada dengan 58 pesawat dalam kondisi serviceable, sementara Citilink mengoperasikan 64 armada dengan 32 pesawat serviceable.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Glenny Kairupan menegaskan, peningkatan kapasitas tersebut menjadi indikator kuat bahwa transformasi perusahaan berada di jalur yang tepat.
"Dengan terjaganya serviceability pesawat baik di Garuda Indonesia maupun Citilink, kami melihat momentum pemulihan yang semakin solid," ujar Glenny dalam keterangan, Kamis (27/11/2025).
Memasuki fase baru transformasi, Garuda memperluas cakupan layanan melalui 38 destinasi domestik di 52 rute serta 15 destinasi internasional di 20 rute.
Perusahaan juga memanfaatkan jaringan kemitraan global yang terdiri dari 21 mitra codeshare dan 70 Special Prorate Agreements, membuka akses ke lebih dari 1.228 rute internasional.
Program loyalitas GarudaMiles tumbuh signifikan dengan kenaikan jumlah anggota sebesar 16 persen YoY dan peningkatan mitra sebesar 59 persen YoY.
Kinerja on-time performance (OTP) juga terus dijaga dengan capaian rata-rata 82,47 persen sepanjang 2025, bahkan mencapai puncak 98,39 persen pada Mei 2025.
“Garuda Indonesia juga berhasil mempertahankan peringkat idBBB dengan outlook stabil, menegaskan ketahanan finansial dan keberlanjutan operasional perusahaan,” ujar Glenny.
Fundamental membaik meski masih dibayangi tekanan
Manajemen mengakui perseroan masih mencatatkan tekanan rugi berjalan, namun tren pemulihan operasional dan pendapatan terus membaik.
Penurunan beban usaha, peningkatan utilisasi armada, serta kenaikan tingkat keterisian kursi (load factor) menjadi penopang utama penguatan fundamental.
Sementara itu, faktor eksternal seperti volatilitas kurs, harga bahan bakar, serta biaya perawatan masih menjadi tantangan, terutama mengingat gap antara armada yang mengudara dan pesawat yang membutuhkan perawatan.
Namun perusahaan menegaskan disiplin dalam efisiensi, optimalisasi produktivitas armada dan kru, serta penguatan pendapatan penumpang dan kargo tetap menjadi fokus.
Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia, Thomas Oentoro menjelaskan, transformasi perusahaan tidak hanya berfokus pada profitabilitas tetapi juga pada tata kelola dan keberlanjutan.
"Kekuatan kinerja operasional harus berjalan seiring dengan governance excellence, disiplin finansial, dan penguatan value creation. Setiap inisiatif harus menghasilkan nilai tambah yang terukur," tuturnya.
Sebagai bagian dari roadmap pemulihan ekuitas, Garuda Indonesia memfinalisasi rencana inbreng aset GMF AeroAsia dan Angkasa Pura Indonesia (API).
Dalam skema PMHMETD sebanyak 124,27 miliar saham Seri B, GMF akan menerima aset non-tunai berupa lahan 972.123 m² senilai Rp5,66 triliun. Aksi ini diproyeksikan mengubah posisi ekuitas GMF dari minus USD248,99 juta menjadi positif USD102,87 juta.
"Ke depan, tidak menutup kemungkinan akan dilakukan aksi korporasi lanjutan guna memperkuat kinerja bisnis grup, meski seluruh opsi masih akan dibahas bersama pemangku kepentingan," kata Thomas.
(DESI ANGRIANI)