Performa Pasar Modal Indonesia: Analisis 5 Tahun Terakhir untuk Investor
Performa pasar modal RI dalam kurun waktu lima tahun terakhir cukup mengecapi manis dan pahit. Lantas, seperti apa performa Indeks IHSG lima tahun terakhir?
IDXChannel - Performa pasar modal Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir cukup mengecapi manis dan pahit. Lantas, seperti apa performa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam kurun waktu lima tahun terakhir? (2018-2022)
2018
Kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir 2018 minus 2,54% dalam kurun waktu setahun. Capaian ini disebut yang terburuk dalam tiga tahun terakhir. Padahal, pada 2017 dan 2016, indeks masih memberikan return 19,99% dan 15,32%.
Namun, jika dibandingkan 2015, penurunannya masih jauh lebih baik. Pada 2015, minus 12,13%.
Ada sejumlah katalis negatif baik dari dalam negeri yang menyebabkan penurunan IHSG. Mulai dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang belum beranjak dari 5%, depresiasi nilai tukar Rupiah, defisit neraca perdagangan, hingga sentimen luar negeri seperti perang dagang dan penaikkan Fed Funds Rate (FFR) bank sentral AS.
Alhasil, sejumlah sentimen itu mendorong investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp45,65 triliun di pasar regular.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun tak memungkiri kinerja seluruh pasar modal di dunia tengah melesu karena riuhnya sentimen eksternal sepanjang tahun ini. Namun, kinerja pasar modal Indonesia saat ini terbaik kedua di dunia. Kinerja pasar modal Indonesia hanya kalah dari India dari segi penurunan indeks secara tahun kalender (year-to-date).
Pelemahan itu, kata dia, dianggap bukanlah yang terparah di dunia.
Pada 2018, perusahan yang melantai di BEI mencapai 57 perusahaan atau naik ketimbang tahun lalu yang hanya 37 perusahaan.
2019
Pada 2019, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kinerja pasar modal Indonesia cukup positif di tengah perkembangan geopolitik dan ekonomi global yang terus bergerak dinamis. Peningkatan jumlah investor dan pertumbuhan industri pasar modal juga menunjukkan kepercayaan investor dan pelaku pasar modal yang begitu besar terhadap fundamental dan prospek ekonomi Indonesia.
"IHSG masih mencatatkan pertumbuhan positif meskipun dalam rentang yang tipis, yakni bertumbuh 2,18% ke posisi 6.329,31 (27 Desember 2019)," kata Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida pada penutupan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2019.
Jumlah investor saham mencapai 2,48 juta investor, naik 40% dari 2018. Dana investor asing juga meningkat signifikan dibandingkan 2018, yang mencapai Rp49,19 triliun ytd (27 Desember 2019).
Derasnya dana investor asing juga terjadi di pasar SBN, membukukan net buy sebesar Rp171,59 triliun (per 26 Desember 2019) dan obligasi korporasi yang membukukan net buy sebesar Rp5,48 triliun (per 27 Desember 2019).
Pasar SBN sepanjang tahun 2019 juga mengalami penguatan dengan turunnya rata-rata yield SBN sebesar 96,57 bps ytd.
2020
Tahun ini merupakan yang terberat. Bagaimana tidak, IHSG menyentuh level terendahnya sepanjang sejarah yakni 3.937,63 pada 24 Maret 2020.
Harga-harga saham mengalami penurunan, terutama saham siklikal (cyclical stock) atau emiten yang rentan terhadap siklus bisnis dan terikat erat dengan kondisi ekonomi.
Alhasil, BEI bekerja sama dengan OJK dan Self Regulatory Organization (SRO) bergerak cepat untuk menerapkan beragam antisipasi untuk meminimalisir penurunan saham emiten lebih dalam.
Beberapa hal yang menjadi kebijakan saat pandemi Covid-19 antara lain auto rejection asimetris, trading halt, pelarangan short selling, buyback saham tanpa RUPS dalam kondisi pasar berfluktuasi signifikan, perubahan batasan auto rejection menjadi asymmetric, perubahan batasan trading halt, dan penyesuaian sesi perdagangan di pre-opening.
Trading halt merupakan kebijakan untuk menahan harga saham agar tidak turun lebih dalam karena terjadi panic selling atau kondisi yang menekan aksi jual oleh investor.
Trading halt dilakukan ketika IHSG turun 5%. Sementara auto rejection asimetris adalah kebijakan yang menahan penurunan harga saham hingga 7%.
Menjelang akhir tahun, angin segar datang. Vaksin Covid-19 dan rencana pemerintah memberikan vaksinasi gratis meningkatkan optimisme investor di tanah air.
Namun, seiring berjalannya waktu, IHSG terus membaik dan bangkit dan pulih dari bayang-bayang pandemi Covid-19. Hal itu tercermin dari penutupan perdagangan Rabu (11/12/2020), di mana IHSG berada di level 6.008,7.
Total emisi obligasi dan sukuk yang telah tercatat sepanjang tahun 2020 berjumlah 469 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp431,57 triliun dan USD47,5 juta, diterbitkan oleh 128 emiten.
Kapitalisasi pasar tercatat mencapai Rp7.101 triliun, Surat Berharga Negara (SBN) tercatat di BEI berjumlah 138 seri dengan nilai nominal Rp3.861,26 triliun dan USD400 juta. Efek Beragun Aset (EBA) sebanyak 10 emisi senilai Rp7,13 triliun.
2021
Akhir 2021 pun ditutup kian manis oleh kinerja positif IHSG yang mencapai posisi 6.581,5 atau naik 10,1% (yoy), setelah mengalami penurunan pada masa pandemi di 2020.
Total nilai kapitalisasi pasar saham pada akhir 2021 tercatat sebesar Rp8.255,62 triliun atau mengalami peningkatan sebesar 18,4% (yoy).
BEI mampu mencatatkan 54 perusahaan tercatat baru dengan fund raised mencapai Rp62,61 triliun yang merupakan nilai fund raised tertinggi sepanjang sejarah BEI.
Pasar modal berhasil menghimpun dana lewat penawaran umum sebesar Rp363,28 triliun. Nilai ini menjadi nilai tertinggi sepanjang sejarah BEI.
Hal ini menghantarkan jumlah perusahaan tercatat di BEI mencapai 766 perusahaan tercatat pada akhir 2021.
Jumlah investor pasar modal pun meningkat 93% pada 2021. OJK mencatat total ada 7,49 juta investor per akhir 2021.
Investor ritel berusia di bawah 30 tahun semakin mendominasi. Cakupannya meningkat dari 54,9% pada 2020 menjadi 60,02% pada 2021.
2022
Aktivitas pasar modal sepanjang 2022 bertumbuh secara positif. Hal ini tercermin dari kinerja IHSG yang telah mencapai level 6.850,52 pada tanggal 28 Desember 2022 (meningkat 4,09 persen dari posisi 30 Desember 2021).
Pertumbuhan IHSG tersebut bahkan sempat menembus rekor baru, yakni pada level 7.318,016 pada 13 September 2022. Sementara itu, kapitalisasi pasar pada 28 Desember 2022 mencapai Rp9.509 triliun atau naik 15,2% dibandingkan posisi akhir tahun 2021 yakni Rp8.256 triliun, dan juga sempat menembus rekor baru sebesar Rp9.600 triliun pada 27 Desember 2022.
Hingga 28 Desember 2022, telah terdapat 59 perusahaan tercatat yang melakukan Initial Public Offering (IPO) dan mencatatkan sahamnya di BEI, sehingga sebanyak 825 perusahaan telah mencatatkan sahamnya di BEI. Total fund-raised IPO saham mencapai Rp33,06 triliun.
Pencapaian ini merupakan yang tertinggi sejak swastanisasi Bursa Efek pada 1992. Selain itu, pencapaian ini juga merupakan IPO terbanyak di Kawasan ASEAN selama empat tahun berturut-turut sejak 2019.
Pencapaian positif turut tercermin dari meningkatnya minat masyarakat untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia. Total jumlah investor di pasar modal Indonesia per 28 Desember 2022 telah meningkat 37,5% menjadi 10,3 juta investor dari sebelumnya 7,48 juta investor per akhir Desember 2021. Jumlah ini meningkat hampir 9 kali lipat dibandingkan tahun 2017.
Selain itu, lonjakan pertumbuhan jumlah investor ritel juga turut berdampak terhadap dominasi investor ritel terhadap aktivitas perdagangan harian di BEI yang mencapai 44,9%.
(YNA)