Pergerakan Wall Street Pekan Depan Dibayangi Rilis Data Inflasi AS
Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, pada pekan depan diperkirakan menguji tren naik setelah adanya proyeksi terbaru data inflasi.
IDXChannel - Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, pada pekan depan diperkirakan menguji tren naik setelah adanya proyeksi terbaru data inflasi. Sejumlah investor mencermati indeks berpotensi mengalami pelemahan setelah meroket mencapai rekor tertinggi pada perdagangan pekan lalu.
Dilansir dari laman Reuters, Minggu (10/8/2025), indeks acuan S&P 500 terakhir naik lebih dari 7 persen pada tahun ini dan berada dalam kisaran sekitar 1 persen dari penutupan tertinggi sepanjang masa yang dicapai pada akhir Juli 2025. Saham sebagian besar pulih dari penurunan menyusul rilisnya laporan ketenagakerjaan yang lemah pada awal bulan ini.
Para ahli strategi di perusahaan-perusahaan termasuk Deutsche Bank dan Morgan Stanley baru-baru ini mengatakan, pasar mungkin siap untuk beberapa tingkat penurunan setelah kenaikan yang sebagian besar tak terbendung selama empat bulan terakhir.
Laporan bulanan indeks harga konsumen AS yang akan dirilis pada hari Selasa, dapat menyebabkan volatilitas di pasar saham. Data yang menunjukkan inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dapat melemahkan ekspektasi yang semakin besar terhadap penurunan suku bunga yang akan datang.
"Saya pikir pasar memang siap untuk sedikit melemah," kata Kepala Strategi Multi-Aset Morningstar Wealth, Dominic Pappalardo.
Lebih lanjut, S&P 500 telah melonjak lebih dari 20 persen sejak titik terendahnya tahun ini di April, karena kekhawatiran investor tentang resesi yang dipicu tarif mereda setelah pengumuman 'Hari Pembebasan' Presiden AS Donald Trump awal bulan itu yang memicu volatilitas aset yang ekstrem.
Investor juga waspada terhadap risiko yang ditimbulkan oleh kalender ekonomi. Selama 35 tahun terakhir, Agustus dan September menempati peringkat sebagai bulan-bulan dengan kinerja terburuk bagi S&P 500, menurut Stock Trader's Almanac.
Indeks tersebut telah turun rata-rata 0,6 persen pada Agustus dan 0,8 persen pada September; satu-satunya bulan dengan kinerja rata-rata negatif untuk indeks tersebut selama periode tersebut.
Selain itu, prakiraan para investor terhadap pemangkasan suku bunga The Fed semakin meningkat menyusul data ketenagakerjaan yang lemah baru-baru ini dirilis imbas investor memperkirakan bank sentral akan melonggarkan kebijakan moneter untuk membantu menopang pasar tenaga kerja.
Menurut data LSEG, kontrak berjangka dana The Fed menunjukkan peluang lebih dari 90 persen The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan berikutnya di September, dengan setidaknya dua pemangkasan diperkirakan akan terjadi tahun ini.
Narasi tersebut dapat terancam jika IHK naik lebih tinggi dari yang diperkirakan, sehingga membuat The Fed lebih ragu untuk memangkas suku bunga.
Sementara itu, prospek tarif yang lebih tinggi dan dampak ekonomi dari pungutan yang telah diberlakukan oleh pemerintahan Trump telah menjadi tema yang terus membayangi pasar, tetapi saham telah berhasil mencapai rekor meskipun terdapat ketidakpastian.
China berpotensi menghadapi kenaikan tarif pada hari Selasa kecuali Trump menyetujui perpanjangan gencatan perang tarif sebelumnya.
(Dhera Arizona)