Permintaan China Melemah, Harga Batu Bara Turun 4 Persen dalam Sebulan
Harga batu bara berjangka (futures) Newcastle menguat 0,81 persen pada Kamis (20/6/2024) di level USD136 per ton.
IDXChannel - Harga batu bara berjangka (futures) Newcastle menguat 0,81 persen pada Kamis (20/6/2024) di level USD136 per ton. Meski demikian, dalam sebulan, harga komoditas energi tersebut sudah terkoreksi 4,36 persen.
Harga batu bara juga turun dari level tertinggi yang sempat diraih di tahun ini pada Mei lalu.
Batu bara berjangka kini sedikit pulih dari level terendah dalam dua bulan di USD132 per ton yang dicapai pada 7 Juni lalu.
Peningkatan harga ini didorong oleh permintaan dari India yang merupakan konsumen utama batu bara, terbesar kedua dunia. India mencatatkan rekor permintaan listrik tertinggi di wilayah utara akibat gelombang panas yang terus-menerus.
Sebelumnya, harga batu bara sempat menguat 1,36 persen di level USD144,9 per ton pada perdagangan akhir Mei 2024.
Harga batu bara Newcastle berjangka juga mencapai harga tertinggi sepanjang tahun ini sebesar USD147 yang dicapai pada 2 Mei 2024. (Lihat grafik di bawah ini.)
Namun, di sisi lain Menteri Batu Bara Federal India G. Kishan Reddy mengumumkan rencana untuk mengurangi impor batu bara dan meningkatkan produksi dalam negeri.
Di samping itu, berkurangnya permintaan China dianggap sangat berpengaruh pada pergerakan harga batu bara. Di satu sisi, produksi batu bara China turun ke level terendah sejak Oktober 2022 pada April.
Dilaporkan sebelumnya, konsumsi batu bara di China mengalami penurunan di tengah melimpahnya produksi energi dari pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
"Secara khusus, pada Mei, pembangkit listrik thermal di negara ini mnhghasilkan 453,8 miliar KWH, turun 4,3 persen dibandingkan tahun lalu," kata Asosiasi Transportasi dan Distribusi Batu Bara China (CCTD) dalam keterangan persnya, dikutip pada Rabu (19/6/2024).
Di China, pembangkit listrik termal, yang mengubah energi panas menjadi energi listrik, sebagian besar terdiri dari pembangkit listrik berbahan bakar batu bara.
"Kapasitas pembangkit listrik tenaga air mencapai 115 miliar KWH, naik 38,6 persen secara tahun ke tahu," asosiasi tersebut menambahkan.
Tahun lalu, konsumsi batu bara China relatif tinggi karena Negeri Tirai Bambu tersebut dilanda kekeringan yang cukup parah. Alhasil, PLTA kesulitan memproduksi listrik.
Kali ini, kondisi cuaca di China jauh lebih baik. Curah hujan bahkan diprediksi akan tinggi sepanjang pertengahan tahun.
Beberapa tahun ke belakang, China mendorong pengembangan energi terbarukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, kondisi cuaca yang tidak menentu membuat Beijing kembali mengandalkan batu bara.
Selain itu, Amerika Serikat (AS) juga telah memperluas sanksi terhadap industri batu bara Rusia yang bisa membuat pasokan terganggu. (ADF)