MARKET NEWS

Perpanjangan Izin Masih Abu-Abu, Harga Saham Vale (INCO) Terus Tergerus

Taufan Sukma/IDX Channel 18/08/2023 15:19 WIB

proses divestasi tersebut dimasukkan sebagai salah satu syarat didapatkannya perpanjangan izin oleh INCO.

Perpanjangan Izin Masih Abu-Abu, Harga Saham Vale (INCO) Terus Tergerus (foto: MNC Media)

IDXChannel - Kondisi PT Vale Indonesia Tbk (INCO) yang belum juga memperoleh perpanjangan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dari pemerintah membuat harga sahamnya terus merosot dalam lima bulan terakhir.

Alotnya proses perpanjangan izin berkaitan dengan upaya pemerintah Indonesia untuk memperbesar kepemilikan saham INCO melalui kewajiban divestasi sebesar 11 persen.

Oleh pemerintah, proses divestasi tersebut dimasukkan sebagai salah satu syarat didapatkannya perpanjangan izin oleh INCO. Yang jadi masalah, proses divestasi saat ini masih dalam tahap negosiasi dan belum juga mencapai titik temu bagi kedua pihak.

Dengan upaya perpanjangan izin yang masih abu-abu, saham INCO sejauh ini terpantau terus tergerus hingga mencapai Rp6.100 per saham, pada sesi I perdagangan Jumat (18/8/2023). Level harga tersebut menjadi titik terendah harga saham INCO dalam lima bulan terakhir, terhitung sejak 14 Maret 2023 lalu.

Secara year to date, saham INCO telah turun 14,08 persen, dan menggerus kapitalisasi pasar sekitar Rp10 triliun, dari posisi awal sebesar Rp70,54 triliun, menjadi hanya Rp60,61 triliun pada saat ini.

Seiring dengan tren penurunan, investor asing juga terpantau terus melepas saham INCO. Dalam sepekan terakhir, misalnya, investor asing telah melepas saham INCO dengan nilai total mencapai Rp311,48 miliar.

Selain lantaran perpanjangan izin yang juga belum didapat, katalis negatif lain bagi saham INCO adalah harga acuan nikel pada Juli 2023 yang turun menjadi USD21.376,75 per dry metric tonne (dmt), atau senilai Rp325,39 juta per dmt.

Posisi harga tersebut menjadi titik terendah harga acuan nikel sejak September 2022 lalu. Karenanya, dengan kondisi yang tak kondusif tersebut, berbagai pihak berharap proses divestasi saham INCO dapat dipercepat, seiring batas waktu(deadline)nya yang bakal habis pada akhir tahun ini. Sedangkan izin lama INCO sendiri bakal habis pada akhir 2025 mendatang.

"Makanya (proses) divestasi Vale (INCO) tak perlu neko-neko lagi. Ikuti saja ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang, agar cepat selesai," ujar Ekonom Senior dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri.

Menurut Faisal, pemerintah mestinya tak perlu susah-susah dalam renegosiasi kontrak, karena sesuai aturan yang ada, jika sebuah Kontrak Karya (KK) berakhir, maka tambang tersebut otomatis harus diserahkan kembali ke negara, untuk diprioritaskan ke perusahaan-perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berdasarkan dengan UU Minerba, perusahaan tambang asing seperti INCO harus melakukan divestasi saham minimal 51 persen untuk mendapatkan IUPK. Syarat ini merupakan mutlak dan tidak bisa ditawar lagi.

Untuk itu, Vale harus melakukan divestasi kembali setelah sebelumnya telah dua kali melakukan divestasi. Saat ini 20 persen saham INCO dimiliki publik dan sebanyak 20 persen dimiliki oleh MIND ID.

Komisi VII DPR RI dan Pemerintah telah satu suara untuk melakukan akuisisi Vale Indonesia dan seluruh asetnya terkonsolidasi di Indonesia. Saat ini aset Vale Indonesia yang berlokasi di Sorowako, Sulawesi Selatan, masih tercatat milik Kanada.

"Komisi VII DPR mendesak Kementerian ESDM dalam proses divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk agar mendukung MIND ID untuk menjadi saham pengendali guna mendapatkan hak pengendalian operasional dan financial consolidation sebagai bentuk penguasaan negara melalui BUMN," ujar Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Maman Abdurrahman, dalam kesempatan terpisah.

Menteri BUMN, Erick Thohir, menyampaikan bahwa pihaknya akan bertahan dalam proses divestasi Vale Indonesia.

"Kembali yang namanya Vale harus relinquish, bukan berarti tidak suka dengan investasi luar negeri, tapi ini kan kebijakan. Freeport relinquish, pengusaha nasional juga relinquish, artinya ini sesuatu yang wajar," ujar Erick.

Erick juga menyindir Vale Indonesia yang telah beroperasi 55 tahun di Indonesia. Dia melihat Vale baru agresif melakukan hilirisasi ketika harga nikel melambung seperti yang terjadi akhir-akhir ini.

"Kan mesti dia percaya sama Indonesia dari dulu dong hilirisasi, kenapa baru sekarang. Kan itu sama. Itulah yang ditekankan kepada Freeport juga kemarin. Salah satu perpanjangannya harus ada yang namanya membangun smelter. Kenapa nggak 30 tahun yang lalu? Artinya, ya kembali ini policy dari pemerintah yang melakukan hilirisasi terhadap sumber daya alam, di mana menjadi industrialisasinya. Posisi pemerintah seperti itu," tegas Erick. (TSA)

SHARE