Pesta Saham Bank Digital Berakhir? BBYB hingga ARTO Sempat Bawa Optimisme
Saham emiten bank digital PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) terkoreksi pada perdagangan sesi I Selasa (28/11/2023).
IDXChannel - Saham emiten bank digital PT Bank Neo Commerce Tbk (BBYB) terkoreksi pada perdagangan sesi I Selasa (28/11/2023).
Saham BBYB turun 1,61 persen di level Rp366 per lembar saham pada pukul 11.00 WIB. Penurunan saham BBYB terjadi setelah sempat kembali melesat tiga hari beruntun sejak menjelang akhir pekan lalu.
Saham BBYB sudah ditransaksikan sebanyak 14.301 kali dengan volume sebesar 178 juta lembar saham dan nilai transaksinya sudah mencapai Rp 62,71 miliar. Adapun kapitalisasi pasarnya (market cap) saat ini mencapai Rp 4,41 triliun.
Melesatnya saham BBYB terjadi seiring bergairahnya saham-saham bank digital lainnya dalam beberapa hari terakhir. Sebut saja PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang juga sempat melesat 24,89 persen pada perdagangan pekan lalu, Kamis (23/11).
Pada penutupan perdagangan kemarin pun, saham ARTO masih ditutup menguat 0,97 persen di level Rp3.120 per lembar saham. Sementara pada perdagangan hari ini, saham ARTO juga merah 2,24 persen atau di level Rp3.050 per lembar saham. (Lihat grafik di bawah ini).
Kenaikan saham ARTO sempat terdongkrak berkat kinerja emiten partner bisnisnya, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang juga sempat menguat pekan lalu. Hari ini, saham GOTO juga terpantau ambles 3,16 persen di level Rp92 per lembar saham.
Adapun saham bank digital lainnya juga terpantau turun seperti PT Bank Raya Indonesia Tbk (AGRO) yang melemah 2,61 persen dan saham PT A Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) juga melemah paling dalam 3,97 persen.
Kenaikan saham bank digital ini sempat optimis karena didongkrak oleh sentimen suku bunga yang diproyeksikan sudah tidak akan naik lagi, baik bagi bank sentral negara-negara maju maupun Indonesia.
Pasar optimis pada pertemuan berikutnya The Fed akan menahan suku bunga acuannya. Bahkan, di pertengahan tahun depan, pasar memprediksi bahwa The Fed mulai akan memangkas suku bunga acuannya.
Dikabarkan juga BBYB akan melakukan aksi korporasi penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) VII atau rights issue sebanyak 5 miliar lembar saham di kuartal terakhir tahun ini.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), perseroan menawarkan PHMETD VII sebanyak-banyaknya 5.000.000.000 saham baru atas nama dengan nilai nominal Rp 100 per saham.
Seluruh dana yang diperoleh dari hasil rights issue, setelah dikurangi biaya-biaya emisi akan dipergunakan seluruhnya untuk berbagai kepentingan bisnis. Dengan rincian sekitar 40 persen dana hasil rights issue akan digunakan sebagai modal untuk mendukung ekspansi kredit, baik pada segmen pasar ritel maupun korporasi.
Sementara sekitar 45 persen lainnya akan digunakan untuk kegiatan operasional perbankan seperti rekrutmen dan pengembangan sumber daya manusia, promosi untuk memperoleh pengguna baru Neobank.
Adapun sisanya sekitar 15 persen akan digunakan untuk mendukung pengembangan teknologi informasi, antara lain namun tidak terbatas pada untuk pengembangan aplikasi digital banking.
Tantangan Industri Bank Digital
Perbankan digital yang sempat booming pada 2021 di Indonesia telah menunjukkan perlambatan signifikan. Investor kini menghindari bank-bank digital yang dulunya terkenal, sehingga menyebabkan harga saham mereka anjlok bersamaan dengan sektor padat modal lainnya.
Secara kinerja keuangan, dari tujuh bank digital di bawah ini, BBHI alias Allo Bank menjadi emiten yang meraih laba bersih terbesar pada semester I-2023, yaitu Rp216,25 miliar, meningkat 43,57 persen dibanding semester I tahun lalu (yoy).
BBYB alias Bank Neo masih berjuang dan mencatatkan kerugian Rp326,77 miliar pada semester I-2023. Meski demikian, nilai kerugian ini turun 46,56 persen dibandingkan semester I-2022 dengan kerugian mencapai Rp611,43 miliar. (Lihat tabel di bawah ini)
Di samping itu, faktor global juga menyebabkan bank digital harus beradaptasi lebih keras karena adanya ketakutan resesi dan kebijakan moneter yang lebih ketat sebelumnya. Kondisi ini bisa mengancam peningkatan biaya dana dan membuat investasi di sektor-sektor yang padat teknologi tak terlalu menjadi menarik.
Berdasarkan analisis Suryaputra Wijaksana, ekonom bank BRI dalam tulisannya di East Asia Forum pada Maret 2023 mengatakan, Model bisnis perbankan digital menimbulkan beberapa tantangan terhadap kelangsungan sektor ini di Indonesia.
“Dalam jangka pendek, bank digital mengeluarkan biaya yang lebih tinggi karena biaya akuisisi konsumen yang lebih tinggi dan biaya dana yang lebih tinggi, selain belanja modal yang besar,” ujar Surya dalam tulisannya.
Preferensi konsumen Indonesia terhadap bank konvensional yang sudah mapan setelah krisis keuangan Asia juga menjadi salah satu penyebab kenapa bank digital sulit melakukan penetrasi di Tanah Air.
Meskipun penetrasi telepon seluler tinggi, kecepatan rata-rata broadband internet di Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara lain, sehingga menjadikan perbankan digital sulit bagi konsumen.
“Bank digital juga perlu mempekerjakan tenaga kerja yang lebih paham teknologi – bersaing langsung dengan perusahaan teknologi bergaji tinggi – sehingga meningkatkan biaya mereka,” tambah Surya.
Ia menambahkan, bisnis bank digital di Indonesia juga memiliki sumber pendapatan yang terbatas. “Kurangnya data yang kredibel di Indonesia untuk memprediksi kelayakan kredit konsumen membatasi kemampuan bank digital untuk menawarkan pencairan kredit cepat yang berpotensi menguntungkan, sehingga memaksa bank untuk mengandalkan penyaluran dan pendapatan berbasis biaya,”lanjut Surya.
Hal ini mengakibatkan margin keuntungan yang sangat tipis, pertumbuhan modal yang lebih lemah, dan risiko kredit yang lebih tinggi.
Namun fundamental yang mendasari pertumbuhan sektor neo-bank tetap kokoh. Sebagian besar penduduk Indonesia masih belum memiliki rekening bank dan penetrasi telepon seluler masih tinggi.
Untuk mengurangi tingginya biaya bank digital, pemerintah dan swasta harus berkoordinasi dalam menyebarkan informasi tentang bank digital kepada masyarakat unbanked.
Sementara itu, bank-bank baru harus fokus pada upaya mereka untuk membangun sumber pendanaan berbiaya rendah. Mereka harus terlibat dengan usaha kecil dan menengah dan meningkatkan fitur mereka untuk mempertahankan pelanggan.
(DES)