Politik Prancis Bergejolak, Bagaimana Dampaknya ke RI?
Hasil pemilu Prancis putaran satu yang dimenangkan oleh National Rally (RN) dipandang negatif oleh pasar. Bagaimana dampaknya ke Indonesia?
IDXChannel - Hasil pemilu Prancis putaran satu yang dimenangkan oleh National Rally (RN) dipandang negatif oleh pasar. Bagaimana dampaknya ke Indonesia?
Analis Panin Sekuritas, Felix Darmawan mengatakan, respons negatif pelaku pasar atas hasil pemilu tersebut tercermin dari sell-off obligasi Prancis dan berdampak pada peningkatan risk premia karena selisih dengan yield German bunds meningkat ke level tertinggi sejak 2017.
Hal tersebut disebabkan oleh ketidakpastian kebijakan politik dan RN memiliki pendekatan yang berbeda dengan petahana (pemegang jabatan saat ini). ECB belum menetapkan adanya intervensi di pasar obligasi, namun menekankan kebijakan ekonomi yang pruden dari politisi domestik Prancis.
"Kami menilai jika peristiwa tersebut dapat menormalisasi sentimen negatif dari arah fiskal Indonesia khususnya bagi foreign, serta mendapatkan sedikit inflow dari capital flight Uni Eropa," ujar Felix dalam risetnya, Jakarta, Minggu (7/7).
Dia memaparkan Partai sayap kanan National Rally (RN) dan koalisinya unggul dalam hitung suara sementara pada pemilu Prancis sebesar 33,15 persen (sayap kiri: 28 persen; dan LR–partai pendukung Presiden Macron hanya sebesar 7 persen), seperti yang sudah diekspektasikan pada berbagai hasil survei.
"Faktor kemenangan RN ini didorong oleh beberapa hal seperti ketidakpuasan pada kinerja partai tradisional, strategi kampanye masif via sosial media, serta sentimen nasionalisme yang mendorong pembatasan imigrasi serta kebijakan ekonomi proteksionisme," terangnya.
"Namun, masih ada putaran kedua pada 7 Juli mendatang yang mana dinamika politik masih terbuka untuk segala kemungkinan dan French Nastional Assembly menganut sistem proporsional sehingga tidak ada satu partai yang memiliki suara mutlak," Felix menambahkan.
Sementara itu, RN melalui salah satu calon kandidat Perdana Menteri Prancis, Jean-Phillipe Tanguy memiliki rencana pengeluaran besar untuk Prancis, di mana dapat mengakhiri kebijakan defisit anggaran yang sudah berjalan 50 tahun terakhir.
"Tentu hal ini mengguncang pasar karena pelaku pasar khawatir bagaimana realisasi RN yang akan mengandalkan menutup celah pajak, mengurangi birokrasi, dan pemotongan pengeluaran khususnya untuk kesejahteraan para imigran," papar Felix.
Dalam riset Panin Sekuritas disebutkan, Tanguy mengatakan, Prancis harus mempertahankan rencana pemerintah saat ini untuk mengurangi defisit menjadi 3 persen dari produk domestik bruto (PDB) pada 2027 yang menjadi tantangan di tengah kenaikan defisit tidak terduga menjadi minus 5,5 persen dari GDP 2024 dan debt to GDP sekitar 109 persen oleh S&P. Hal tersebut juga menjadikan penurunan peringkat rating Prancis menjadi AA- (vs AA) yang pertama sejak 2013.
Felix mengatakan, pelaku pasar yang tidak nyaman dengan ketidakpastian tersebut melakukan aksi jual pada obligasi Prancis sehingga imbal hasil (yield) melonjak menjadi 3,254 persen (mendekati level tertinggi Ytd) dan mendorong pelebaran imbal hasil dengan obligasi Jerman (German bunds) yang mengalami lonjakan di Juli 2024 mencapai 0,653 persen (Mei 2024: 0,474%), tertinggi sejak Maret 2017,.
"Hal tersebut menandakan adanya peningkatan risk premia dari obligasi Prancis," ucapnya.
European Central Bank (ECB) belum memberikan sinyal intervensi. Pernyataan lima pejabat ECB pada forum tahunan di Portugal dalam merespons turbulensi pada obligasi Prancis menjelaskan jika pihaknya belum ada rencana terakit pembelian obligasi Prancis secara darurat untuk menjaga pasar.
"Di sisi lain, mereka juga menekankan jika kestabilan tersebut berasal dari politisi Prancis melalui outlook kebijakan ekonomi yang pruden. Patut dicermati bahwa salah satu syarat untuk program tersebut adalah menekan defisit anggaran (meski kondisional) yang juga menjadi permasalahan Prancis yang sedang pengawasan," jelasnya.
Apa dampaknya bagi Indonesia?
"Menanti inflow. Dari adanya turbulensi di pasar obligasi Prancis dan status mereka sebagai “core” dalam EU, tentu dampaknya bisa merembet hingga satu kawasan, khususnya apabila kebijakan ECB berbeda dengan harapan investor," Felix menerangkan.
Potensi besar alokasi aset keluar dari EU, ditambah dengan penurunan rating oleh beberapa sekuritas global (Deutsche Bank, BofA, Citi, dan Goldman).
"Indonesia, meski sempat mengalami volatilitas akibat outlook fiskal, namun menawarkan kondisi politik yang lebih stabil dan menjadi kunci menarik investor asing. Tercermin dari spread obligasi 10 tahun Indonesia dengan Prancis semakin menyempit menjadi 390 bps (-10,6 bps)," tuturnya.
(FAY)