MARKET NEWS

Produksi Bijih dan Logam Timah Susut, Ini Penjelasan TINS 

Suparjo Ramalan 04/06/2024 04:00 WIB

PT Timah Tbk (TINS) hanya mampu memproduksi bijih timah sebanyak 14.855 ton sepanjang 2023.

Produksi Bijih dan Logam Timah Susut, Ini Penjelasan TINS (Foto: MNC Media)

IDXChannel - PT Timah Tbk (TINS) hanya mampu memproduksi bijih timah sebanyak 14.855 ton sepanjang 2023. Jumlah itu turun 26% dibandingkan tahun lalu yang sebesar 20.079 ton.

Begitu juga produksi logam timah turun 23 persen menjadi 15.340 MT pada tahun lalu. Pada 2022, perusahaan meraih volume produksi logam timah sebesar 19.825 MT.

“Secara tahunan, harga rata-rata logam timah settlement di London Metal Exchange (LME) pada 2023 turun 16,8% yoy menjadi 25.999 per ton, sedangkan harga per tiga bulan turun 16,2 persen yoy menjadi 25.936 per ton,” ujar Direktur Utama Timah, Ahmad Dani Virsal saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Senin (3/6/2024). 

Ia menjelaskan, penurunan kinerja produksi berdampak pada penjualan logam timah. Pada 2023 volume penjualan logam menyentuh 14.385 MT, turun 31 persen dibandingkan 2022, yaitu 20.805 MT.

Sejalan dengan penurunan harga logam timah di LME, perolehan harga jual rata-rata logam timah perusahaan di tahun lalu juga tercatat 26.585 per ton. Harga ini turun 16 persen dibandingkan 2022 yang sempat mencapai harga tertinggi, yakni USD31.474 per ton. 

Menurutnya, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia periode semester I-2023 membuat permintaan timah dunia untuk keperluan logam industri terus mengalami penurunan. Dan di sisi lain, banyaknya pasokan timah ke gudang LME membuat harga logam timah dunia berada di bawah tekanan.

Kondisi kinerja produksi tersebut ikut berdampak pada keuangan TINS. Dani menyebut, Timah membukukan pendapatan sebesar Rp8,4 triliun. 

“PT Timah membukukan pendapatan sebesar Rp8,4 triliun, adanya penurunan volume penjualan sebesar 6.420 MT dan penurunan harga jual rata-rata logam timah sebesar 4.891 per MT di 2022 berdampak pada penurunan pendapatan perusahaan sebesar Rp4,1 triliun atau sebesar 33%,” ucap dia. 

“Ketidakpercayaan atas volume produksi dan penjualan sesuai target yang ditetapkan, diikuti pula oleh penurunan harga serta struktur biaya yang bersifat peak dan semi variable telah menyebabkan perusahaan rugi tahun berjalan sebesar Rp449,7 miliar atau turun sebesar 143% dibandingkan tahun sebelumnya,” lanjut Dani. 

(DES)

SHARE